Konten Media Partner

Robohnya 'Cengkeh Afo', Pohon Cengkih Tertua di Dunia

8 Juli 2019 21:34 WIB
·
waktu baca 6 menit
clock
Diperbarui 24 Oktober 2021 18:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pohon cengkih tertua ini adalah pohon Cengkeh Afo kedua, berusia 250 tahun. Foto: Rajif Duchlun/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Pohon cengkih tertua ini adalah pohon Cengkeh Afo kedua, berusia 250 tahun. Foto: Rajif Duchlun/cermat
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Dari kecil, so (sudah) tahu hati, iko-iko (ikut-ikut) mama dan papa pergi kebun, so masuk-masuk di bawah cengkih, punggu-punggu (pungut) dia punya jatuh, bermain-main. Jadi tanya-tanya papa, ini apa, oh ini Cengkeh Afo,” ujar Mama Imba, sapaan Imba Robo, saat ditemui cermat di kawasan destinasi Cengkeh Afo, Tongole, Senin (8/7).
Mama Imba, warga Tongole, Ternate, Maluku Utara. Foto: Rajif Duchlun/cermat
Mama Imba menyebut pohon cengkih tertua di dunia itu tumbang pada Sabtu (6/7) lalu. Informasi tumbangnya pohon tersebut didapat dari sejumlah orang yang baru kembali dari kebun.
Setelah mendapat informasi, ia bersama sejumlah rekannya baru berkesempatan melihat kondisi pohon pada Minggu sore (7/7).
Saat sampai di sana, ia nyaris tak dapat berkata-kata lagi. Tangisnya pecah. Ia kemudian duduk di salah satu cabang yang sudah tergeletak di tanah. Sontak membuat ia terkenang pengalaman masa kecilnya di kawasan itu.
ADVERTISEMENT
“Hari itu (Sabtu) memang ada hujan, ada angin. Cuma tong (kami) lihat ke sana dia so roboh tong mau bilang apa. Tong rasa kasihan. Mau bikin bagaimana lagi, so tua lagi. Biar orang tua saja kalau so tua, pulang juga, apalagi dia (pohon),” katanya dengan suara bergetar, seolah menahan rasa dukanya.
Pohon cengkih tertua itu sudah tidak terlihat. Sebelumnya, posisinya berada dalam tembok. Foto: Rajif Duchlun/cermat
Kru cermat berkesempatan melihat langsung kondisi pohon tersebut. Berada di ketinggian sekitar 600 meter di atas permukaan laut (mdpl), pohon cengkih itu sudah roboh, berserakan, tepat di sisi kanannya.
Dekat dengan lembah terjal yang menganga, membuat tembok yang melingkari pohon Cengkeh Afo pun porak-poranda. Kata 'Afo' sendiri berasal dari bahasa Ternate yang berarti 'tua'.
Kawasan itu sejak lama terkenal dengan tiga pohon cengkih tertuanya. Hanya saja, melalui papan informasi yang ada di lokasi itu, pohon cengkih yang diperkirakan usia 416 tahun telah mati pada awal 2000. Sementara yang saat ini tengah tergeletak, usianya diperkirakan 250 tahun.
Pohon cengkih tertua yang tumbang. Foto: Rajif Duchlun/cermat
Tersisa pohon cengkih tertua ketiga yang masih berdiri gagah tak jauh dari jalan utama. Usianya sekitar 200 tahun.
ADVERTISEMENT
Menurut Mama Imba, pohon cengkih yang masih berdiri itu berada di lahan milik Haji Naser, warga asal lingkungan Facei, Kelurahan Sangaji Utara. Sementara, lokasi pohon yang belum lama roboh itu berada di atas lahan milik Anwar.
“Yang itu lahan Pak Anwar. Masih saudara dengan saya. Tapi itu semua dari tong punya tete (kakek). Namanya Tete M Zen,” ungkapnya.
Pohon cengkih tertua itu roboh, memporak-poranda tembok di sisi kanannya. Foto: Rajif Duchlun/cermat
Meski begitu, warga Tongole memanfaatkan kawasan tersebut sebagai destinasi wisata yang dikenal dengan Cengkeh Afo. Bersama Komunitas Cengkeh Afo dan Gamalama Spices (CAGS), warga menata lokasi itu dan berusaha menjaga simbol kejayaan rempah-rempah tersebut.
M Adnan Amal, dalam buku Kepulauan Rempah-rempah, menulis tanaman rempah-rempah seperti cengkih memang disebutkan berasal dari Maluku Utara. Tanaman ini mula-mula tumbuh liar di Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Kasiruta. Cengkih disebutnya baru dibudidayakan sekitar tahun 1450.
ADVERTISEMENT
Hal itu yang membuat para pedagang dari Cina, Melayu, Jawa, Arab, Persia, dan Gujarat datang ke daerah ini.
Bangsa-bangsa itu datang membawa tekstil, beras, perhiasan, dan kebutuhan hidup lainnya untuk ditukar dengan cengkih. Bahkan pemburu rempah-rempah dari Portugis, Spanyol, hingga Belanda, pernah membangun pusat dagang dunia di daerah ini.
Pamor cengkih kala itu sangat menjanjikan. Sekitar abad ke-15, harga 1 kilogram cengkih sama dengan harga 7 gram emas.
Sejarawan Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Irfan Ahmad, mengatakan bangsa Cina yang lebih dulu tiba di Maluku Utara bahkan menyembunyikan jalur asal rempah ini.
Mereka tahu betapa berharga dan khasiatnya tanaman ini sehingga memilih untuk tidak menyampaikan kepada dunia di mana tanaman bernama latin Syzygium aromaticum ini berasal.
ADVERTISEMENT
Cengkih di masa lalu juga dikenal sebagai bahan pengobatan sekaligus ritus raja-raja di dunia.
“Iya benar (rempah untuk pengobatan) bahkan sampai Timur Tengah dan Cina. Ini berlangsung cukup lama, hanya saja jalan menuju Maluku (Utara) disembunyikan oleh saudagar Cina,” ucap Irfan.
Irfan mengakui itu, dalam sejarah rempah, cengkih kerap dijadikan sebagai terapi serta obat penyembuhan penyakit.
“Kalau orang Cina dipakai para tabib, dan dipakai untuk penyembuhan berbagai penyakit. Tapi tidak disebutkan secara spesifik jenis penyakit apa. Mungkin saja sangat disembunyikan,” ungkapnya.
Bahkan, dalam ritual raja-raja di Cina sejak abad ke-3 SM hingga abad pertengahan, setiap orang yang akan bertemu raja, diwajibkan mengunyah cengkih. Ritual ini semata-mata agar bau mulut setiap orang yang bertemu raja dipastikan harum.
ADVERTISEMENT

Merawat Kejayaan

Founder CAGS, Kris Syamsudin, saat dihubungi mengenai peristiwa robohnya cengkih tertua, mengaku selanjutnya akan fokus untuk menjaga pohon Cengkeh Afo yang tersisa.
“Karena yang tong nanti mau ceritakan ke generasi yang akan datang, wisatawan yang berkunjung, sudah tara ada lagi, sisa yang ketiga. Nah yang ketiga ini otomatis harus dilindungi, yang paling penting dijaga,” ucap Kris.
Kris menjelaskan, maksud menjaga di sini jangan sampai ada yang menebang, mencoret-coret, atau mematahkan dahannya. Selain itu, masalah sumber air di kawasan itu perlu perhatian serius.
Tong harus menanam kembali lahan-lahan kosong di seputaran Cengkeh Afo untuk bisa jadi kayak resapan air yang memberikan nutrisi Cengkeh Afo yang tersisa itu,” katanya.
Kawasan Tongole saat ini memang menjadi titik destinasi ekowisata. Wisata yang dikelola warga bersama komunitas itu dibuat dengan konsep berbasis konservasi.
ADVERTISEMENT
Mereka membangun gazebo-gazebo kecil dengan arsitektur khas dari bambu. Di sekitar lokasi cengkih tertua ini terdapat banyak pohon bambu yang tumbuh.
Hal itu yang membuat warga sekitar memanfaatkan tanaman bambu untuk menata kawasan tersebut. Selain itu, mereka juga membangun usaha warga berbasis rempah. Makanan dan minuman yang dijual di kawasan cengkih tertua ini bersumber dari bahan rempah-rempah.
Minuman seperti kopi dan teh pun beraroma rempah. Makanan yang disajikan untuk wisatawan dimasak pakai bambu. Di lokasi ini juga berdiri gagah surau kecil dengan arsitektur bambu yang unik. Dari ketinggian kampung Tongole ini pula, pengunjung dapat melihat hamparan rumah-rumah di bawah kaki Gunung Gamalama.
Panorama laut luas dan gunung-gunung seperti Tidore dan Maitara juga terlihat dengan jelas.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, sudah seharusnya semua pihak, baik dari pemerintah maupun organisasi-komunitas untuk mengambil bagian menjaga kawasan tersebut.
“Komunitas-komunitas yang ada di Ternate, pihak pemerintah, badan-badan peneliti nasional yang terkait dengan pengembangan hutan produktif, atau bisa jadi juga dari pecinta rempah-rempah dunia, penjaga heritage atau pusaka, ikut terlibat (menjaga),” tukasnya.
Kris mengaku, kendati dua pohon cengkih tertua sudah tumbang, varietasnya sudah beranak-pinak di kawasan itu.
Varietas pohon cengkih tertua kedua bisa dilihat di sisi kirinya. Usianya diperkirakan masih sangat muda, belum berbuah, dan terlihat berdiri sendiri, seperti sedang meratapi orang tuanya yang baru saja tutup usia.
---
Reporter: Rajif Duchlun