Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Deforestasi dan Sawit: Menghitung Biaya yang Tak Tertandingi oleh Hasil
9 Januari 2025 9:09 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Charina Hurul Fathonah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Senin, 30 Desember 2024, Presiden Prabowo Subianto dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 menyatakan pendapatnya mengenai tuduhan Uni Eropa terhadap Indonesia terkait deforestasi yang dilakukan akibat perluasan perkebunan kelapa sawit. Beliau menyampaikan, "Kita baik-baik saja. Bahkan, mereka bingung waktu mau ngomong-ngomong mau batasi, Eropa kan, sekarang bingung sendiri. Saya bilang, 'Terima kasih, kita enggak jual ke Anda'. Mereka panik sendiri."
ADVERTISEMENT
Pak Prabowo juga menjelaskan bahwa rakyat dan juga pengusaha tidak perlu ragu dan takut dengan tuduhan deforestasi akibat menambah jumlah tanaman sawit. "Enggak usah takut namanya (tuduhan) membahayakan, deforestasi. Namanya kelapa sawit, ya pohon, itu ada daunnya. Dia menyerap karbon dioksida, dari mana kok kita dituduh (deforestasi)? Yang mboten-mboten(tidak-tidak) saja orang-orang itu," tambahnya.
Pernyataan tersebut memicu kontroversi dari kalangan masyarakat, terutama pegiat lingkungan yang menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap klaim Presiden Prabowo yang terkesan meremehkan dampak negatif dari deforestasi. Dilansir dari VOA Indonesia, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, M Iqbal Damanik, mengkritik keras pernyataan Prabowo yang menganggap bahwa deforestasi sama sekali tidak berbahaya.
Deforestasi dan Dampaknya: Pelajaran dari Kabut Asap 2015
Deforestasi dapat diartikan sebagai hilangnya kawasan hutan yang berubah menjadi kawasan non-hutan. Pernyataan ini selaras dengan definisi deforestasi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.20/Menhut II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD). Definisi ini menjelaskan bahwa deforestasi adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.
ADVERTISEMENT
BPS merilis Angka Deforestasi Netto Indonesia tiap tahunnya selama 10 tahun dalam periode 2013-2022. Diantara tahun-tahun tersebut, angka deforestasi tertinggi berada pada 2015-2016 dengan luas lahan deforestasi mencapai 629.176,9 hektar. Di tahun yang sama, Indonesia juga mengalami bencana kabut asap yang tidak hanya berdampak bagi Indonesia, namun juga negara-negara tetangga.
Berdasarkan blog pada The Wall Street Journal, kabut asap berasal dari kegiatan membakar lahan hutan untuk pertanian, sering kali untuk perkebunan kelapa sawit. Kabut asap memang terjadi setiap tahunnya, tetapi pada tahun 2015 menjadi lebih parah akibat kekeringan yang disebabkan oleh El Nino. Bencana kabut asap 2015 menyebabkan kerugian dalam banyak aspek: kerugian ekonomi mencapai 220 triliun rupiah, 504.000 orang terutama anak-anak mengalami gangguan kesehatan ISPA, hingga kerusakan hutan seluas 2,6 juta hektar. Metode pembukaan lahan dengan api sering kali digunakan karena dianggap lebih cepat dan 10 kali lebih murah dibandingkan menggunakan mesin. Namun, pada kenyataannya, metode ini justru memberikan dampak negatif yang jauh lebih besar.
ADVERTISEMENT
Hutan Tropis: Penyimpan Karbon dan Habitat yang Tak Tergantikan
Klaim bahwa perkebunan kelapa sawit dapat menggantikan fungsi hutan sebagai penyerap karbon adalah simplifikasi yang menyesatkan. Menurut laporan FAO dalam Global Forest Resources Assessment (2020), hutan alami menyimpan lebih dari 393 ton karbon per hektar dalam biomassa di atas tanah, di bawah tanah, dan dalam tanah itu sendiri. Sebagai perbandingan, perkebunan kelapa sawit hanya mampu menyimpan rata-rata 16-32 ton karbon per hektar. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kapasitas penyerapan karbon kelapa sawit hanyalah sekitar 4-8% dari kapasitas hutan tropis alami. Selain itu, hutan tropis juga memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa dan fungsi ekosistem yang kompleks. Sebaliknya, perkebunan kelapa sawit yang bersifat monokultur tidak mendukung habitat yang beragam untuk flora dan fauna lokal.
ADVERTISEMENT
Krisis Sosial dibalik Kilauan Sawit
Ekspansi agresif industri sawit telah menciptakan luka mendalam bagi masyarakat adat Indonesia. Dari ujung barat hingga timur Indonesia, kisah-kisah perjuangan masyarakat adat mempertahankan tanah leluhur mereka menjadi potret buram dari pembangunan yang mengabaikan hak-hak mereka.
Di Kalimantan, konflik antara masyarakat adat Dayak dengan perusahaan sawit telah menjadi narasi yang berulang. Akar masalahnya terletak pada tumpang tindih klaim kepemilikan lahan antara hukum adat dan hukum negara. Masyarakat Dayak, yang telah mengelola tanah ulayat secara turun-temurun berdasarkan hukum adat, tiba-tiba harus berhadapan dengan klaim legal perusahaan sawit yang mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) dari pemerintah. Pemerintah, dalam semangat mendukung investasi dan pertumbuhan ekonomi, kerap memberikan konsesi tanpa mempertimbangkan atau berkonsultasi dengan masyarakat adat yang telah tinggal di lahan tersebut.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, di Papua Selatan, perjuangan Suku Awyu menambah daftar panjang ketidakadilan terhadap masyarakat adat. Penolakan kasasi Mahkamah Agung atas gugatan mereka terhadap PT Indo Asiana Lestari (IAL) November lalu menjadi pukulan telak bagi upaya penyelamatan 36.094 hektar hutan adat. Hendrikus Woro, pejuang lingkungan dari Suku Awyu, bahkan harus berulang kali menempuh perjalanan jauh ke Jakarta hanya untuk mendapatkan penolakan dari Mahkamah Agung sebagai institusi hukum tertinggi negara.
Perjuangan mereka adalah cerminan dari kegagalan sistem hukum kita dalam melindungi hak-hak masyarakat adat. Ketika Hendrikus Woro harus bolak-balik ke Jakarta demi mempertahankan hutan adatnya, dan masyarakat Dayak terus berjuang melawan perampasan tanah ulayat mereka, kita melihat betapa sistem hukum dan kebijakan negara lebih berpihak pada kepentingan korporasi dibanding rakyatnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Menciptakan Harmoni Antara Ekonomi dan Ekologi
Kita tentu tidak bisa memungkiri pentingnya kelapa sawit bagi perekonomian nasional. Namun, ada kebutuhan mendesak untuk memastikan bahwa pengembangan ekonomi ini dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap praktik deforestasi ilegal, menguatkan implementasi kebijakan sertifikasi sawit berkelanjutan, serta mengutamakan rehabilitasi lahan yang telah terdegradasi. Data menunjukkan bahwa sejak 2022, sekitar 39% ekspansi perkebunan kelapa sawit terkait dengan deforestasi digunakan untuk perdagangan internasional komoditas yang dijual di pasar berpendapatan tinggi (Godar et al, 2019) yang mana dengan ini menegaskan perlunya reformasi dalam tata kelola sektor ini. Food and Agriculture Organization (FAO) juga mencatat bahwa reforestasi, atau upaya mengembalikan lahan ke kondisi hutan alami, dapat meningkatan penyerapan karbon secara signifikan yang mendukung stabilitas iklim global dibandingkan pemanfaatan lahan untuk tanaman komoditas, termasuk sawit.
ADVERTISEMENT
Pernyataan tersebut didukung dengan data yang dirangkum dalam tabel di atas. Program penghijauan atau reforestasi memiliki kapasitas menyerap karbon sebesar 21,7 juta ton di wilayah seluas 180.000 hektar, mencerminkan efisiensi 26-328 ton karbon per hektar, tergantung pada metode pendekatan restorasi yang digunakan. Sementara itu, program agroforestri mampu menyerap karbon sebesar 10,8 juta ton di wilayah seluas 200.000 hektar, mencerminkan efisiensi 56-165 ton karbon per hektar. Oleh karena itu, penguatan dialog antara pemerintah, pengusaha, dan kelompok lingkungan untuk mendukung program reforestasi menjadi langkah penting untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan. Selain itu, investasi dalam pengembangan energi terbarukan juga perlu menjadi prioritas.
Penutup
Pernyataan Presiden Prabowo yang meremehkan dampak deforestasi akibat ekspansi sawit mencerminkan sikap yang mengkhawatirkan dalam tata kelola lingkungan kita. Data dan fakta telah berbicara dengan jelas: deforestasi untuk perkebunan sawit bukan hanya soal "pohon menggantikan pohon" – ini adalah krisis multidimensi yang mengancam masa depan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kita telah menyaksikan bagaimana bencana kabut asap 2015 menelan kerugian hingga 220 triliun rupiah dan membahayakan kesehatan ratusan ribu warga. Kita juga melihat bagaimana perkebunan sawit hanya mampu menyerap 4-8% karbon dibandingkan hutan tropis alami. Lebih menyedihkan lagi, kita menyaksikan perjuangan masyarakat adat seperti Suku Dayak dan Suku Awyu yang terus kehilangan tanah leluhur mereka demi ekspansi sawit yang tidak terkendali.
Sumber:
Pngtree. (2024). Pemandangan Udara Perkebunan Kelapa Sawit Muda Latar Belakang. Retrieved from https://id.pngtree.com/freebackground/aerial-view-young-oil-palm-plantation_15509943.html
Cnnindonesia.com. (2024). Prabowo Blak-blakan Reaksi Eropa Tak Dapat Sawit RI: Mereka Panik. Diakses pada 2 Januari 2025, dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20241230181537-92-1182390/prabowo-blak-blakan-reaksi-eropa-tak-dapat-sawit-ri-mereka-panik
Voaindonesia.com. (2025). Aktivis Lingkungan: Pernyataan Prabowo Soal Sawit dan Deforestasi Membahayakan. Diakses pada 6 Januari 2025, dari https://www.voaindonesia.com/a/aktivis-lingkungan-pernyataan-prabowo-soal-sawit-dan-deforestasi-membahayakan/7922112.html
ADVERTISEMENT
Fwi.or.id. (2024). Persoalan Deforestasi di Indonesia: Sebuah Polemik Berkelanjutan. Diakses pada 7 Januari 2025, dari https://fwi.or.id/persoalan-deforestasi-di-indonesia-sebuah-polemik/
BPS. (2024). Angka Deforestasi (Netto) Indonesia di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan Tahun 2013-2022 (Ha/Th).
Wsj.com. (2015). 5 Things to Know About the Haze in Southeast Asia. Diakses pada 7 Januari 2025, dari https://www.wsj.com/articles/BL-263B-6061
Setkab.go.id. (2017). Kerugian Kebakaran Hutan 2015 Rp220 Triliun, Presiden Jokowi Minta Tahun Ini Tidak Terulang Lagi. Diakses pada 7 Januari 2025, dari https://setkab.go.id/kerugian-kebakaran-hutan-2015-rp220-triliun-presiden-jokowi-minta-tahun-ini-tidak-terulang-lagi/#:~:text=Sekretariat%20Kabinet%20Republik%20Indonesia%20%7C%20Kerugian,Tahun%20Ini%20Tidak%20Terulang%20Lagi
FAO. (2024). Global Agricultural Supply Chains, Deforestation and Responsible Sourcing.
Aman.or.id. (2024). Perjuangan Masyarakat Adat Dayak Melawan Perusahaan Sawit di Kalimantan Barat. Diakses pada 7 Januari 2025, dari https://aman.or.id/news/read/1828#:~:text=Masyarakat%20Adat%20Dayak%20Bakati%20Riuk%20Sebalos%20di%20Kabupaten,menolak%20kehadiran%20perusahaan%20sawit%20di%20wilayah%20adat%20mereka.
Tirto.id. (2024). Siapa Pemilik PT Indo Asiana Lestari & Kenapa Suku Awyu Demo? Diakses pada 7 Januari 2025, dari https://tirto.id/siapa-pemilik-pt-indo-asiana-lestari-kenapa-suku-awyu-demo-gZet
ADVERTISEMENT