Sakralnya Ritual Rora Ake Dango di Gurabunga Tidore

Konten Media Partner
8 April 2019 14:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pria dan seorang wanita mengumandangkan pesan perjuangan dan kehidupan bagi masyarakat Tidore dalam bentuk nyanyian, atau oleh masyarakat setempat disebut Kabata. (Foto: Olis/cermat)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pria dan seorang wanita mengumandangkan pesan perjuangan dan kehidupan bagi masyarakat Tidore dalam bentuk nyanyian, atau oleh masyarakat setempat disebut Kabata. (Foto: Olis/cermat)
ADVERTISEMENT
Syair Kabata -- nyanyian yang mengumandangkan pesan perjuangan dan kehidupan bagi masyarakat Tidore -- menyingkap keheningan malam di Kelurahan Gurabunga, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, Minggu (7/4).
ADVERTISEMENT
Liukan api di obor yang digenggam peserta ritual Rora Ake Dango atau secara harfiah; “mengambil, mengantarkan, dan mendoakan air,” berlangsung sakral dan khidmat. Semua lampu dipadamkan. Hanya nyala api di obor yang menjadi penerang. Ritual ini sebagai acara pembuka Festival Tidore tahun 2019 di Hari Jadi Tidore (HJT) ke - 911.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan, Yakub Husen, mengatakan dalam pagelaran HJT kali ini, ada beberapa agenda yang didesain tanpa mengubah substansi kegiatan.
Tarian khas Tidore ditampilkan pada ritual Rora Ake Dango di Kelurahan Gurabunga, sebagai acara pembuka Festival Tidore tahun 2019 di Hari Jadi Tidore ke - 911. (Foto: Olis/cermat)
“Kami sesuaikan dengan promosi pariwisata, sebagai mana visi ke - 5 tahun 2016-2022, yakni penguatan pembangunan sosial budaya untuk mendorong akselerasi pembangunan,” jelasnya.
Yakub bilang, tahun ini dibuat untuk pengembangan sejarah dan kebudayaan, sekaligus memperkuat konten pariwisata. “Jadi kami tambahkan beberapa kegiatan. Seperti diskusi kebudayaan dan workshop kuliner adat Tidore,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan kegiatan ini bertujuan melestarikan tradisi dan adat istiadat, sebagai intisari kebudayaan dalam menjawab pembangunan dan pengembangan daerah.
Saat ini, sedang dipersiapkan konsep dan mekanisme melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang sesuai dengan tahapan perencanaan dan penganggaran daerah. “Ini dilakukan sebagai visi menjaga identitas daerah,” jelasnya.
Sowohi Dalam Pemerintahan Kasat Mata
Tarian khas Tidore ditampilkan pada ritual Rora Ake Dango di Kelurahan Gurabunga, sebagai acara pembuka Festival Tidore tahun 2019 di Hari Jadi Tidore ke - 911. (Foto: Olis/cermat)
Dari atas ketinggian sekitar 713 meter dari pemukaan laut, udara dingin di Gurabunga seakan mencubit kulit. Alasan digelar di Gurabunga karena, kelurahan ini terdapat lima marga yang tidak bisa dipisahkan dengan Kesultanan Tidore.
Dari sini, terselip sejarah Sowohi Soa Romtoha Tomayou, atau lima marga yang memiliki peran penting dalam struktur Kesultanan Tidore. Karena dalam kesultanan terdapat dua struktur. "Ada struktur hakikat dan syariat. Hakikatnya ada di lima marga (sowohi) ini. Sedangkan syariatnya atau secara fisik ada di kesultanan," katanya.
ADVERTISEMENT
Lima marga yang dimaksud, di antaranya Fola Sowohi, Sowohi Tosofu Makene, Sowohi Tosofu Malamo, Sowohi Toduho, dan Sowohi Mahifa. Lima marga ini punya tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Arak-arakan anak cucu yang mewakili para Sowohi Romtoha Tomayou, membawa air yang tersimpan dalam bambu, pada ritual Rora Ake Dango di Kelurahan Gurabunga, Kota Tidore Kepulauan. (Foto: Olis/cermat)
"Tapi ditambah satu, yaitu Sowohi Kie Matiti. Jadi ada enam. Tapi yang satu ini bukan kelompok masyarakat adat, tapi sebagai penjaga adat saja. Namun dari sinilah cikal bakal Kesultanan Tidore berawal," tutur Yakub.
Lalu, apa kaitannya dengan ritual Rora Ake Dango?. Yakub bilang, ritual ini selalu dilaksanakan setiap saat. Perantarannya melalui air yang di ambil oleh masing-masing pimpinan atau keturunan Sowohi di atas puncak Gunung Marijang.
“Kecuali Sowohi Toduho. Mereka mengambil air di wilayah kekuasannya. Tapi substansi ritualnya adalah memanjatkan doa demi keselamatan dan kemakmuran negeri," ujarnya.
Obor menyala dalam ritual Rora Ake Dango di Kelurahan Gurabunga, Kota Tidore Kepulauan. (Foto: Olis/cermat)
Dalam prosesi Rora Ake Dango ini, kata Yakub, air terlebih dulu disemayamkan di rumah adat sowohi. Kemudian disatukan dalam sebuah tempat. Setelah itu, air dibawa oleh anak cucu Sowohi menuju keraton dan diterima oleh perangkat adat Kesultanan Tidore. "Air diterima oleh sultan dan perangkat adat," katanya.
ADVERTISEMENT
Di malam harinya, digelar ritual Ratib Haddaat Firraj atau semacam debus yang diiringi pukulan rebana. Lalu, dilanjutkan dengan Sahadat Bosokene. Dalam ritual ini, setumpuk nasi yang dimasak menggunakan santan kelapa, disimpan dalam panci yang terbuat dari tanah liat.
Kemudian seperangkat Sahadat Bosokene ini diletakkan beberapa butir telur di atasnya, dan diiringi bacaan doa. Setelah didoakan, air tersebut bisa digunakan untuk melaksanakan prosesi kegiatan adat lainnya. “Intinya, ritual ini adalah memanjatkan doa,” tandasnya.
---
Olis