Ternate di Ambang Krisis Air

Konten Media Partner
22 Maret 2019 16:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jauhar A Mahmud, Ketua RW, yang juga tokoh masyarakat Tongole ketika bercerita pada kru cermat, soal bagaimana menjelaskan proses aliran air Tege-Tege ke pemukiman. (Foto: Rajif Duchlun/cermat)
zoom-in-whitePerbesar
Jauhar A Mahmud, Ketua RW, yang juga tokoh masyarakat Tongole ketika bercerita pada kru cermat, soal bagaimana menjelaskan proses aliran air Tege-Tege ke pemukiman. (Foto: Rajif Duchlun/cermat)
ADVERTISEMENT
Sungai itu tak lagi dialiri air, bebatuan di sekitar situ tak lagi basah. Cekungannya tampak kering di bawah rimbun pohon pala dan cengkih. Sumber air yang dulunya menghidupi masyarakat Kota Ternate kini tinggal kenangan.
ADVERTISEMENT
“Dulu, di sini kami biasa mandi. Airnya masih deras. Setelah sekitar tahun 80an, debit airnya mulai menyusut,” kata Safrin Sabtu ketika ditemui cermat pada Selasa (19/3) lalu.
Safrin mengisahkan sumber air yang berada di dataran tinggi pulau Ternate, Maluku Utara, tepatnya di kelurahan Tongole, Ternate tengah. Masyarakat biasa menyebut Air Tege-Tege sebagai penanda lokasi tersebut. “Kalau dulu dari jarak lebih 100 meter sudah terdengar suara aliran airnya,” kata Safrin bernostalgia.
Jauhar A Mahmud, ketua RW 003 saat ditemui cermat, berungkali menjelaskan menurunnya debit air di air Tege-Tege adalah dampak dari penggunaan air tanah masyarakat di kota Ternate. Ia curiga, bahwa air tanah yang terus-terusan disedot oleh warga Ternate, maupun pihak swasta seperti perhotelan tanpa pengawasan pemerintah membuat sumber air kekeringan.
ADVERTISEMENT
“Jadi mereka terus mengebor tanah dan mengambil air, walhasil kontur tanah menjadi turun dan berdampak pada menurunnya debit air,” kata Jauhar.
Keluhan kedua warga Tongole ini bukan tanpa dasar. Bahkan sejalan dengan beberapa kajian yang telah dilakukan terkait kebutuhan dan produksi air di Ternate.
Sebelumnya, Balai Wilayah Sungai Kementerian PU pernah mengeluarkan data yang mengatakan pada tahun 2030 nanti Ternate bakal mengalami krisis air. Hal itu sejalan dengan kajian yang dilakukan oleh tiga akademisi Universitas Unkhair.
Mohammad Ridwan Lessy, Nani Nagu, dan Rahim Achmad dalam jurnal yang berjudul “Vulnerability Assessment of Climate Change Impact on Small Island Water Resources” itu membahas soal bagaimana Ternate sebagai kota kecil punya ancaman terhadap perubahan iklim yang berdampak kepada sumber daya air.
ADVERTISEMENT
Menurut jurnal tersebut, pada tahun 2016, setiap orang di Ternate rata-rata menggunakan 150 liter air dalam sehari, dengan begitu ada 526.295 m3 air yang dikonsumsi masyarakat Ternate setiap harinya. Sementara, produksi air di Ternate terindikasi terjadi penurunan.
Hal tersebut terjadi karena berbagai indikator, salah-satunya adalah faktor perubahan iklim. Dalam jurnal tersebut ketiga akademisi itu mengumpulkan data tingkat curah hujan dari tahun 1990 hingga 2015. Hasilnya tahun 2015 adalah titik paling rendah terkait curah hujan di Ternate.
Karena kebutuhan akan air terus meningkat maka diprediksi pada tahun 2030 nanti, jumlah pelanggan PDAM Ternate mencapai 43.660 pelanggan. Atau produksi air mencapai 15.119.754 m3. “Sampai 2030 kemungkinan kebutuhan air di Ternate masih cukup. Namun pemerintah harus tetap waspada karena musim kemarau panjang yang sering terjadi.”
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2014-2015 misalnya, saat itu PDAM melakukan produksi di atas potensi resapan. Pada tahun 2010 Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) pernah melakukan kajian, dan memprediksi dalam waktu 10 tahun Ternate bakal dilanda krisis air. “Namun ternyata lebih cepat terjadi di tahun 2014,” kata Ahmad Rusydi Rasjid, ketua Walhi Malut.
Menanggapi hal tersebut, Ahmad Rusydi Rasjid bilang, pemerintah dan legislatif harus lebih peka dalam merumuskan regulasi. “Terutama pengambilan air tanah melalui sumur bor, serta melestarikan kembali kawasan yang terdapat titik mata air,” ujar Yudi, panggilan akrab Ahmad Rusydi.
Tak hanya itu, menurutnya, pemerintah juga harus membatasi pembangunan yang berada di kawasan hulu, sehingga debit air tak terjadi penurunan. Ketua Walhi Malut ini mengajak semua elemen seperti pemerintah serta organisasi dan masyarakat serta media untuk berperan dalam penyelamatan air.
ADVERTISEMENT
“Melalui Hari Air sedunia ini, sudah saatnya seluruh pihak harus mengambil peran dalam mengatasi krisis air di Ternate. Sebab air merupakan sumber kehidupan utama manusia,” pungkanya.
---