Model Tirakat yang Relevan di Masa Ancaman Resesi

chevy ning suyudi
ASN bekerja di Bappeda Kota Kediri
Konten dari Pengguna
16 Maret 2023 17:46 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari chevy ning suyudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ancaman resesi global. Ilustrasi: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ancaman resesi global. Ilustrasi: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Saat ini masyarakat tengah dihadapkan pada ancaman resesi global. Seperti disampaikan oleh Dana Moneter Internasional (IMF), yang memperkirakan sepertiga dunia akan mengalami resesi di tahun 2023. Beberapa pakar juga memberikan ilustrasi bahwa resesi ini lebih horor dibanding krisis moneter 1998.
ADVERTISEMENT
Masyarakat bereaksi terhadap ancaman resesi tersebut, berbagai informasi di media banyak menyajikan tips, cara, dan persiapan menghadapi resesi global. Secara tidak sadar muncul gerakan tirakat untuk benar-benar melakukan penghematan atau puasa belanja dengan menumpuk uang di Bank.
Hasilnya sangat mencengangkan, sepanjang tahun 2022 ada Rp. 690 triliun dana masyarakat yang ngendon di Bank. Artinya masyarakat ngerem untuk tidak membelanjakan uangnya, mereka memilih untuk menahannya di Bank dan akan digunakan saat resesi terjadi. Saat ini uang-uang tersebut sedang ber-hibernasi, dan pemiliknya menjalani hidup prihatin, melakukan tirakat dengan puasa belanja.
Jika membaca kisah-kisah dalam sejarah jawa, cerita pewayangan, ataupun cerita babad, model tirakat tergambar pada tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Dalam serat Wulang Reh karya Sri Pakubuwana IV mengajarkan untuk menjadi pemimpin harus bisa prihatin dengan mencegah dhahar lawan guling, yaitu mengurangi makan dan tidur. Hal tersebut mengajarkan untuk menjadi pribadi yang tidak mudah didikte oleh materi, sehingga dapat menguatkan mental sebagai khalifah.
ADVERTISEMENT
Dalam cerita pewayangan, model tirakat yang panjang dialami Pandawa di hutan Kamiyaka. Meski diusir dari istana kerajaan, mereka bisa survive karena menjalani puasa dengan memakan makanan yang hanya disediakan oleh alam. Ibunya, Kunti selalu memberi nasihat-nasihat untuk membakar semangat putra-putranya. Di antara nasihatnya, "lelakon iku adile dilakoni," artinya penderitaan, bencana, atau musibah harus dihadapi dan dijalani dengan tawakal dan legawa.
Pada masa penjajahan, model tirakat dilakukan dengan otomatis dan tanpa sadar. Saat itu sandang pangan serba mahal, serta beban pajak yang sangat tinggi, masyarakat dipaksa untuk hidup prihatin. Tirakat yang dilakukan bukan sekadar menahan tidak belanja, lebih dari itu bahkan terbiasa menahan lapar, haus, dan berjalan kaki berkilo-kilo meter.
menumpuk uang di Bank dan ngerem belanja. Ilustrasi: Pixabay.com
Tirakat sangatlah penting, karena pada masa itu membelanjakan uang berarti menguntungkan penjajah atau musuh. Namun, di saat ancaman resesi di depan mata justru model tirakat seperti itu tidak membawa kemaslahatan. Masih banyak pasar yang belum kembali normal meski pandemi sudah berakhir, kemudian juga masih banyak pedagang kecil yang belum bisa melunasi utangnya, karena dagangan tidak laku.
ADVERTISEMENT
Ancaman resesi yang saat ini dihadapi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan. Salah satu penyebab adalah rendahnya belanja masyarakat. Menurut data BPS, 53% pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh belanja masyarakat. Menkop UKM, Teten Masduki mengatakan, "Belanja pemerintah ke produk lokal yang sebesar Rp. 400 triliun saja bisa menciptakan sekitar 2 juta lapangan kerja dan mengerek 1,8 persen pertumbuhan ekonomi, apalagi kalau belanja masyarakat juga ke produk lokal."
Uang sejumlah Rp. 690 triliun yang tersimpan di Bank, sangat ditunggu oleh pedagang pasar, warung, PKL, seniman dan semua pelaku usaha informal untuk dapat melakukan aktivitas ekonomi. Model tirakat masa lalu sangat mungkin tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini. Kita mesti membentuk model tirakat yang lebih baru dan lebih relevan dengan kondisi saat ini.
ADVERTISEMENT
Selama pandemi banyak pedagang tidak bisa berjualan, mereka beralih mencari pekerjaan lain. Beruntung saat itu masih banyak bantuan sembako dan BLT. Saat ini bantuan-bantuan sudah tidak ada, mereka mulai kembali berjualan, tapi kondisinya masih sepi pembeli.
Pak Slamet, penjual penthol yang biasa berjualan di salah satu SD Negeri di Kediri menceritakan, "Pas pandemi itu, saya gak bisa jualan, sekolahnya tutup. Ya, kerja serabutan. Sekarang udah 3 bulan berjualan lagi di sini, tapi ya gak rame kayak dulu Mas."
Bayangkan jika kita memberikan uang jajan 10 ribu pada anak, nantinya yang 5 ribu dibelanjakan ke penjual penthol di sekolah. Selanjutnya uang jajan tersebut akan dibelanjakan lagi oleh pedagang penthol, untuk kulakan ke pasar, sehingga esok harinya dapat berjualan penthol lagi. Berbeda jika uang 10 ribu tersebut ditabung, maka akan ada rantai ekonomi yang terputus.
ADVERTISEMENT
PKL yang berjajar sepanjang jalan, meski keberadaannya sedikit mengganggu, bikin macet dan terkesan kumuh, tapi di sisi lain itu merupakan lapangan pekerjaan. Industri kesulitan membayar upah sesuai UMR, mereka akan berupaya melakukan efisiensi dengan mengurangi pengeluaran untuk upah. Bekerja sebagai PKL jadi solusi, dan mereka membutuhkan uluran gotong royong dari uang yang selama ini terparkir di Bank.
Gotong royong ala netizen juga bisa jadi model tirakat yang relevan untuk saat ini. Seperti yang dilakukan akun Tiktok @am.pras dengan mengunggah pedagang nasi goreng yang makan dagangannya sendiri karena sepi pembeli. Perasaan iba melihat kondisi tersebut, membuat pemilik akun membagikan kisah pak Alip yang berlokasi di Tegal. Pemilik akun tersebut ikut mempromosikan dagangan pak Alip.
Sepi pembeli, pedagang nasi goreng memakan dagangannya sendiri. Foto: TikTok @am.pras
Model tirakat gotong royong, yaitu dengan membelanjakan uang tanpa diiringi dengan pemborosan, bisa menjadi model tirakat yang bermanfaat di tengah ancaman resesi saat ini. Kita tidak bisa diam menunggu resesi terjadi. Menurut saya lebih baik tetap belanja agar resesi tidak terjadi. Ketika negara sudah masuk jurang resesi, uang yang sudah kita siapkan pun tidak banyak membantu karena ketersediaan barang kebutuhan menjadi langka dan harga menjadi sangat mahal.
ADVERTISEMENT
Beberapa negara di Eropa dan Amerika, sudah lebih dulu masuk ke jurang resesi. Di Inggris, anak sekolah banyak yang kelaparan, bahkan rela memakan karet. Ada juga yang berpura-pura makan di kaleng kosong, karena malu jika temannya tahu bahwa dari rumah tidak dibawakan makan. Beberapa anak memilih sembunyi saat jam makan siang di sekolah, karena mereka tidak sanggup membeli makanan.
Cerita lain datang dari mahasiswa asal Indonesia yang sedang studi di Jerman dan Prancis. Karena pasokan energi berkurang, membuat warga Prancis melakukan penghematan. Bahan bakar pangan mengalami kelangkaan, sehingga harga membumbung tinggi. Para pekerja dari kilang minyak, transportasi, kesehatan melakukan demo besar-besaran agar Pemerintah dapat bergerak cepat mengendalikan kekacauan.
Di Jerman, hampir 30% warga terancam menjadi miskin. Tunawisma meningkat tajam, kesempatan kerja makin sempit, mereka hidup dari bantuan makanan dan pakaian. Kemiskinan merembet ke pendidikan di mana beberapa kampus kehilangan mahasiswa, 1 dari 3 mahasiswa berada di bawah garis kemiskinan. Banyak mahasiswa yang drop out dan memilih untuk bekerja, mereka tidak hanya cari kerja paruh waktu, tapi kerja 40 jam seminggu.
ADVERTISEMENT
Indonesia, jangan tunggu datangnya resesi, lakukan model tirakat yang relevan untuk masa sekarang ini. Ayo bergerak secara gotong royong untuk mencegah resesi. Orang kaya yang uangnya triliunan di Bank agar digunakan untuk belanja sehingga ekonomi berputar dan kemiskinan tidak bertambah.
Ilustrasi gotong royong. Sumber: https://ntmcpolri.info
Ramadhan nanti menjadi ajang penting untuk mengalahkan ancaman resesi. Umat muslim melakukan tirakat, berpuasa menahan diri tidak makan dan minum mulai fajar hingga terbenamnya matahari. Momen berbuka puasa sangat dinantikan oleh orang-orang seperti Pak Slamet penjual penthol dan Pak Alip penjual nasi goreng, yang sudah sekian lama berpuasa karena sepi pembeli.
Sudah waktunya lebaran untuk mengakhiri model tirakat dengan melakukan puasa belanja. Saat ini yang terpenting adalah tetap membelanjakan pendapatan, walaupun tetap rasional, tidak boros, dan sesuai kebutuhan. Usahakan belanja pada produk dalam negeri untuk mendorong ekspansi usaha dan menciptakan lapangan kerja.
ADVERTISEMENT