Bahaya Plastik Bagi Ekosistem Laut: Tinjauan Saintifik dan Rekomendasi Kedepan

Chiara Wongkar
Undergraduate Student
Konten dari Pengguna
18 Januari 2021 21:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Chiara Wongkar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Magnus Larsson/Getty Images/iStockphoto
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Magnus Larsson/Getty Images/iStockphoto
ADVERTISEMENT
Tak terelakan bahwa sampah plastik merupakan komponen terbesar dalam pencemaran lingkungan baik di tanah maupun laut. Apalagi dihadapkan pada situasi sosial-ekonomi masyarakat yang seakan melekat dengan ketergantungannya terhadap plastik pada aktivitas sehari-hari. Berangkat pada fakta empiris tersebut, maka tulisan ini bertujuan sebagai sarana untuk menyadarkan masyarakat dan pemerintah bahwa sampah plastik membawa dampak yang signifikan bagi lingkungan, terutama ekosistem laut dan merupakan masalah darurat yang harus segera diatasi.
ADVERTISEMENT
Plastik merupakan material bendawi berbahan polimer sintesis yang dibuat melalui proses polimerisasi. Penggunaan plastik dan mikroplastik sendiri terus berkembang secara eksponensial sejak tahun 1950 ketika plastik mulai diproduksi secara besar-besaran. Jumlahnya yang sangat banyak serta membutuhkan waktu 60-70 tahun untuk terdegradasi mampu menyebabkan masalah lingkungan yang sangat serius. Berangkat dari penelitian Moore pada tahun 2008, sekitar 60-80% sampah laut merupakan sampah plastik. Sejalan dengan data tersebut, menurut data dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), setiap tahunnya Indonesia diperkirakan membuang sebanyak 1,29 juta ton sampah ke sungai yang bermuara di lautan. Data ini menunjukan bahwa jumlah sampah plastik yang terbuang di laut Indonesia sudah sangat banyak dan memprihatinkan. Tak hanya dalam wujud fisik bendawi, plastik juga mencemari lingkungan dengan bentuknya sebagai mikroplastik. Data yang ada menunjukan bahwa jumlah mikroplastik yang tersebar di lingkungan kini mencapai angka 51 triliun butir.
ADVERTISEMENT
Plastik mampu mencemari laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain banyaknya kasus dimana banyaknya biota laut yang meninggal akibat mengonsumsi plastik, secara tidak langsung plastik juga berdampak dalam merusak rantai makanan yang ada di laut. Hal ini terbukti dimana pada tahun 2018, plastik ditemukan dalam tubuh banyak organisme, mulai dari bangkai penyu, paus sperma, bayi anjing laut, lobster, paus pilot jantan, serta banyak hewan lainnya dengan organ dalam yang sudah banyak tercemar sampah plastik. Hal ini sangat berbahaya karena saat organ suatu organisme tercemar oleh plastik maka hal tersebut dapat menyebabkan penyumbatan, komplikasi, hingga kematian. Bahkan data dari wwf.panda.org menyebutkan bahwa setidaknya ada 267 spesies di seluruh dunia yang telah terkena bahaya dari sampah plastik, meliputi 84% penyu laut dan 43% mamalia laut. Kasus-kasus ini menunjukan bahwa bahaya sampah plastik adalah nyata, darurat, dan mengancam semua organisme yang ada di laut.
ADVERTISEMENT
Dampak secara tidak langsung yang ditimbulkan adalah sampah plastik mampu menyebabkan kerusakan terumbu karang. Keberadaan terumbu karang sangat mempengaruhi keberadaan organisme laut lainnya karena menyangkut fungsinya sebagai habitat bagi organisme laut. Fungsi krusial terumbu karang lainnya adalah menyesuaikan kadar karbon dan nitrogen dalam air dan menghasilkan nutrisi yang berperan penting dalam rantai makanan laut. Studi dari Joleah B Lamb (2018) menyebutkan bahwa 89% terumbu karang yang bersentuhan dengan plastik cenderung terjangkit penyakit karena buangan sampah plastik dapat memicu terjadinya kolonisasi mikroba patogen. Saat ini 60% dari terumbu karang telah rusak parah dan setengah dari The Great Barrier Reef telah mati. Fakta ini memperlihatkan bahwa pada kondisi eksisting, habitat flora dan fauna sudah mengalami degradasi fungsi dan banyak dari terumbu karang sudah tidak berfungsi dengan semestinya. Akibat jangka panjang yang kemudian potensial terhadi adalah timbulnya kepunahan organisme laut yang akan akan berujung pada penurunan biodiversity laut. Padahal, biodiversity sendiri memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut.
ADVERTISEMENT
Selain terumbu karang, sampah yang ada di laut juga akan mengganggu kehidupan flora laut. Sampah yang tidak dikelola dengan baik mampu mengeluarkan gas metana dan etilena yang berperan dalam menyebabkan pemanasan global. Dampaknya, pemanasan global mampu menyebabkan meningkatnya suhu dan keasaman laut. Peningkatan keasaman laut ini lebih lanjut akan berdampak pada berkurangnya populasi fitoplankton yang berperan dalam menjaga kadar oksigen dalam laut dan mendinginkan suhu bumi dengan mengeluarkan suatu komponen sulfur. Kondisi ini nantinya akan berdampak kepada organisme lainnya karena kadar oksigen memiliki peran yang sangat besar terhadap kehidupan flora dan fauna yang ada di laut.
Berdasarkan seluruh fakta di atas, diketahui bahwa sampah plastik memiliki peran yang sangat besar dalam menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Ketidakseimbangan ekosistem ini akan berdampak pada semua makhluk hidup didunia karena seluruh makhluk hidup terhubung oleh rantai makanan. Sehingga, satu kerusakan atau kepunahan dalam suatu tingkat rantai makanan akan menyebabkan butterfly effect terhadap tingkat rantai makanan lainnya dan dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem bumi. Maka dari itu, diperlukan peran signifikan dari pemerintah dan masyarakat dalam mengendalikan penggunaan plastik. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, dapat berperan dengan mengaplikasikan pelarangan penggunaan plastik untuk seluruh kota, utamanya kota-kota besar di Indonesia, membentuk lembaga yang befokus dalam pengendalian dan pengelolaan sampah yang ada, mengoptimalisasi pelaksanaan bank sampah diseluruh daerah, serta memperbarui peraturan yang mengatur terkait perlindungan biota laut agar sesuai dengan kondisi terkini. Sedangkan, langkah yang dapat diambil masyarakat adalah dengan mengedukasi dan meningkatkan perhatian mengenai betapa berbahayanya penggunaan plastik terhadap lingkungan sehingga secara sendirinya masyarakat dapat sadar dan mengganti gaya hidupnya menjadi lebih berkelanjutan. Hal ini dapat dilakukan salah satu jalannya dengan menciptakan tokoh-tokoh primodial di masyarakat yang awas akan perubahan yang berkelanjutan, sehingga mampu berperan sebagai pemimpin yang mampu menggerakan masyarakat untuk sadar dan mampu berperan aktif dalam melindungi ekosistem laut dari bahaya sampah plastik.
ADVERTISEMENT
*Tulisan ini pernah diikutkan pada lomba Essay “Lebih dari Sekedar Polusi: Limbah Plastik Lautan & Jejak Karbon” yang diadakan oleh Divers Clean Action x CarbonEthics