Apakah Aku Termasuk Pelaku Flexing?
Konten dari Pengguna
30 Mei 2023 18:10
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Chelsea Theresia Wang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah kalian melihat seseorang yang memamerkan hartanya di media sosial yang berupa bentuk fisik, barang-barang, ataupun hal yang lainnya? Atau kalian pernah mendengar atau membaca mengenai kasus yang sempat hits di Indonesia, yaitu kasus Indra Kenz dan Doni Salmanan? Jika, kalian pernah melihat, mendengar, ataupun membaca semua tentang hal itu berarti kalian pastinya sudah tidak asing lagi dengan kata flexing. Oleh karena itu, mari kita kenal lebih dalam mengenai fenomena flexing ini.
ADVERTISEMENT
Mengenal Lebih Dalam Mengenai Flexing
Kata flexing merupakan kata yang sempat populer di Indonesia. Kata flexing ini adalah istilah yang kita kenal dengan istilah pamer atau showing off. Bahkan ada juga yang mengemukakan bahwa ciri-ciri seseorang yang suka pamer dapat dilihat dari cara berpenampilan yang tidak pantas, seperti terlalu glamor, menunjukkan hal-hal indah yang dimilikinya, suka bercerita kebaikan diri, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian orang lain (Nurhayat & Noorrizki, 2022).
Banyak orang melakukan flexing di sosial media yang bisa dijadikan tempat untuk membagikan foto maupun video yang dapat dilihat dan dibagikan kepada ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang. Karena hal itu, orang-orang dapat dengan mudah untuk memamerkan harta dan pengalaman mereka di media sosial (Saraswati, 2022).
ADVERTISEMENT
Menurut psikologi klinis, perilaku flexing bisa dikaitkan dengan rasa tidak aman yang alami oleh seseorang, sehingga seseorang tersebut memiliki dorongan untuk memamerkan apa yang menurutnya unggul daripada orang lain. Sehingga banyak kejadian yang di mana orang tidak merasa percaya diri ketika datang ke acara jika tidak mengenakan barang yang bermerek. Hal ini terjadi karena adanya kekhawatiran tidak terima atau dianggap rendah oleh orang lain (Uswah, 2022).
Kenapa Perilaku Flexing Bisa Terjadi?
Adapun alasan seseorang melakukan flexing di media sosial maupun menggunakan hal yang lain, yaitu :
• Kurang empati
Menurut Irene Scopelliti seorang Professor of Marketing and Behavioral Science sekaligus peneliti di University London, mengatakan bahwa seseorang yang memiliki rasa kurang empati yang menghasilkan seseorang memiliki perilaku yang cuek dalam segala hal, termasuk dalam mempublikasikan sesuatu yang superior. Membagikan sesuatu yang superior ini merupakan hal yang bisa saja membuat orang lain yang melihat menjadi tidak nyaman dan terganggu (Kurniadita, 2022).
ADVERTISEMENT
• Kebutuhan eksistensi diri
Kebutuhan eksistensi diri merupakan motivasi terbesar yang dapat mendorong seseorang untuk memamerkan sesuatu. Menurut seseorang yang menjadi pelaku flexing, jika mempublikasikan kemewahan dan keunggulan yang dimiliki maka akan banyak orang yang bersimpati dan kagum pada pencapaiannya. Dengan begitu, semakin banyak orang yang membincangkan hal tersebut maka bisa menghasilkan konten yang viral sehingga seseorang tersebut akan semakin memiliki eksistensi diri yang lebih tinggi (Kurniadita, 2022).
• Perasaan inferioritas
Menurut teori individual psychology dari tokoh Alfred Adler mengatakan bahwa manusia termotivasi menjadi pribadi yang sukses karena adanya pengaruh dari media sosial yang artinya di mana motivasi akan muncul ketika melihat seseorang yang dianggap sebagai seorang yang sukses. Adler meyakini bahwa semua orang yang belum merasa keinginan dasar untuk menjadi bagian dalam suatu kelompok maka ia mengalami inferior. Perasaan inferior dapat muncul karena merasa ada pengalaman yang memalukan dan ketidaksempurnaan sehingga teori adler bisa mengatakan bahwa flexing merupakan self defense mechanism (Saraswati, 2022).
ADVERTISEMENT
Tips Menghadapi Pelaku Flexing
Umumnya perilaku flexing yang dilakukan oleh si pelaku merupakan hal yang tidak disadari dan diluar kontrolnya. Kita tidak bisa mengubah perilaku si pelaku tetapi kita bisa mengontrol sikap kita saat berhadapan dengan si pelaku. Adapun beberapa tips yang bisa dilakukan (Saraswati, 2022):
• Pahami orang tersebut dan pastikan apakah beneran flexing atau sharing saja. Seseorang yang terindikasi bahwa seseorang itu pelaku flexing kalau setiap bertemu dengan kita, ia selalu menceritakan tentang dirinya sendiri. Sedangkan, seseorang yang hanya sharing, ia tidak akan selalu bercerita tentang harta maupun prestasinya.
• Mengganti topik pembicaraan
• Jangan memperlakukan di depan umum
• Tinggalkan mereka. Kita sebagai pendengar, jika terus-terusan mendengarkan orang terus menceritakan hal-hal itu, maka kita akan merasa bosan dan kesal. Jika, kita tidak ada kesempatan untuk mengontrol topik pembicaraan, lebih baik memilih untuk keluar dari percakapan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, ketika kita bertemu dengan pelaku flexing maka jangan gunakan emosi saat menghadapinya, gunakanlah kepala dingin agar bisa menghadapi pelaku flexing agar tidak terjadi perpecahan karena satu-satunya cara untuk mengontrol pelaku dengan kita bisa mengontrol sikap kita.