Konten dari Pengguna

Potensi Pengenaan Cukai Plastik di Indonesia

Chairani Sukmaningtias
Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia
2 Januari 2022 19:28 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Chairani Sukmaningtias tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pencemaran plastik di laut. Photo by Naja Bertolt Jensen (sumber : Unsplash.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pencemaran plastik di laut. Photo by Naja Bertolt Jensen (sumber : Unsplash.com)
ADVERTISEMENT
Plastik masih menjadi barang yang seringkali kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari khususnya sebagai produk pengemasan. Hal ini dikarenakan sifat plastik yang ringan, fleksibel, murah, kuat, tahan air, dan dapat bertahan dengan jangka waktu lama (Mogomotsi et al., 2019). Namun, tindakan ini dapat menimbulkan eksternalitas negatif pada lingkungan yaitu pencemaran.
ADVERTISEMENT
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan bahwa penggunaan kantong plastik mencapai lebih dari 1 juta setiap menitnya dan sekitar 50 persen dari jumlah tersebut hanya sekali pakai. Hal ini berarti separuh sisanya akan dibuang dan berakhir menjadi sampah.
Sementara itu, setiap harinya terdapat 200.000 ton sampah nasional yang dihasilkan di mana 14 persen di antaranya atau sebesar 28.000 ton termasuk jenis limbah plastik yang dapat mencemari lingkungan (CITA, 2019). Survei World Bank tahun 2018 menyatakan bahwa Indonesia menghasilkan 0,87 kg sampah/kapita setiap harinya (World Bank, 2018). Dengan begitu, konsumsi plastik dapat mendorong peningkatan sampah yang berpotensi mencemari lingkungan.
Sampah plastik termasuk bukan hanya mencemari daratan, tetapi juga dapat terbawa aliran air sehingga berpotensi ikut mencemari perairan. Indonesia termasuk peringkat kedua negara yang paling banyak menyumbang sampah plastik di laut yaitu sebesar 3,22 juta ton per tahun, setelah Cina yang menyumbang sebesar 8,82 juta ton per tahun (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2020).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sampah plastik memiliki kontribusi terbesar dalam menyumbang sampah laut di Indonesia yaitu sebesar 46,7 persen. Jumlah tersebut diikuti oleh busa plastik yang menyumbang sebesar 14,7 persen, serta kaca dan keramik dengan kontribusi sebesar 12,9% (Biro Perencanaan KLHK, 2021). Hal ini menunjukkan bahwa sampah plastik berkontribusi terbesar dalam pencemaran perairan Indonesia.
Besarnya eksternalitas negatif yang dihasilkan dari penggunaan plastik mendorong pemerintah untuk berupaya mengendalikan konsumsi plastik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memasukkan usulan pengenaan cukai atas produk plastik dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 44F.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, pemerintah akhirnya batal memasukkan usulan tersebut dalam UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun, pemerintah masih belum menutup kemungkinan pengenaan cukai pada plastik di Indonesia. Hal ini selaras dengan pernyataan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani yang menyebutkan bahwa pemerintah telah menyetujui usulan untuk pengenaan cukai pada produk plastik (Kurniati, 2021). Lantas, bagaimana potensi pengenaan cukai plastik di Indonesia?

Potensi Pengenaan Cukai Plastik

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan dan Perindustrian (2018), data produksi kantong plastik tahun 2013-2018 menunjukkan pertumbuhan rata-rata sekitar 6% setiap tahunnya. Pertumbuhan tersebut terus terjadi di mana produksi plastik mencapai 610.667.433 kg pada tahun 2018. Tren peningkatan produksi plastik dapat berdampak pada besarnya potensi penerimaan cukai.
ADVERTISEMENT
Apabila dihitung dengan cara mengalikan jumlah produksi tersebut dan tarif cukai plastik sebesar Rp 30.000/kg, maka potensi penerimaan cukai dari produk plastik diperkirakan dapat mencapai Rp 18,32 triliun. Angka tersebut jauh lebih besar dari anggaran penerimaan cukai plastik yang telah dianggarkan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2022 yaitu sebesar Rp 1,9 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa pengenaan cukai atas plastik dapat berpotensi mendorong penerimaan cukai.
Selain dapat mendorong penerimaan cukai, anggaran penerimaan cukai juga ditujukan untuk distribusi pendapatan melalui alokasi pemerintah. Pemerintah telah merencanakan beberapa kegiatan yang dapat dialokasikan dari penerimaan cukai plastik yaitu penanggulangan atau pencegahan pencemaran lingkungan, pemulihan kerusakan lingkungan, pengembangan industri daur ulang plastik, serta inovasi produk subtitusi plastik (Yolanda & Saputra, 2021).
ADVERTISEMENT
Alokasi ini sebagai bentuk kompensasi atas biaya eksternalitas negatif yang terjadi karena adanya konsumsi plastik. Hal ini tercermin dalam alokasi untuk pencemaran dan pemulihan lingkungan. Selain itu, pengenaan cukai juga dapat mendukung industri produk ramah lingkungan seperti produk daur ulang plastik dan produk inovasi subsitusi plastik. Alokasi tersebut ikut serta mendorong masyarakat untuk beralih ke produk yang lebih ramah lingkungan.
Adapun, konsumsi kantong plastik akan menimbulkan dua jenis biaya yang terdiri atas biaya pengadaan plastik dan biaya eksternalitas negatif yang ditimbulkan (Haoran, 2012). Maka dari itu, pengenaan cukai terhadap suatu barang akan menaikkan harga barang tersebut, sehingga harga plastik menjadi lebih mahal. Hal ini berpotensi menyebabkan penurunan permintaan plastik. Dengan begitu, jumlah konsumsi plastik dapat dikendalikan (DPR, 2021). Kondisi ini selaras dengan tujuan utama cukai plastik untuk mengendalikan konsumsi plastik. Sebagaimana karakteristik cukai, cukai dapat dikenakan pada barang tertentu yang konsumsinya perlu dikendalikan.
ADVERTISEMENT
Menurut Purwoko (2012), kebijakan ini dianggap lebih tepat untuk diimplementasikan dibandingkan dengan larangan menggunakan kantong plastik sekali pakai. Dalam hal ini, cukai plastik dapat menyebabkan masyarakat lebih memilih mencari alternatif lain untuk menggantikan fungsi dari kantong plastik. Salah satunya adalah produk-produk ramah lingkungan dan dapat digunakan berkali-kali dalam jangka waktu lama.
Dampak ini dapat tercermin dari perubahan perilaku masyarakat yang mulai membawa tas belanjaan seperti goodie bag sebagai pengganti kantong plastik ketika hendak membeli barang di pasar swalayan. Hal tersebut terjadi seiring dengan pengenaan biaya tambahan apabila konsumen hendak menggunakan kantong plastik untuk membawa barang belanjaan. Perubahan tersebut menunjukkan bahwa pengenaan cukai berpotensi mendorong pengurangan konsumsi plastik masyarakat sehingga mampu mengurangi eksternalitas negatif yang dapat ditimbulkan.
ADVERTISEMENT
Secara garis besar, cukai plastik memiliki potensi besar dalam sisi penerimaan negara yang bersumber dari cukai. Selain itu, pengenaan cukai pada plastik mampu mendorong masyarakat untuk mengurangi konsumsi plastik.
Daftar Referensi
Biro Perencanaan KLHK. (2021). Laporan Kinerja : Adaptasi di tengah pandemi terus mengawal jaman yang berubah. Jakarta: Biro Perencanaan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 12
CITA. (2019, Januari 7). Urgensi Ekstenfikasi Cukai Kantong Plastik Guna Melindungi Kelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta. Dipetik Desember 16, 2021, dari https://cita.or.id/urgensi-ekstensifikasi-cukai-kantong-plastik-guna-melindungi-kelestarian-lingkungan-hidup/
DPR. (2021). Naskah Akademik : Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta. Dipetik September 26, 2021, dari https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/K11-RJ-20210629-020319-7541.pdf
Haoran He (2012). Effects of environmental policy on consumption: lessons from the Chinese plastic bag regulation. Environment and Development Economics, 17, pp 407-431 doi:10.1017/S1355770X1200006X.
ADVERTISEMENT
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2020). National Plastic Waste Reduction Strategic Actions for Indonesia. 2. https://wedocs.unep.org/bitstream/handle/20.500.11822/32898/NPWRSI.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Kementerian Perindustrian. 2018. Statistik Kinerja Industri Besar dan Sedang (IBS) Periode Tahun 2010 s.d 2015. Jakarta: Kemenperin.
Kurniati, D. (2021, Desember 10). Ekstensifikasi Barang Kena Cukai 2022, Simak Penjelasan DJBC. Jakarta. Dipetik Desember 17, 2021, dari https://news.ddtc.co.id/ekstensifikasi-barang-kena-cukai-2022-simak-penjelasan-djbc-35168
Mogomotsi, P. K., Mogomotsi, G. E., & Phonchi, N. D. (2019). Plastic bag usage in a taxed environment: Investigation on the deterrent nature of plastic levy in Maun, Botswana. Waste Management & Research, 37(1), 20-25.
Purwoko. (2012). Analisis Efektivitas Pengenaan Cukai atas Produk Kantong Plastik dan Dampaknya Terhadap Perekonomian. Kajian Ekonomi dan Keuangan, 16(2): 77-106.
World Bank. (2018). Kajian Cepat Hotspot Sampah Laut Indonesia, Laporan Sintesis, 18 Maret 2018.
ADVERTISEMENT
Yolanda, I. R., & Saputra, A. H. (2021). Penerapan Kebijakan Ekstensifikasi Barang Kena Cukai Terhadap Produk Plastik Di Indonesia. Jurnal Perspektif Bea Dan Cukai, 5(2), 290-305.