‘Ruang dalam Diri’ Baru Saja Ditutup, Tapi Tidak dengan Kesenian Ternate

Konten Media Partner
27 Oktober 2020 17:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu pengunjung saat melihat karya-karya Fadriah Syuaib. Foto: Rajif Duchlun/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu pengunjung saat melihat karya-karya Fadriah Syuaib. Foto: Rajif Duchlun/cermat
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Aroma masa lalu terasa sekali saat masuk ke dalam bangunan. Coretan tangan Fadriah pun menambah sensasi lain. Satu per satu lukisan itu dipajang di setap sudut ruangan.
Pameran yang diberi nama “Kangalma: Ruang dalam Diri” ini baru saja selesai pada Senin malam, 26 Oktober 2020. Sejak dibuka dua pekan lalu, karya-karyanya terus mendapat perhatian.
Seniman Indonesia asal Ternate, Fadriah Syuaib. Foto: Rajif Duchlun/cermat
Fadriah memang bukan nama baru dalam panggung kesenian Ternate. Saat ditemui kru cermat usai acara penutupan pameran, Fadriah bercerita, ia telah memulai membuat pameran sejak 2004, kala letupan konflik horizontal belum lama terjadi di Maluku-Maluku Utara.
Konsep pameran itu pun mengangkat tema rekonsiliasi. Setelah itu, pada medio 2009, Fadriah kembali membuat pameran keduanya. Kali ini sedikit berbeda. Ia mengaku, temanya agak sedikit keluar dari zonanya sebagai seorang seni rupa.
ADVERTISEMENT
“Pameran kedua agak sedikit keluar dari zona saya. Saya mengangkat tentang karikatur,” ucapnya.
Pimpinan redaksi cermat, Faris Bobero, dan fotografer jalamalut.com, Ipang Mahardika, berfoto dengan karya Fadriah Syuaib. Foto: Gustam Jambu/cermat
Setelah bertahun-tahun kemudian, barulah ia kembali membuat pameran ketiganya, yang diakuinya memang cukup menguras tenaga dan pikiran.
“Ini karya akhir studi saya, yang mana tema pameran ini adalah Kangalma. Kangalma itu sendiri adalah gabungan antar dua bahasa, yang saya buat sendiri, kangela dan alma. Kangela (bahasa Ternate) itu usaha, kerja keras, yang mulai dari bawah tapi ada satu tujuan yang jelas. Dan alma itu adalah dari bahasa Spanyol yang secara historis, mengarah pada jiwa,” tuturnya.
Ia bilang, konsep pameran ini sudah ia siapkan selama dua tahun dan baru mulai membuatnya pada akhir Februari hingga September tahun ini.
ADVERTISEMENT
“Jadi karya ini sebenarnya untuk kebutuhan memenuhi salah satu syarat ujian. Saya merasa sayang sekali, kalau cuma kebutuhan virtual, jadi saya buka untuk dinikmati semua masyarakat Ternate,” kata Fadriah.
Semua persiapan ini, kata dia, dilakukannya sejak awal tanpa bantuan siapa-siapa. Seorang diri berusaha untuk menuntaskan satu per satu kebutuhan pameran. Kendati begitu, untuk urusan teknis, secara profesional ia melibatkan beberapa pegiat konten kreator.
Tampak sebuah karya Fadriah Syuaib dengan bentuk besar. Foto: Rajif Duchlun/cermat
“Dalam pemasangan (pameran) ada beberapa komunitas dan relawan. Sampai proses akhir pun ada dari mahasiswa, dari berbagai lintas disiplin ilmu,” tuturnya.
Ia mengaku, Kangalma adalah satu-satunya pameran yang cukup berkesan baginya dari dua pameran sebelumnya. Selain menguras tenaga, pikiran, dan waktu, ia merasa ini momen yang tepat untuk memberikan edukasi tentang berkesenian di Ternate.
Sejumlah pekerja pers foto bersama dengan Fadriah Syuaib. Foto: Faris Bobero/cermat
“Ini salah satu yang menurut saya ketika orang datang turut memberikan edukasi. Seni rupa memang harus menunjukkan eksistensi, karena yang paling ramai di kota ini itu politik dan birokrasi, kita sebagai seniman harus menunjukkan eksistensi itu,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Pameran ini menghadirkan 28 karya. Rata-rata karya yang baru dibuatnya pada tahun ini. Ada pun beberapa karya, yang dibuatnya pada 2019.
“Saya berharap, khususnya dunia seni rupa, mungkin ada perhatian sedikit terhadap ruang. Karena ruang pamer itu penting. Bagaimana anak-anak bisa berkarya, ya harus ada fasilitas minimal, supaya bisa saling eksis terus dan itu salah satu cara daerah ini keseniannya berjalan secara baik,” pungkas Fadriah.