Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Pondok Modern Darussalam Gontor: Alternatif Pendidikan Anak
15 April 2018 7:53 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Chairil Anhar Siregar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sedang cari informasi tentang sekolah lanjutan tingkat menengah?
Atau sedang bingung mau menyekolahkan anak dimana setelah lulus SD?
Coba kita intip pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor. Institusi pendidikan berbentuk pesantren ini mengembangkan nilai-nilai yang dapat membentuk karakter anak.
Kesan ini didapatkan para Diplomat Kementerian Luar Negeri yang sedang menjalani pendidikan tingkat menengah bernama Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (Sesdilu) dalam Program Kunjungan dan Tukar Pikiran ke Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur selama 12-16 April 2018.
Mengenal Pondok Modern Darussalam
Perlu diketahui bahwa sistem pendidikan pesantren hanya ada di Indonesia. “Ada sesuatu yang tidak biasa terdapat di luar pesantren tapi didapatkan di dalam pesantren” Ungkap Pimpinan Pondok Modern Darussalam, Gontor, K.H. Hasan Abdullah Sahal. Hal tersebutlah yang membedakannya dengan sistem boarding school di luar negeri.
Oleh karenanya, terdapat santri berkewarganegaraan Malaysia dan Thailand yang mengemban pendidikan di Pondok tersebut. Bahkan pernah ada ‘bule’ Amerika Serikat yang menyantri di sana.
Pondok Modern Darussalam didirikan tahun 1926 oleh Trimurti, K.H. Ahmad Sahal, K.H. Abdullah Fananie dan K.H. Imam Zarkasy, yang ketiganya telah meninggal dunia. Saat ini pimpinan Pondok dipegang generasi kedua yang terdiri atas K.H. Hasan Abdullah Sahal, Abdullah Syukri Zarkasy, dan Syamsul Hadi Abnan.
Pondok Modern Darussalam memiliki 20 pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi hingga Ambon. Dengan jumlah santri lebih dari 26.000, Pondok dikenal secara nasional, dan alumninya banyak yang berkiprah di tingkat internasional dan nasional. Seperti Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin, Wakil Menteri Luar Negeri A.M. Fachir, dan banyak lainnya. Berikut adalah nilai-nilai yang harus diketahui untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat tinggi Pondok Modern Darussalam dan juga Universitas Darussalam (Unida).
ADVERTISEMENT
Nilai Tambah
Selain pendidikan agama islam, terdapat nilai tambah dalam kehidupan di Pondok, antara lain:
1. Disiplin
Dididik selama 24 jam, para santri diajarkan kedisiplinan dan hidup teratur. Mulai dari menjalankan shalat wajib berjamaah, tadarus dan menghafal Al-Qur’an dengan cara baca yang sesuai kaidah (tahsin Al Qur’an), menjalani pendidikan kelas, ekstrakurikuler, hingga pemberlakuan jam malam dan piket ronda.
Kedisiplinan timbul karena panggilan jiwa para santri. Mereka hidup dalam kebersamaan karena kesiapan mereka yang sedari awal memiliki motivasi untuk hidup bersama.
Motivasi atau keinginan untuk belajar di Pondok merupakan syarat seleksi masuk Pondok, dan hal yang ditanyakan sejak wawancara pendaftaran. Sehingga bila saat wawancara ada calon santri yang belum mau masuk pesantren atau mau karena disuruh orang tuanya, maka hampir dapat dipastikan ia tidak akan lolos seleksi.
Di Pondok terdapat hukuman bila santri melanggar peraturan. Contoh kecil adalah ketika para santri membaca Qur’an untuk dihafal saat menjelang Shalat Jum’at berjamaah. Bila ada santri mengantuk maka pengajar yang disebut ustadz akan menghukum mereka dengan menghafal sambil berdiri.
Pelanggaran lain dihukum dengan cukur rambut. Hanya ada satu potongan gaya rambut bagi santri yang melanggar, yakni botak. Lucu memang. Para santri yang dicukur botak hampir setiap saat mengenakan peci karena malu ketahuan melanggar aturan oleh teman-temannya.
Di samping itu para santri juga wajib berbahasa Arab atau Inggris di lingkungan Pondok. Akan ada hukuman kepada santri yang berbicara menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah.
2. Kaderisasi Pemimpin sebagai Teladan
Agama islam mengajarkan agar tiap individu menjadi pemimpin, paling tidak dapat memimpin diri sendiri dan keluarga. Utamanya yang diharapkan adalah umat islam dapat menjadi pemimpin orang-orang yang bertakwa.
Pondok adalah wahana kaderisasi kepemimpinan. Sebagai pemimpin para santri, ustadz harus menunjukkan keteladanan dan kesesuaian antara apa yang diajarkan dengan perbuatan sehari-hari sehingga keteladanan tersebut diharapkan dapat melahirkan pribadi yang dapat dipercaya. Bila kepercayaan terhadap para ustadz sudah terbentuk, maka akan membangun pribadi santri yang taat dan patuh.
3. Pengabdian dan Kemandirian
Ustadz harus mengedepankan nilai-nilai pengabdian pada Pondok. Menjadikan Pondok sebagai bagian kehidupan yang utama.
Mereka tidak menerima bayaran atau gaji dari uang iuran bulanan yang dikenakan kepada para orang tua santri karena mengantisipasi santri akan sulit diatur dan mudah melawan bila ustadz digaji dari iuran bulanan santri.
Ustadz dididik mandiri dan sederhana. Kebutuhan hidup mereka sehari-hari diperoleh dari usaha yang dikembangkannya. Saat ini Pondok memiliki sekitar 29 unit usaha yang beranekaragam. Mulai dari percetakan, penginapan, kantin hingga pabrik air minum, es, dan roti. Para ustadz dan santri menjadi karyawan berbagai unit usaha dimaksud. Pondok mendidik para santri agar tidak berketergantungan.
ADVERTISEMENT
4. Inovatif
Para santri dapat bergabung dalam unit kerja dan kegiatan ekstrakurikuler yang sudah ada di Pondok. Merekapun dapat mengembangkan ide inovatif dengan membentuk unit usaha dan kegiatan ekstrakurikuler baru yang belum ada sebelumnya sesuai minat dan bakatnya.
Pengunjung Pondok niscaya dapat merasakan nuansa inovasi tersebut. Mulai dari Café Africa yang menyajikan minuman kekinian khas anak muda, stasiun radio Suwargo, koperasi pelajar, toko souvenir, toko pramuka yang menyediakan segala macam kebutuhan kepramukaan untuk para santri yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka, kelompok belajar bahasa Inggris, dan lain sebagainya. Bahkan kita dapat temukan kendaraan pengangkut sampah yang dirakit oleh para santri, meski belum sempurna karena di beberapa sudut pengelasannya masih terlihat sedikit kasar. Pada prinsipnya Pondok menilai bahwa semua santri memiliki potensi dalam dirinya yang dapat dikembangkan.
5. Perdamaian
Santri Pondok terdiri atas berbagai macam suku. Pernah terjadi perkelahian antar santri akibat salah satu santri tidak mengantri saat mengambil makanan. Murid lain kemudian menegur santri tersebut dengan panggilan kesukuan yang tidak mengenakkan baginya sehingga terjadi keributan.
Menghadapi permasalahan tersebut, pimpinan Pondok menyatakan agar teguran dengan panggilan kesukuan tidak menjadi masalah, sehingga para santri diharap bangga dengan panggilan tersebut. Jawaban tersebut memang mengejutkan, namun penjelasannya dapat mendinginkan suasana.
Pondok didirikan sebelum Indonesia merdeka dan telah menjadi salah satu pendukung upaya memerdekakan RI. Saat itu berbagai suku bangsa telah menjadi santri Pondok. Keanekaragaman suku bangsa tersebut bukan untuk menjadikan perpecahan namun hendaknya untuk memupuk perdamaian dan dijadikan persatuan demi kemaslahatan yang lebih baik dan lebih besar.
Pimpinan Pondok melanjutkan dengan tegas bila ada santri yang tidak mau ditegur dengan sebutan kesukuan agar segera angkat kaki meninggalkan Pondok.
6. Tidak Terlibat Politik
Semua Presiden RI pernah mengunjungi Pondok. Demikian juga para alumni yang sudah memiliki jabatan di berbagai struktur pemerintahan maupun partai politik. Namun Pondok tetap netral, tidak terafiliasi kepentingan politik manapun.
Begitu pula dengan kepentingan negara asing. Terdapat beberapa ulama Arab Saudi dan perwakilan diplomatik negara sahabat yang mengunjungi Pondok seperti Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Moazzam Malik dan Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Chang Beom. Bahkan Arab Saudi memberi sumbangan kepada Pondok. Namun demikian, Pondok tidak pernah mau dimanfaatkan oleh berbagai kepentingan negara asing tersebut.
Meskipun banyak alumni Pondok menjadi nahkoda berbagai kendaraan politik praktis. Namun tidak ada kepentingan politis yang dapat menggerakkan Pondok.
Salah satu mahasiswa Unida menceritakan contoh praktis ketika rencana aksi unjuk rasa besar-besaran ‘212’ di Jakarta. Pondok sama sekali tidak menggerakkan massa untuk turut serta dalam aksi tersebut, baik dari kalangan santri atau mahasiswa Unida.
ADVERTISEMENT
Pendaftaran Calon Santri
Orang tua yang hendak menyekolahkan anak di Pondok harus aktif mencari informasi karena tanpa komersialisasi, pembukaan pendaftaran di Pondok tidak diiklankan.
Pondok adalah institusi pendidikan menengah sehingga calon santri harus lulusan pendidikan dasar. Di samping itu, calon santri juga harus berkemampuan baca tulis bahasa Arab dan memiliki hafalan surat-surat Al-Qur’an.
Saat ini uang pangkal masuk Pondok berkisar Rp. 5000.000 dengan iuran bulanan hanya dalam kisaran Rp. 600.000 yang rasanya tidak begitu berat bagi sebagian penduduk yang tinggal di perkotaan.
Orang tua santri berkesempatan mengunjungi anaknya kapan pun. Namun santri hanya dapat meninggalkan Pondok bila tertimpa musibah seperti orang tua meninggal dan orang tuanya hendak atau telah tiba dari menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Santri memiliki 2 hak libur, yakni pertama, sebanyak 10 hari sebelum idul fitri, selama bulan ramadhan dan 10 hari sesudah idul fitri, serta yang kedua adalah saat idul adha.
Bagaimana? Mungkin saat ini Anda sudah tidak sabar ingin menyekolahkan anak Anda di Pondok Modern Darussalam Gontor.
ADVERTISEMENT