Puluhan PTT RSU Sofifi Belum Mendapat Honor Selama 6 Bulan

Konten Media Partner
6 Juli 2019 17:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dokter Fatir Saat memimpin aksi puluhan PTT RSU Sofifi. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Dokter Fatir Saat memimpin aksi puluhan PTT RSU Sofifi. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Puluhan Pegawai tidak tetap (PTT) Rumah Sakit Umum (RSU) Sofifi, Maluku Utara, kembali menggelar aksi pada Rabu pagi (3/7/). Aksi damai yang berlangsung di halaman RSU itu, untuk menuntut hak mereka yang belum terbayarkan sejak Januari hingga Juni 2019.
ADVERTISEMENT
Koordinator aksi, dr. Fatir M. Natsir saat dikonfirmasi cermat, Sabtu (6/7) mengungkapkan, ada sekira 40 lebih PTT yang tidak dapat honor sejak Januari hingga Juli 2019.
Padahal, kata dia, Surat Keputusan (SK) bernomor SK 203.10/KPTS/MU/2019 untuk PTT RSU Sofifi telah diterbitkan oleh Sekretaris Provinsi Maluku Utara, Bambang Hermawan, setelah ditandatangani oleh Gubernur Abdul Gani Kasuba.
Aksi puluhan PTT RSU Sofifi, menunut hak mereka yang selama 6 bulan belum juga dibayar. Foto: Istimewa
Namun, SK Gubernur itu kembali ditangguhkan. Bahkan, pada Senin kemarin, ada seruan secara lisan dari pihak RSU Sofifi kepada puluhan PTT, untuk berhenti bekerja, dan kembali ke rumah masing-masing."Lalu, kami (PTT) diminta bersabar, ini gila," kesal Fatir.
Fatir bilang, sikap managemen RSU terkesan arogan. Sebab mengeluarkan kebijakan dengan cara 'pemangkasan'. Lalu berdalih bahwa, langkah tersebut berdasarkan analisis beban kerja (ABK). "Setidaknya kan respon dulu hak honorer. Sebab SK PTT 2019 baru saja terbit," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, alasan pemberhentian PTT yang baru saja terangkat karena pihak managemen RSU mengaku sedang mempersiapkan rencana usulan SK baru (revisi). "Tentu ini membuat kami sakit hati," ungkapnya.
Fatir dan seluruh rekan-rekannya pun memberi waktu ke pihak RSU Sofifi, untuk segera menuntaskan tunggakan tersebut. "Paling lambat 7 hari, atau 10 Juli 2019. Kalau tidak maka kantor managemen RSU kami boikot," jelasnya.
Bagi Fatir, tidak ada yang dapat menghentikan aksi mereka, kecuali Sekda dan Gubernur memberikan kepastian. "Sudah terlalu lama kami dijanji dan tertindas soal upah kerja. Karena faktanya, kami yang notabene anak negeri masih tersisihkan dari perhatian pemda," tukas Fatir.
Secara terpisah, Kepala Pelayanan Kuratif RSU Sofifi, Husen Marasabessy, mengaku banyak problem terkait hal ini. "Sebenarnya masalah ini bukan di rumah sakit (RSU Sofifi), tapi dari pemda (Pemprov Malut)," ungkap Husen ketika dihubungi cermat.
ADVERTISEMENT
Husen membenarkan pemberhentian sementara terhadap PTT RSU Sofifi tersebut. "Iya (benar). Itu instruksi dari Direktur RSU Sofifi (dr. Sylvia Umaternae) juga. Karena SK toh. Sebenarnya koordinator (Fatir M. Natsir) sudah tahu semua permasalahannya," ujarnya.
Sebelumnya, tunggakan PTT pada tahun 2017 hingga 2018 baru saja diselesaikan. Namun setelah diangkat secara resmi lagi pada tahun 2019, para PTT ini kembali diberhentikan. Husen bilang, masalahnya ketika SK baru diterbitkan di awal Juli. "Sekitar tanggal 1 (Juli) baru kita terima itu (SK)," katanya.
SK tersebut, kata Husen, terhitung untuk pembayaran honor Januari hingga Desember 2019. Namun para PTT ini terlanjut bekerja sekitar 6 bulan. Sedangkan dalam rentang 6 bulan tersebut, hak mereka belum bisa dibayar.
ADVERTISEMENT
"Ya karena SK-nya belum keluar, dan baru dikeluarkan di tanggal 1. Makanya permasalahannya bukan di kami (RSU Sofifi), tapi di Pemda. Sebab lama sekali mengeluarkan SK. Soal itu coba tanya di Biro Hukum dan Organisasi," katanya.
Lantaran SK baru dikeluarkan, maka pengusulan untuk pencairan gaji para PTT terlambat. Sebab pencairan harus berdasarkan SK tersebut."Kalau aksi sebelumnya itu tuntutannya mirip (dengan aksi sekarang)," katanya.
Di aksi pertama, para PTT ini menuntut hak mereka yang belum terbayarkan sejak 2017 hingga 2018. Namun sudah diselesaikan menggunakan anggaran 2019. Sehingga Sekda menginstruksikan ke direktur untuk menuntaskan di tahun 2019 ini.
"Itu pun lewat lisan, tidak tertulis. Itu untuk SK Januari hingga Juni. Cuma sampai di situ, karena anggaran (tahun 2019) sudah dipakai menyelesaikan tunggakan 2017-2018," katanya.
ADVERTISEMENT
Husen bilang, jika para PTT dipekerjakan hingga Desember, maka ditakutkan tidak akan ada sumber anggaran untuk pembayaran tersebut. "Tentu akan bermasalah juga," katanya. Sehingga, lanjut dia, Sekda meminta ke Direktur RSU Sofifi agar aktivitas PTT ini diakhiri di bulan Juni.
Sebab, kata dia, anggaran Juli hingga Desember kosong karena sudah terpakai. "Jadi untuk sementara mereka ini, istilahnya, kita rumahkan dulu," tuturnya.
Pada akhirnya, masalah tersebut belum sepenuhnya tuntas. Namun Husen mengaku tidak tahu sejauh mana langkah direktur ke Pemprov Malut. Husen mengaku sempat bertemu direktur sejak Kamis (4/7) hingga hari ini, Jumat (5/7).
"Beliau (direktur) bilang, kan SK baru keluar, dan SK ini untuk pencarian Januari sampai Juni," tutur Husen menirukan ucapan Direktur Sylvia Umaternate.
ADVERTISEMENT
Kemarin, kata Husen, telah dibuatkan surat penyediaan dana (SPD) ke Badan Pengelola Keuangan dan Aset daerah. Namun ada sedikit kesalahan. "Tidak ada penanggalan pada dokumen pelaksanaan anggaran (DPA). Sehingga, dokumen tersebut dikembalikan," ungkapnya.
"Katanya, tanggalnya (harus) dicantumkan. Tapi sampai sekarang belum diterbitkan pemprov. Makanya lewat kebijakan direktur, untuk sementara PTT dirumahkan dulu. Takutnya kalau mereka kerja terus, maka Juli - Agustus dan seterusnya mau dibayarkan pakai apa," tambahnya.
Menurut Husen, maksud tuntutan para PTT ini, sebelum diberhentikan sementara hak mereka untuk Januari hingga Juni 2019 harus dibayarkan terlebih dahulu. "Tapi masalahnya kan SK belum keluar," tandasnya. (Olis)