Konten dari Pengguna

Imbas Kemacetan : Bom Waktu bagi Kesehatan Fisik dan Psikis

Chastilla Soyya sayyidinaa
Mahasiswa jurusan Psikologi Universitas Pembangunan Jaya
23 Oktober 2024 15:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Chastilla Soyya sayyidinaa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Tahamie Farooqui on Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Tahamie Farooqui on Unsplash
ADVERTISEMENT
Menjelang pergantian tahun seringkali pemerintah mengadakan perbaikan menyeluruh di daerah tertentu seperti proyek perbaikan jalan, maintenance kabel PLN, perbaikan drainase dan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari bertambahnya titik kemacetan di jalan akibat proyek tersebut seperti yang terjadi di daerah cipulir terdapat proyek galian untuk pengerjaan konstruksi pipa jacking dari Dinas SDA Provinsi DKI Jakarta (Fawdi, 2024), atau yang sedang terjadi juga di Ciledug yaitu revitalisasi jembatan dan proyek perbaikan jalan di Joglo raya (Ramdhani, 2024). Hal ini juga terjadi di daerah sekitar Bintaro yang dimana menyebabkan bertambahnya kemacetan. Kemacetan ini sangat berdampak kepada kehidupan seluruh pengguna jalan seperti pada pekerja, mahasiswa, siswa sekolah, dan lapisan masyarakat lainnya, dimana membuat mereka membuang banyak waktu di jalan atau bisa disebut “Tua di jalan” dan mau tidak mau mereka harus berangkat lebih awal untuk menghindari keterlambatan karena kemacetan tersebut.
ADVERTISEMENT

Melihat dampak kemacetan dari berbagai perspektif

Bagi para mahasiswa, kemacetan bukan hanya sekadar masalah lalu lintas. Kemacetan ini membuat mereka sering terlambat kuliah, mudah merasa lelah dan memunculkan rasa stress. Kondisi ini bisa menurunkan motivasi belajar mereka, serta dapat menyebabkan kesulitan untuk berkonsentrasi di dalam kelas dan ketika menyelesaikan tugas-tugas kuliah (Samasal et al., 2024).
Hal ini didukung oleh narasumber K yang mengatakan bahwa kemacetan yang dilewati saat berangkat kuliah membuat K menjadi kurang semangat menjalani hari, dan tidak bisa memulai harinya dengan perasaan positif karena terbawa suasana kemacetan sehingga dipenuhi perasaan amarah dan takut akan keterlambatan yang bisa saja terjadi.
Lalu melihat dari sudut pandang pekerja kemacetan yang berkepanjangan membuat para pekerja di Jakarta semakin stress. Waktu tempuh yang lama tidak hanya membuat mereka lelah, tetapi juga mengurangi produktivitas mereka di tempat kerja dan juga sulit menyeimbangkan kehidupan pribadi dan kehidupan pekerjaan. Kurangnya waktu istirahat dan tingginya tingkat stress membuat mereka sulit berkonsentrasi dan terhalang ketika menyelesaikan tugas dengan baik. Selain itu, kemacetan juga berisiko menyebabkan masalah pada kesehatan fisik serta psikis dimana dapat terjadi dalam jangka waktu yang panjang (Permatasari, 2019).
ADVERTISEMENT
Dari sisi para pejuang komuter aktivitas ini dapat dikatakan aktivitas yang sangat melelahkan. Hal ini dapat berdampak pada rasa lelah, mengganggu tidur, sulit berkonsentrasi. Dalam jangka panjang hal tersebut dapat memicu masalah kesehatan fisik seperti sakit kepala dan tekanan darah tinggi (Lavenisa, 2023).

Lalu risiko apa yang dapat muncul?

1. Munculnya Traffic stress syndrome
Terjebak dalam kemacetan panjang atau berhadapan dengan pengendara yang tidak tertib lalu lintas adalah hal yang sangat menyebalkan. Situasi seperti ini dapat memicu stres yang ditandai dengan mudah marah, cemas, sulit berkonsentrasi, detak jantung yang cepat, dan tubuh yang terasa tegang hal ini dapat memunculkan yang namanya Traffic stress Syndrome atau stress terhadap kemacetan lalu lintas. Sayangnya, stres akibat berkendara ini seringkali masih terasa meskipun kita sudah sampai di tempat tujuan (Pawestri, 2023).
ADVERTISEMENT
2. Kesejahteraan Emosional yang terganggu
Terlalu sering mengalami kemacetan ternyata bisa berdampak buruk pada emosi kita. Penelitian menunjukan bahwa orang-orang yang sering terjebak macet, misalnya lebih dari tiga kali dalam seminggu, cenderung memiliki stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang jarang mengalami kemacetan (Linda & Judith, 2019).
3. Efek Spillover yang mengganggu
Kemacetan lalu lintas ternyata memiliki dampak yang luas (Spillover), tidak hanya saat kita sedang mengemudi namun setelah melewati perjalanan yang melelahkan karena macet, kita cenderung lebih mudah membuat keributan atau merasa jengkel dengan anggota keluarga dirumah. Stres akibat macet ini bisa membuat kita merasa lelah dan mudah tersinggung sehingga sangat mempengaruhi suasana hati dan perilaku kita di berbagai aspek kehidupan, termasuk ketika sedang bekerja (Linda & Judith, 2019).
ADVERTISEMENT
4. Stres para pejuang Komuter yang meningkat
Meskipun sudah banyak dari masyarakat Jabodetabek yang sering komuter, namun fasilitas transportasi umum yang sudah ada belum cukup optimal. Akibatnya, banyak yang masih memilih naik kendaraan pribadi seperti motor maupun mobil. Perjalanan yang tidak sesuai harapan dan kondisi transportasi umum kurang nyaman membuat masyarakat menjadi stres. Dimana stres yang terjadi secara terus menerus bisa mengganggu tidur, membuat cepat lelah, dan parahnya bisa menyebabkan depresi. Selain itu, stres juga bisa membuat kita sulit berkonsentrasi sehingga pekerjaan jadi tidak maksimal (Sasongko & Setiadi, 2019).

Cara mengurangi risiko tersebut

Memang kemacetan selalu tidak bisa diprediksi atau hal tersebut berada di luar kendali kita. Namun terdapat beberapa cara untuk mengurangi risiko dari efek kemacetan tersebut yaitu.
ADVERTISEMENT
Kemacetan memang menjadi hal yang tak terelakkan, tapi risiko akibat kemacetan bisa kita atasi dari beberapa tips-tips diatas sehingga perjalanan anda lebih menyenangkan.