Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Indonesia Dapat Selamatkan Warga Yaman
28 Maret 2018 7:14 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Chairil Anhar Siregar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto: Penulis mendampingi farewell call (pamit) Duta Besar Wajid Fauzi kepada Presiden Yaman di Riyadh
ADVERTISEMENT
Angkatan Udara Arab Saudi berhasil melumpuhkan tujuh serangan rudal yang ditembakkan Milisi Houthi dari Yaman pada minggu malam, 25 Maret 2018 waktu setempat. Tiga rudal menyasar Ibukota Riyadh, dua menyasar Kota Jizan serta masing-masing sebuah rudal menyasar Kota Najran dan Khamis Musayt.
Di Riyadh, kepingan rudal yang berhasil dilumpuhkan jatuh di jalan ramai King Fahad, Riyadh dan pecahan lainnya jatuh di sebuah rumah menyebabkan seorang penduduk berkewarganegaraan Mesir yang sedang menikmati makan malam meninggal dunia di tempat, sementara 2 lainnya terluka.
Sontak, dunia terkejut dan ramai-ramai mengecam serangan dimaksud. Tak kurang Raja Bahrain dan Amir Kuwait serta pejabat tinggi Amerika Serikat, Inggris, UAE, dan Jordania mengecam aksi tersebut.
Sumber Masalah
ADVERTISEMENT
Serangan tersebut hanya buntut dari operasi militer decisive storm yang tidak berkesudahan. Operasi militer koalisi 9 negara kawasan Timur Tengah dan Afrika di bawah pimpinan Arab Saudi tersebut dibentuk tahun 2015 untuk membebaskan Yaman dari pengaruh Iran. Secara politis, operasi tersebut merupakan bentuk intervensi mendukung Presiden Abdrabbuh Mansyur Hadi melawan mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh yang bergabung dengan milisi Houthi.
Dampak terbesar dari operasi militer atau perang tentunya adalah kemanusiaan. United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs atau UN-OCHA mencatat Yaman sebagai salah satu negara dengan tingkat keamanan pangan paling terancam di dunia dengan ketersediaan pangan mengancam 17,8 juta penduduknya, termasuk 8,4 juta diantaranya terancam akan mengalami kelaparan.
ADVERTISEMENT
Penduduk Yaman juga terserang berbagai wabah penyakit seperti demam berdarah, campak dan kolera akibat kekurangan air bersih karena banyak sumber air yang biasa dikonsumsi telah terkontaminasi. Blokade laut turut memperparah situasi tersebut karena kapal yang membawa pasokan makanan atau memberi pelayanan kesehatan dilarang mendekat.
Indonesia dan Yaman
Indonesia tidak boleh melupakan kedekatan sejarah dan budaya dengan Yaman karena nenek moyang mayoritas WNI keturunan Arab berasal dari Yaman, khususnya wilayah Hadramaut. Sehingga sering kita temukan nama-nama bermarga Alatas, Al Katiri, Baswedan, Bawazier, Shihab dan lainnya.
Selama konflik Yaman, Indonesia telah memainkan peranannya secara proporsional, khususnya dalam isu perlindungan WNI. Di tahun 2015 Indonesia berhasil melaksanakan proses evakuasi WNI terbesar sepanjang sejarah, yakni sebanyak 2.393 WNI dievakuasi dari Yaman.
ADVERTISEMENT
Setelah dievakuasi, Bapak Wajid Fauzi menjadi Duta Besar RI untuk Yaman terakhir di Sana’a, dan hingga saat ini Kedutaan Besar RI ditempatkan di Salalah, Oman.
Ke depan, Indonesia, sebagai a true partner for world peace, security and prosperity dapat berperan lebih banyak. Diantaranya dengan menjadi mediator perundingan damai dan negosiator untuk membuka jalur blokade bagi bantuan kemanusiaan.
Peran Mediasi
Suara Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia didengar negara-negara islam. Bahkan di tahun 2015 Organisasi Kerjasama Internasional (OKI) pernah secara khusus meminta Indonesia menjadi mediator pembicaraan damai di Yaman.
Di samping itu, Indonesia memiliki segudang pengalaman dalam upaya menjaga perdamaian dunia dan misi kemanusiaan. Diantaranya dengan mengirim Pasukan Garuda ke berbagai wilayah konflik, sebagai inisiator perdamaian Kamboja melalui rangkaian Jakarta Informal Meeting yang selalu tercatat dalam buku sejarah, hingga di tahun 2017 dimana Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi merupakan salah satu pejabat tingkat tinggi pertama yang menemui Aung San Suu Kyi meminta krisis kemanusiaan di Rakhine State dihentikan.
ADVERTISEMENT
Tantangan Mediasi
Meskipun saling kunjung Kepala Negara Indonesia dan Arab Saudi selama tahun 2015-2017 menunjukkan fase kemesraan bilateral kedua negara, namun Indonesia pernah menolak bergabung dalam Koalisi Militer Islam untuk Memerangi Terorisme bentukan Arab Saudi tahun 2016. Tentu catatan ini akan mempengaruhi penilaian Arab Saudi terhadap Indonesia sebagai mediator perdamaian.
Di sisi lain adalah belum tentu Houthi dapat menerima netralitas Indonesia yang telah menjalin hubungan yang sangat baik dengan Arab Saudi. Hal ini dapat diperburuk perbedaan paham Sunni yang mayoritas dianut umat muslim Indonesia dengan Syiah yang banyak dianut Houthi sehingga menimbulkan tantangan tersendiri.
Namun, sebagai negara yang memegang teguh prinsip a million friends, zero enemy, Indonesia dapat meminta bantuan Iran, yang selama ini telah memiliki hubungan baik dengan Indonesia, untuk menyerukan Houthi membuka pintu untuk pembicaraan damai. Memang belakangan ini Iran menolak dikaitkan dengan isu kepemilikan senjata milisi Houthi walaupun terdapat beberapa indikasi yang menunjukkan hal sebaliknya.
ADVERTISEMENT
Strategi seperti ini menunjukkan seakan-akan Indonesia terlibat secara netral dalam proxy war antara Arab Saudi dan Iran. Namun, dengan menggunakan latar belakang agama dan sejarah serta mengedepankan pendekatan kemanusiaan, Indonesia dapat memainkan peran sebagai mediator perdamaian konflik di Yaman dan menyelamatkan jutaan warga yang kelaparan di sana.
“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya” Al Qur’an Surat Al Maidah Ayat 32.