Kehadiran ChatGPT Memaksa Dosen untuk Survive

chevy ning suyudi
ASN bekerja di Bappeda Kota Kediri
Konten dari Pengguna
7 April 2023 15:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari chevy ning suyudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ChatGPT (Chat Generative Pre-trained Transformer) sebuah chatbot dengan teknolgi artificial intelligence berupa model bahasa generatif. Photo: Sanket Mishra, Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
ChatGPT (Chat Generative Pre-trained Transformer) sebuah chatbot dengan teknolgi artificial intelligence berupa model bahasa generatif. Photo: Sanket Mishra, Pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Itu ungkapan lama ketika orang dihadapkan pada pertanyaan yang harus dicari jawabannya. Sesimpel itu untuk mengetahui segala pengetahuan yang ada di dunia ini.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, ketika mengakses Google masih terasa seperti berhadapan dengan sebuah mesin, namun beda dengan ChatGPT, pengguna seolah berbicara dan bahkan berdiskusi seperti layaknya berhadapan dengan sesama manusia.
Platform berbasis kecerdasan buatan ini semakin marak digunakan oleh mahasiswa. Selain gratis juga sangat mudah penggunaannya. ChatGPT dapat menyerap data yang berasal dari artikel, buku teks, surat kabar online, dan situs web yang tersedia di jagat maya.
Kemudian data tersebut diproses menggunakan natural language processing (NLP) dan machine learning sehingga menghasilkan jawaban yang mudah dimengerti, dan bahkan mirip dengan bahasa manusia.
Kemampuan ChatGPT dapat merespons dengan cepat pertanyaan yang diajukan oleh pengguna, bahkan bisa menjawab soal-soal matematika. Mahasiswa dimanjakan dengan platform ini, karena dapat mengerjakan tugas dengan sekali perintah. Tidak perlu berpikir keras jika hanya sekadar menyelesaikan tugas-tugas seperti penelitian, jurnal, karya tulis, skripsi, ataupun tesis.
ADVERTISEMENT
Tinggal ketik saja informasi yang dibutuhkan, kemudian informasi tersebut diolah sehingga menghasilkan jawaban terbaik. Mahasiswa sangat terbantu terutama untuk menentukan judul, membuat ringkasan, membuat kata pengantar, mengoreksi tulisan, hingga menerjemahkannya. Lebih gilanya lagi, bisa membantu menyiapkan jawaban yang biasa ditanyakan oleh dosen saat pengujian skripsi.
Akan terasa absurd jika dosen belum mengenal ChatGPT. Dosen hanya akan disepelekan oleh mahasiswanya, karena mereka tidak perlu usaha atau capek-capek mendengarkan materi kuliah untuk menebus tumpukan tugas yang sering diberikan oleh dosen.
Teknologi menggeser proses belajar mengajar ke ruang maya. Photo: Vanessa Garcia, Pexels.com
Kemampuan dosen dalam menangkap dan mengolah informasi dipertaruhkan sehingga perannya tetap terjaga sebagai penyampai informasi yang terkini dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Untuk menambah penguasaan pengetahuan dosen secara pribadi tentunya ChatGPT bisa menjadi kawan.
ADVERTISEMENT
Dan berubah menjadi musuh ketika mahasiswa hanya berorientasi menyelesaikan tugas yang diberikan dosen, dengan mengabaikan proses belajar mengajar. Ruang kelas menjadi hampa tanpa ada interaksi dalam proses transformasi pengetahuan dari dosen ke mahasiswa. Yang terjadi hanyalah jual beli soal dan jawaban.
Dosen tidak lagi mampu menilai kemampuan mahasiswa karena sesungguhnya yang mengerjakan adalah mesin. Jika platform ini digunakan terus menerus maka mahasiswa akan kehilangan daya kritis berpikirnya dan menjadi generasi yang cenderung malas.
Interaksi sosial semakin bergeser ke ruang maya, dengan adanya teman diskusi yang terbilang cerdas. Proses belajar mengajar yang sebelumya dibatasi karena pandemi covid19, dengan hadirnya ChatGPT hal itu akan berlanjut. Interaksi dilakukan melalui layar monitor, menjadikan buku teks dan kuliah tatap muka tidak menarik lagi.
ADVERTISEMENT
Seperti halnya media sosial yang bisa membuat mahasiswa tertarik menggunakannya dengan berbagai alasan. Mulai dari mendapatkan informasi, cari perhatian, menumbuhkan citra, juga sekadar untuk hobi, bahkan untuk menjalin pertemanan, berbisnis, dan mencari pasangan hidup. Media sosial punya peran penting dalam berinteraksi sosial antar mahasiswa.
Keberadaan media sosial ditambah dengan kehadiran ChatGPT, telah mengubah pola interaksi tanpa harus berada dalam satu ruang dan waktu bersamaan. Tidak ada batas yang menghambat orang untuk berinteraksi.
Era digital membuat hubungan ruang dan waktu terputus kemudian ruang perlahan terpisah dari tempat. Dapat terlihat bahwa manusia menciptakan interaksi baru tanpa harus bertemu fisik.
Ilustrasi dosen Pria. Foto: Shutter Stock
Kecerdasan buatan telah menciptakan mesin yang berperilaku layaknya manusia, meskipun terasa ada interaksi namun itu hanyalah semu. ChatGPT akan menjadi siapa saja yang diinginkan oleh penggunanya. Mahasiswa ingin membahas ilmu hukum maka ChatGPT akan berperilaku sebagai ahli hukum, bukan sekadar dosen.
ADVERTISEMENT
Pada Februari 2023, sebuah studi di Amerika menyatakan ChatGPT berhasil lulus ujian sekolah kedokteran. Pertanyaan yang disodorkan adalah deretan soal-soal Ujian Lisensi Medis, dan hasilnya ChatGPT mencapai nilai yang setara dengan nilai kelulusan untuk mahasiswa kedokteran tahun ketiga. Sebelumnya profesor hukum dari Minnesota University Law School menyatakan ChatGPT juga pernah lulus ujian sekolah hukum.
Usia ChatGPT belumlah genap 1 semester sejak dirilis pada November 2022, bayangkan jika semakin banyak digunakan, maka dalam rentang waktu 1 tahun akan menjadi mesin yang super jenius. Kondisi tersebut akan berpotensi menjauhkan mahasiswa dari dosen. Mahasiswa akan kehilangan nalar kritisnya karena kekuatan interaksi dengan dosen terletak pada pembelajaran analitik sintetik.
Kehadiran ChatGPT cenderung membuat mahasiswa kehilangan motivasi selama belajar. Dapat meniadakan interaksi dosen-mahasiswa yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan budaya akademik, transfer pengetahuan, pengalaman dan permasalahan, serta empati.
ADVERTISEMENT
Kompetensi dosen sedikit demi sedikit akan tergantikan oleh kecerdasan buatan. Mereka tidak bisa lagi memonopoli pengetahuan, bahkan saat ini pun perasaan tidak aman dengan pekerjaannya sudah mulai menghantui. Mereka tidak lagi bersaing dengan rekan seprofesinya, melainkan dengan mesin-mesin yang diciptakan memiliki perasaan serupa dengan manusia.
Dosen mempunyai tantangan untuk survive mengatasi hal tersebut, harus diantisipasi dengan metode pembelajaran yang mengedepankan High Order Thinking Skill (HOTS) untuk memperkuat kemampuan berpikir dan analisis mahasiswa. Dibutuhkan kebijakan akademik untuk pemanfaatan ChatGPT pada proses belajar mengajar, sehingga integritas perguruan tinggi akan tetap terjaga.