Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Polemik Pemecatan Caleg Terpilih: Di Mana Rasa Hormat Bagi Konstituen?
9 Oktober 2024 18:15 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Charlen Maureta Davrina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masihkah kita mengingat euforia Pemilu 2024 pada bulan Februari lalu? TPS dihias sedemikian rupa, petugas KPPS bekerja seharian, hingga jutaan rakyat Indonesia berbondong-bondong ke TPS demi memberikan suaranya. Jutaan orang terlibat demi mensukseskan pagelaran pemilu, mulai dari para elite hingga kita, masyarakat sipil.
ADVERTISEMENT
Namun, bagaimana perasaan kalian saat mengetahui, suara yang diberikan melalui kerja keras banyak orang tersebut, tak dihargai sama sekali? bahkan seperti dibuang begitu saja? itulah yang terjadi saat partai politik melakukan pemecatan sesuka hati kepada calon legislatif yang telah terpilih. Suara masyarakat yang telah memilih caleg tersebut hanyalah suara tak berarti bagi mereka yang memiliki kepentingan-kepentingan lain bagi diri sendiri.
Sebelum pelantikan anggota DPR-RI periode 2024–2029, polemik mengenai pemecatan calon legislatif terpilih mencuat ke publik. Beberapa nama yang berhasil memenangkan kontestasi pemilihan legislatif justru disingkirkan dan digantikan oleh kader lain. Kasus yang paling banyak dibicarakan ialah kasus Tia Rahmania, caleg terpilih dari PDIP untuk dapil Banten I, yang dipecat oleh partainya karena dinilai tidak lagi memenuhi syarat menjadi anggota DPR. Keputusan ini memicu gelombang pertanyaan di kalangan masyarakat, apakah suara konstituen sudah tak lagi dihargai?
ADVERTISEMENT
Ketika kita berbicara tentang sistem demokrasi yang baik, salah satu pilar utamanya adalah kedaulatan rakyat. Dalam konteks pemilu, kedaulatan ini diwujudkan melalui hak setiap warga negara untuk memilih wakil yang dianggap mampu memperjuangkan aspirasi mereka di lembaga legislatif. Namun, pemecatan caleg terpilih oleh partai politik dengan alasan internal menimbulkan masalah serius, yaitu hilangnya representasi konstituen dan semakin menguatnya dominasi partai atas kehendak rakyat.
Aturan yang Melandasi
Berdasarkan aturan tertulis, KPU memiliki kewenangan untuk menyetujui permintaan partai politik dalam mengganti caleg terpilih, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam undang-undang tersebut, terdapat empat alasan yang memungkinkan pergantian caleg terpilih: jika yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri, tidak lagi memenuhi syarat, atau dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Dengan ketentuan ini, partai politik diberi hak untuk memberhentikan atau mengganti anggota legislatif terpilih berdasarkan aturan internal mereka.
ADVERTISEMENT
Meskipun aturan ini sah dari perspektif hukum, tidak bisa dipungkiri implikasi negatifnya bagi sistem representasi. Pada dasarnya, pergantian caleg terpilih sebelum pelantikan membuka celah bagi partai untuk menunjuk orang yang dianggap lebih “loyal” atau sejalan dengan kepentingan partai, alih-alih benar-benar mewakili aspirasi konstituen. Di sinilah terjadi paradoks karena calon yang dipilih oleh rakyat justru digantikan oleh orang yang dipilih oleh elite partai. Hal tersebut tak sejalan dengan demokrasi representatif yang coba ditegakan.
Partai Politik sebagai Pemegang Kekuasaan Absolut
Dalam kasus Tia Rahmania, PDIP beralasan bahwa Tia tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPR dan oleh karenanya juga diberhentikan dari keanggotaan partai. Timbul spekulasi bahwa pemecatan ini terkait dengan kritik Tia dalam acara Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), yang mengundang Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam penataran wawasan kebangsaan. Namun, menurut PDIP, hal tersebut bukan alasan dibalik pemecatan Tia. Berdasarkan sidang internal Mahkamah Partai, Tia terbukti melakukan penggelembungan suara pada Pemilu 2024 dan hal tersebut yang mendasari pemecatannya.
ADVERTISEMENT
PDIP juga melakukan hal serupa dalam kasus Rahmad Handoyo, caleg terpilih dari Dapil Jawa Tengah V, yang digantikan oleh Didik Haryadi setelah Rahmad dipecat sebagai anggota partai. Tidak hanya PDIP, PKB pun memberhentikan lima caleg mereka secara sepihak dan mendadak tanpa penjelasan yang transparan kepada publik. Bahkan, PKB enggan menjelaskan alasan pergantian caleg terpilih dengan mengatakan bahwa hal tersebut ialah ‘urusan internal’. Partai secara sadar membuat caleg terpilih tidak lagi memenuhi syarat untuk dilantik sebagai anggota DPR dan secara sadar pula mengkhianati suara rakyat yang telah memilih.
Pergantian caleg terpilih tanpa alasan yang jelas dan terbuka adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh partai politik yang merusak prinsip demokrasi. Celah dalam regulasi dan aturan yang terlalu luas memberi ruang bagi partai untuk menyalahgunakan mekanisme internal demi kepentingan mereka sendiri. Aturan ini tidak hanya memberikan kekuasaan berlebih kepada partai, tetapi juga menghilangkan legitimasi suara konstituen.
ADVERTISEMENT
Lebih parahnya lagi, lembaga seperti KPU dan Bawaslu—yang seharusnya menjadi penjaga keadilan pemilu—tidak memiliki mekanisme yang cukup kuat untuk menahan dominasi partai politik. Tanpa ada batasan yang jelas dan pengawasan ketat, partai politik dapat terus menggunakan celah aturan untuk mempertahankan kekuasaan mereka, mengabaikan aspirasi rakyat, dan melemahkan integritas. Sistem politik kita, dalam kondisi ini, bukanlah demokrasi yang berlandaskan suara rakyat, melainkan demokrasi yang dikendalikan oleh elite partai.
Diperlukannya Penguatan Aturan
Pemecatan caleg terpilih sebelum dilantik merupakan persoalan kompleks yang membutuhkan solusi secara sistematis. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah memperkuat aturan hukum yang mengatur mekanisme pergantian caleg terpilih. Saat ini, alasan-alasan yang dapat digunakan partai untuk mengganti caleg masih terlalu luas dan rentan dimanipulasi. Hal ini harus menjadi perhatian utama bagi pembuat kebijakan, agar mekanisme pergantian tidak disalahgunakan untuk kepentingan pihak tertentu.
ADVERTISEMENT