Pemerkosaan terhadap Laki-Laki di Mata Hukum Indonesia
Konten dari Pengguna
3 Desember 2022 17:58
Tulisan dari Chinvya Iffah Septamarina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Pada masa kini, berita mengenai kekerasan seksual sering kali kita dengar. Namun, kita lebih sering menemukan dan memusatkan perhatian terhadap kasus kekerasan seksual dengan korban perempuan. Lalu, bagaimana dengan korban kekerasan seksual yang merupakan laki-laki? Faktanya, kekerasan seksual yang dialami oleh laki-laki lebih banyak dari yang kita perkirakan.
Menurut hasil survei yang diadakan oleh Lentera Sintas dkk, dari 25.213 responden, sebanyak 12.389 laki-laki di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual, baik secara verbal, maupun fisik. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa kita harus lebih memperhatikan dengan serius kekerasan seksual yang dialami oleh laki-laki.
Perlu kita ketahui bahwa kekerasan seksual memiliki berbagai bentuk. Permendikbud 30/2021 menyebutkan sebanyak 21 bentuk kekerasan seksual, termasuk salah satunya pemerkosaan. Menurut Purwadarminta, pemerkosaan merupakan suatu cara, proses, perbuatan yang melanggar kesusilaan terhadap orang lain, yang dilakukan dengan cara paksa atau dengan kekerasan pula.
Sebelum UU TPKS Disahkan
Hukum Indonesia telah mengatur tindak pidana pemerkosaan dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.
Namun, pasal tersebut hanya memberikan interpretasi yang sempit mengenai korban karena hanya menyebutkan wanita sebagai objek hukum dari kasus pemerkosaan. Mengapa tidak ada pasal yang mengatur secara khusus mengenai pemerkosaan dengan korban laki-laki?
R. Soesilo melalui bukunya yang berjudul KUHP Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal berpendapat bahwa pembuat aturan memandang pemaksaan persetubuhan terhadap laki-laki tidak akan mengakibatkan sesuatu yang buruk atau merugikan bagi laki-laki, seperti halnya seorang perempuan yang dirugikan apabila hamil atau melahirkan anak karena perbuatan itu.
Oleh karena itu, sebelumnya, perlindungan yang diberikan terhadap laki-laki sebagai korban pemerkosaan hanya ditegakkan oleh Pasal 289 KUHP hingga Pasal 296 KUHP yang lebih menafsirkan korban secara umum tanpa membeda-bedakan gender.
Setelah UU TPKS Disahkan
Selanjutnya, bagaimana hukum Indonesia saat ini memberikan perlindungan bagi laki-laki yang menjadi korban pemerkosaan? Kabar baiknya, telah dibuat UU TPKS yang dapat memberikan solusi untuk masalah ini. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menetapkan bahwa UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sudah bisa digunakan setelah resmi disahkannya Lembaran Negara dalam Rapat Paripurna pada 12 April 2022 lalu.
Dalam hal ini, UU TPKS bertujuan sebagai langkah awal dalam menghapus kekerasan seksual. UU TPKS mengatur sembilan tindak pidana kekerasan seksual, yaitu: pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Sementara sanksi yang diberikan kepada pelaku kekerasan seksual terdapat dalam Pasal 6 huruf a, b, dan c UU TPKS. Berikut ini merupakan sanksi menurut Pasal 6 huruf b UU TPKS:
“Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkwinan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun dan/atau pidana denda paling banyak tiga ratus juta rupiah”.
Jadi, perlu ditegaskan bahwa saat ini, hukum Indonesia telah memberikan perlindungan hukum pada pemerkosaan laki-laki dengan disahkannya UU TPKS, setelah sebelumnya tidak memberikan perlindungan secara spesifik untuk korban laki-laki. Hal ini dapat dijadikan sebagai langkah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat maupun korban kekerasan seksual agar tidak meremehkan kasus seperti ini. Jika kamu mengalaminya ataupun menjadi saksi, segera melapor ke pihak yang berwajib, ya! Jangan takut, hak kamu akan dipertahankan oleh hukum Indonesia!
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...