Konten dari Pengguna

Perpustakaan: Tempat Membaca Kok Menjadi Tempat Nongkrong?

Cheralyn C Lianto
Siswa kelas 12 di Penabur Secondary Kelapa Gading
26 November 2024 15:44 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cheralyn C Lianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perpustakaan Kinokuniya, Grand Indonesia, Jakarta. Foto dari penulis.
zoom-in-whitePerbesar
Perpustakaan Kinokuniya, Grand Indonesia, Jakarta. Foto dari penulis.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

Apa itu perpustakaan?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perpustakaan diartikan sebagai koleksi buku, majalah, dan bahan kepustakaan lainnya yang disimpan untuk dibaca, dipelajari, atau dibicarakan. Pada awalnya, perpustakaan bertujuan untuk menumbuhkan rasa kecintaan siswa terhadap budaya membaca. Di dalam perpustakaan tersedia buku, majalah, dan riset yang ditata secara rapi pada rak masing-masing berdasarkan jenisnya. Oleh sebab itu, orang-orang datang ke perpustakaan untuk menambah wawasan di bidang tertentu. Siswa-siswi dapat memanfaatkan buku-buku yang tersedia untuk mengerjakan tugas atau penelitian. Mereka juga dapat meminjam buku untuk jangka waktu tertentu jika ingin mendalami topik lebih lanjut.
Seiring berjalannya waktu, perpustakaan harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi untuk meningkatkan akses informasi. Perpustakaan tidak lagi hanya menyediakan buku, tetapi mereka juga menyediakan komputer serta layanan internet. Menurut hasil survei dari IPB, lebih dari 92,6% perpustakaan sudah dilengkapi dengan komputer pada abad ke-20. Inilah yang disebut “Perpustakaan Digital”. Orang-orang tidak lagi harus mengandalkan ketersediaan buku secara fisik untuk menimba ilmu. Siswa-siswi mulai datang ke perpustakaan untuk menggunakan alat-alat tersebut, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk mengerjakan kerja kelompok. Tentunya beberapa perpustakaan memperhatikan hal tersebut dan menyediakan lebih banyak komputer. Bahkan, mereka menyediakan ruang khusus untuk berdiskusi, seminar, atau acara edukatif lainnya. Oleh karena itu, perpustakaan kini tidak hanya menjadi tempat membaca dan mencari ilmu, tetapi juga sebagai pusat kegiatan komunitas berdiskusi dan bersosialisasi.
ADVERTISEMENT
Dengan perkembangan ini, perpustakaan mempunyai tantangan baru, yaitu mempertahankan fungsi utamanya sebagai tempat membaca yang tenang bagi masyarakat, sementara di sisi lain juga beradaptasi dengan kebutuhan sosial masyarakat yang baru ini. Banyak perpustakaan modern memiliki ruang yang nyaman, dilengkapi dengan tempat duduk dan meja kerja agar mengerjakan tugas terasa lebih enak. Selain itu, perpustakaan modern sudah dilengkapi dengan fasilitas yang lebih canggih. Mereka menyediakan WiFi gratis bagi para pengunjung agar mudah mengakses informasi ketika mereka sedang berdiskusi ataupun mencari topik yang belum tersedia buku secara fisik. Beberapa perpustakaan juga terdapat kafe yang menjual makanan dan minuman agar menarik lebih banyak pengunjung, meskipun demikian perpustakaan tidak memperbolehkan mereka makan dan minum di dalam ruangan.
ADVERTISEMENT
Namun, perpustakaan seringkali disalahgunakan sebagai tempat nongkrong. Dengan alat dan ruangan yang modern dan terbaru, para pengunjung justru memanfaatkan fasilitas tersebut untuk duduk-duduk santai, ngobrol dengan teman, atau bahkan menghabiskan waktu berlama-lama dengan perangkat elektronik mereka tanpa tujuan yang jelas. Fenomena perpustakaan yang berubah menjadi tempat nongkrong tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Orang yang pergi ke perpustakaan dengan niat belajar jadi merasa terganggu.
Dalam pengalaman pribadi saya saat mengunjungi Jakarta Library and HB Jassin Literary Document Center di daerah Cikini, perpustakaan itu begitu penuh sehingga tidak ada kursi yang tersisa. Saya melihat banyak orang yang duduk di lantai di antara rak buku atau bahkan berdiri di samping tembok untuk membaca buku. Parahnya, beberapa orang yang mempunyai tempat duduk justru terlihat sibuk dengan ponsel masing-masing dan tidak mengambil buku sama sekali. Selain hal tersebut, ada begitu banyak orang yang mengobrol sehingga sangat berisik dan sulit untuk membaca atau menyelesaikan pekerjaan di sana dengan tenang.
ADVERTISEMENT
Jakarta Library and HB Jassin Literary Document Center, Cikini, Jakarta. Foto dari penulis.

Tetapi, kok tempat yang tenang tadi bisa berubah secara drastis menjadi pusat obrolan?

Salah satu penyebabnya adalah fasilitas nyaman yang kini tersedia di banyak perpustakaan. Ketersediaan komputer, makanan, dan WiFi gratis membuat para remaja ingin berkumpul dengan teman-teman sebagai tempat nongkrong yang dekat dan terjangkau. Tidak hanya itu, desain ruangan yang estetik membuat para pengunjung datang ke perpustakaan hanya untuk foto-foto. Tentunya, hal tersebut membuat perpustakaan lebih ramai dan berisik.
Selain itu, perkembangan teknologi juga dapat mengubah pola pikir masyarakat terhadap perpustakaan. Bagi generasi muda, mereka lebih memilih untuk mencari informasi secara digital daripada mengandalkan buku yang tersedia secara fisik. Dengan adanya layanan internet tersebut, sangat mudah bagi para remaja untuk terganggu dan mulai membuka media sosial seperti YouTube, Instagram, atau TikTok.

Lalu, bagaimana kita bisa mengatasi hal tersebut?

Untungnya, ada beberapa cara untuk mengatasi masalah ini. Salah satunya adalah menyediakan ruangan terpisah untuk kegiatan sosial dan kegiatan membaca. Orang-orang yang ingin menggunakan komputer, mengerjakan tugas kelompok, dan berdiskusi dengan teman-teman dapat menggunakan ruangan khusus. Dengan adanya solusi ini, orang yang ingin bersosialisasi dapat tetap menggunakan fasilitas perpustakaan tanpa mengganggu orang yang sedang melakukan kegiatan membaca. Hal tersebut sudah diterapkan di beberapa perpustakaan besar Jakarta. Namun, masih ada banyak orang yang menganggap hal ini sepele. Inilah pentingnya perpustakaan mengadakan penyuluhan. Pengelola perpustakaan harus tegas dalam mengingatkan fungsi utama pada para pengunjung bahwa perpustakaan adalah tempat yang tenang untuk membaca buku.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, perpustakaan juga dapat mengadakan program literasi seperti seminar atau workshop. Di perkembangan digital ini, program tersebut penting agar generasi muda tidak lagi asing dengan budaya membaca. Dengan adanya kegiatan-kegiatan seru tersebut, kalangan anak muda dapat mengubah pola pikir mereka terhadap membaca buku.
Dengan demikian, kita sebagai masyarakat Indonesia harus tetap menjaga keseimbangan antara bersosialisasi dan belajar dalam perpustakaan, sebab walaupun perpustakaan sudah menerapkan peraturan-peraturan yang baru, kitalah yang harus menaati peraturan tersebut agar berjalan dengan lancar. Perpustakaan adalah sumber pengetahuan bagi masyarakat Indonesia yang mempunyai potensi kuat untuk meningkatkan literasi pada generasi berikutnya. Mari kita ingat bahwa perpustakaan adalah tempat untuk belajar dan mengembangkan diri, bukan hanya tempat untuk nongkrong.
ADVERTISEMENT