Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten Media Partner
Tradisi Malam Seribu Obor Khas Festival Ela-ela di Ternate
1 Juni 2019 12:24 WIB
ADVERTISEMENT
Malam ela-ela (obor) merupakan sebuah tradisi wajib masyarakat Ternate, Maluku Utara, dalam menyambut malam lailatul qadar. Tahun ini, tradisi malam ela-ela dimulai pada Jumat malam (31/5).
ADVERTISEMENT
Ritual malam ela-ela dimulai di halaman Sigi Lamo atau Masjid Besar Kesultanan Ternate. Sehabis salat magrib berjemaah, Jou Kalem (imam masjid) Kesultanan Ternate, H. Ridwan Dero, membacakan tamsil yang disenandungkan seirama dengan dalil tifa.
Diketahui, tamsil dalam sastra lisan Ternate berisi nasehat dan petunjuk yang mengandung unsur keagamaan, sebagai peringatan kepada pemeluknya agar benar-benar mempelajari ilmu agama dan mengamalkannya.
Sedangkan dolabololo adalah ungkapan perasaan dan pendapat dalam bentuk sindiran kepada seseorang, agar yang bersangkutan dapat menanggapi maksud tersebut, tanpa merasa tersinggung dengan bahasa yang digunakan.
Di depan Jou Kalem, berdiri para Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Ternate yang terdiri dari Wali Kota Ternate Burhan Abdurrahman, Wakil Wali Kota Ternate Abdullah Taher, yang juga sebagai Imam Bangsa Kesultanan Ternate, Sekretaris Kota Ternate Tauhid Soleman, dan Kapolres Ternate Azhari Juanda.
ADVERTISEMENT
Pembacaan tamsil berjalan hikmat, meski diiringi oleh rintik gerimis, sisa hujan di sore hari.
Usai pembacaan tamsil, Wali Kota Ternate, Burhan Abdurahman, lantas membakar obor sebagai simbol dimulainya malam ela-ela. Setelah itu, rombongan berpindah ke kawasan Benteng Oranje, lokasi berlangsungnya tradisi malam ela-ela.
Rombongan masuk ke kawasan benteng diiringi hadrat (musik rabana). Suasana di dalam benteng sudah dipenuhi dengan kerlip cahaya dari ela-ela maupun lilin.
Dalam sambutannya, Burhan Abdurahman mengatakan, momentum malam ela-ela ini merupakan tindak lanjut dari amanah UU Pemajuan Kebudayaan.
Selanjutnya, Forkopimda dan beberapa tamu diminta membakar obor atau ela-ela pada 10 batang pisang, yang merupakan simbol dari 10 objek pemajuan kebudayaan, yang di antaranya adalah permainan rakyat, sastra lisan hingga adat istiadat.
ADVERTISEMENT
Burhan juga mengajak semua pihak untuk terus berinovasi mencari cara terbaik untuk tetap melestarikan tradisi ini, sehingga bisa dikenal oleh masyarakat luas.
"Ini nanti menuju suatu festival yang bisa dinikmati, bukan hanya oleh masyarakat Kota Ternate, tapi juga oleh masyarakat Indonesia," ucap Burhan dalam sambutannya.
Terkait lokasi festival yang dilangsungkan di Benteng Oranje, Burhan menginginkan kawasan ini dijadikan sebagai ikon.
"(Mari) kita jadikan benteng ini sebagai ikon, sekaligus memiliki dampak ekonomi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Ternate," ucap Burhan.
Sementara, Kepala Dinas Kebudayaan Kota Ternate, Arifin Umasangaji, mengatakan kawasan Benteng Oranje memang diimpikan sebagai ruang kreatif bagi masyarakat.
"Kita kegiatan semua di sini. Karena ini ruang publik yang baru. Kita jual ini, ujung-ujungnya ini kan ritus atau wisata religi," ujar Arifin Umasangaji.
Adapun besaran anggaran yang digunakan untuk tradisi ela-ela ini, lebih dari seratus juta.
ADVERTISEMENT
"Nominalnya Rp 100 jutaan. Ini tidak mencukupi sebenarnya," ujar Arifin.
Tradisi ela-ela ini diramaikan oleh berbagai acara. Mulai dari penampilan grup musik dari Sanggar Timur Jauh, hingga permainan rakyat seperti bola api dan meriam bambu.
Rangkaian tradisi dan festival ela-ela masih berlanjut pada hari ini, dengan agenda penilaian terhadap 17 kelurahan yang mengikuti lomba kampung ela-ela.
---
Rizal Syam