Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
13 Ramadhan 1446 HKamis, 13 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner
Tanggapan Akademisi Soal Isu Ijazah Palsu Calon Bupati di Halmahera Selatan
23 Agustus 2020 16:51 WIB

ADVERTISEMENT
Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, mendadak diramaikan dengan isu ijazah palsu yang menyerang calon bupati Usman Sidik. Di mana kabar ijazah SMA Usman diduga palsu ramai beredar di publik.
ADVERTISEMENT
Akademisi Hukum Universitas Khairun yang juga mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum Kota Ternate Abdul Kadir Bubu pun ikut angkat bicara terkait polemik tersebut.
Kepada cermat, Abdul Kadir menyatakan sebagai mantan Ketua Pengawas Pemilu Kota Ternate pula, ia tergerak turut berpartisipasi meletakkan dasar yang tepat mengenai syarat calon khususnya mengenai syarat minimal pendidikan formal seorang calon kepala daerah yang menjadi polemik saat ini agar tidak menjadi liar.
"Bahwa syarat minimal pendidikan formal seorang calon kepala daerah adalah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat (vide Pasal 7 ayat 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016) yang dibuktikan dengan ijazah atau keterangan lain yang setara dengan itu. Syarat itu baru akan diketahui memenuhi atau tidak manakala sudah ada tahapan pendaftaran dan sudah dilakukan verifikasi, baik secara administrasi maupun verifikasi faktual oleh KPUD bersama dengan Bawaslu," ungkapnya, Minggu (23/8).
ADVERTISEMENT
Karena itu, Abdul Kadir bilang, polemik tentang dugaan ijazah palsu yang berkembang saat ini terlalu dini dan terkesan menyederhanakan masalah. Bahkan pihak yang menyebarkan informasi soal isu tersebut bisa dikualifikasi sebagai penyebaran informasi yang belum dibuktikan kebenarannya.
"KPUD dan Bawaslu sebagai lembaga yang berwewenang melakukan verifikasi syarat calon berupa ijazah dan syarat calon lainnya hanya dapat menyatakan memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat dan tidak dibolehkan menyatakan palsu atau tidak palsu atas dokumen yang telah diverifikasi itu. Istilah ijazah palsu atau tidak palsu adalah istilah hukum yang baru dipergunakan jika telah dilakukan pembuktian melalui Pengadilan sehingga pihak lain di luar itu entah siapapun tidak boleh mendahului Pengadilan dengan menyimpulkan ijazah tersebut paslu atau dipalsukan," tegas Abdul Kadir.
ADVERTISEMENT
Adapun mengenai ijazah bakal calon bupati Halsel yang saat ini menjadi polemik, kata Abdul Kadir, secara hukum tetap diakui keabsahannya karena di atas dokumen itu telah dilakukan pengukuhan keabsahan (legalisir) oleh pejabat yang berwewenang yakni kepala sekolah dari sekolah asal ijazah itu.
"Dan hingga saat ini belum ada bukti lain-dapat berupa dokumen pembanding-yang dapat mengesampingkan keabsahan dokumen tersebut. Dalam hukum adminstrasi negara ditegaskan bahwa keabsahan sebuah dokumen dinyatakan berakhir atau tidak berlaku manakala pejabat yang berwenang untuk itu mencabut keterangannya atau keputusanya itu, atau berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," terangnya.
"Jika hal tersebut tidak terjadi atau belum dilakukan maka dokumen tersebut (ijazah, red) tetap sah meskipun diperdebatkan secara luas. Atas dasar itulah saya mengingatkan kepada semua pihak agar tidak sembarangan menyebarkan informasi yang belum diverifikasi kebenarannya serta pihak-pihak lain yang dengan sengaja menganjurkan untuk menyebarkan informasi tersebut karena bisa dipidana oleh pihak yang merasa dirugikan," jabar Abdul Kadir.
ADVERTISEMENT
Dia bilang, tahapan Pilkada sudah terjadwal dengan baik. Karena itu ia menganjurkan penyelenggara Pilkada bertindak cermat dan jujur dalam setiap tahapan.
"Adalah hak semua masyarakat dan merupakan bentuk kepedulian warga negara dalam mewujudkan Pilkada yang jujur dan bermartabat. Sebaliknya, menyebarkan informasi yang belum diverifikasi kebenarannya dengan mendahului tahapan yang telah ditentukan oleh penyelenggara Pilkada merupakan cara yang tidak tepat dan dapat dikualifikasi sebagai kejahatan politik," ujarnya.
Abdul Kadir menambahkan, menyatakan palsu atau tidak palsu terhadap sebuah dokumen selalu dilekatkan pada wewenang pejabat tertentu, dan dalam soal ijazah, KPUD dan Bawaslu sekalipun tidak berwenang menyimpulkan palsu atau tidak palsunya sebab itu merupakan domain pengadilan.
Ia bilang, KPUD dan Bawaslu jika dalam verifikasi administrasi meragukan keabsahan keterangan berupa legalisir atau keterangan lain maka dapat melakukan verifikasi faktual kepada pejabat yang memberikan keterangan tersebut.
ADVERTISEMENT
Jika dalam verifikasi faktual, pejabat yang memberikan keterangan menyatakan bahwa dokumen tersebut serta segala keterangan di atasnya benar adanya maka KPUD dan Bawaslu tidak boleh menafsir lain selain itu dan harus menyatakan bahwa syarat calon berupa ijazah telah memenuhi syarat.
"Sebaliknya, jika dalam verifikasi faktual pejabat yang memberikan keterangan di atas ijazah itu tidak mengakui keterangannya dan memberikan keterangan lain selain yang ada dalam ijazah tersebut maka KPUD dan Bawaslu harus menyatakan bahwa syarat calon tersebut tidak terpenuhi," ujarnya.
"Oleh karena itu saya menegaskan bahwa jika tidak memiliki wewenang jangan seenaknya menciptakan wewenang sendiri dengan menyimpulkan sesuatu yang bukan menjadi wewenang kita karena dapat berujung tindak pidana," tandas Abdul Kadir.
ADVERTISEMENT