Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Masjid Raya Pekanbaru: Saksi Bisu Sejarah Pekanbaru
29 Desember 2024 16:06 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Chiquita Serin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kota Pekanbaru merupakan kota perdagangan dan jasa terbukti dari mulai menjamurnya pertokoan, hotel, mall dan perkantoran di kota ini dengan pendapatan terbesarnya adalah dari sektor pajak dan hasil bumi berupa minyak bumi dan kelapa sawit. Walaupun memiliki banyak peninggalan sejarah dan budaya, objek-objek wisata yang ada di kawasan ini belum terekspos dengan baik misalnya tapak awal Masjid Nur Alam, gerbang Masjid Raya Senapelan, mimbar Masjid Raya Senapelan, Sumur Tua Masjid Nur Alam, Tiang Enam Masjid Raya Pekanbaru, Rumah Tuan Kadi yang berada di Jl. Perdagangan dan Jl. Senapelan, Tugu Titik Nol Pekanbaru dan lainnya. Disamping itu, banyak peninggalan sejarah budaya atau yang diduga cagar budaya di Kampung Bandar Senapelan dan kawasan sekitarnya yang belum terungkap. Kecamatan Senapelan merupakan kecamatan tertua di Pekanbaru dengan luas wilayah 6,65 Km2 dan memiliki 6 kelurahan yaitu Kelurahan Kampung Bandar, Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Kampung Dalam, Kelurahan Padang Bulan, Kelurahan Padang Terubuk, dan Kelurahan Sago. Dengan jumlah penduduk 179.172 jiwa pada tahun 2013.
ADVERTISEMENT
Kecamatan ini memiliki batas wilayah yaitu sebelah Barat dengan Kecamatan Payung Sekaki, sebelah Timur dengan Kecamatan Lima Puluh atau Pekanbaru Kota, sebelah Selatan dengan Kecamatan Sukajadi atau Payung Sekaki, dan di sebelah Utara dengan Kecamatan Rumbai atau Rumbai Pesisir. Dikarenakan merupakan cikal bakal Kota Pekanbaru, kawasan Kecamatan Senapelan yang memiliki beberapa situs sejarah, budaya dan religi, serta pasar yang telah dicanangkan oleh pemerintah Kota Pekanbaru sebagai pasar wisata. Selain itu, Ayat Cahyadi yang merupakan Wakil Walikota Pekanbaru mengatakan bahwa Kelurahan Kampung Bandar akan dicanangkan sebagai salah satu desa wisata di Pekanbaru.(Elwira, 2019)
Masjid Raya Senapelan Pekanbaru merupakan salah satu masjid tertua di Kota Pekanbaru yang dibangun pertama kali pada masa kesultanan Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah, raja ke-4 Kerajaan Siak Sri Indrapura sekitar tahun 1762 M. Sebagai salah satu masjid tertua di Kota Pekanbaru. Pada awalnya masjid ini ini bernama “Masjid Alam” yang mengikuti kepada nama kecil Sultan Alamuddin yaitu Raja Alam. Pada masa pemerintahannya (1766-1779), Senapelan berkembang pesat dengan aktivitas perdagangan.Untuk menampung aktivitas perdagangan yang semakin berkembang, maka dibuatlah sebuah “pecan” atau pasar yang baru, pecan yang baru ini yang menjadi nama “Pekanbaru” sekarang. Karena usianya telah mencapai 250 tahun lebih, masjid ini juga dinobatkan sebagai salah satu rumah ibadah tertua yang ada di Indonesia. Masjid Raya Pekanbaru dibangun dengan desain arsitektur khas Melayu dan Timur Tengah. Desainnya merupakan perpaduan corak budaya Melayu di Pekanbaru dengan unsur agama Islam yang dibawa oleh pengaruh pendatang Timur Tengah. Warna masjid didominasi oleh warna kuning sebagai warna yang mencirikhaskan orang Melayu. Bagian luar masjid dikelilingi oleh pintu masuk yang berbentuk melengkung, Atapnya terdiri atas tiga susun, yang terbagi atas dua atap beton dan kubah puncak. Masjid Raya Senapelan Pekanbaru terus mengalami perubahan dengan dilakukannya renovasi ataupun revitalisasi. Masjid Raya Senapelan Pekanbaru terakhir kali mengalami revitalisasi pada tahun 2009. Renovasi pertama dilakukan pada tahun 1755, yakni dengan tujuan memperluas area masjid dan menambah daya tampung jemaah. Sedangkan renovasi kedua dilakukan pada tahun 1810 pada masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin, yakni menambah fasilitas tempat berteduh untuk para peziarah makam di sekitar area masjid. Lalu, pada tahun 1940, dilakukan lagi renovasi untuk menambah pintu gerbang masjid yang menghadap ke arah timur. Renovasi yang terakhir, terjadi pada tahun 1940, renovasi ini merupakan renovasi dari keseluruhan masjid yang bisa disebut sudah sangat tua. Renovasi ini dimulai dari tahun 1755 sampai tahun 1940. Ini artinya masjid tersebut sudah berusia hampir 2 abad lamanya. Dengan adanya revitalisasi yang dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum Riau, revitalisasi ini menghancurkan bangunan aslinya. Akibat proyek tersebut, yang tersisa hanya 26 tiang bekas bangunan lama yang ada di sisi timur, selatan, barat, dan utara. Ada enam tiang penyanggah tengah yang kini tersisa dan dijadikan bentuk menara. Hal ini membuat masjid raya pekanbaru menjadi satu-satunya masjid yang memiliki menara dalam bangunan.(Ramadhani et al., 2021)
Pemerintahan, yang di awali oleh raja yang di lambangkan dengan istana. Agama, yang di awali oleh para ulama imam dan khatib yang dilambangkan dengan bangunan masjid.Rakyat jelata dan kaum hamba kawula raja, yang di lambangkan dengan pembangunan balai kerapatan atau balairung sri yang mana ketiga unsur ini di dalam melayu lebih di kenal dengan istilah Tiga Tengku Sejarangan. Meskipun pada tahun 1762 Sultan Abdul Jalil AlamuddinSyah memimdahkan ibukota pemerintahannya dari Mempura ke Senapelan, tapi pada masa itu, Senapelan bukanlah sebuah kampung yang sunyi, melainkan sudah menjadi sebuah bandar perdagangan yang cukup ramai, ini dibuktikan dengan telah adanya seorang Syahbandar yang telah ditunjuk oleh Sultan Siak kedua yaitu Sultan Mahmud untuk mengawasi perdagangan yang terjadi di Senapelan pada tahun 1750. Diperkirakan dengan tetap memegang adat Tiga Tungku Sejarangan ini lah Sultan kemudian memindahkan pusat pemerintahanya dari Mempura ke Senapelan. Di area kompleks masjid ini juga terdapat makam Marhum Bukit dan Marhum Pekan, dua sultan yang berperan penting atas berdirinya Masjid Raya Pekanbaru. Marhum Bukit adalah nama lain dari Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah yaitu (Sultan Siak ke-4) yang memerintah pada tahun 1766-1780. Sedangkan Marhum Pekan merupakan nama lain dari Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah. Di masa kekuasaan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah inilah Senapelan dijadikan pusat Kerajaan Siak. Di bawah pemerintahannya, kegiatan perdagangan berkembang sehingga timbul pemikiran untuk mendirikan sebuah Pekan. Namun, ide untuk mendirikan sebuah pekan ini baru terlaksana pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah. Semenjak itu, tepatnya pada tanggal 23 Juni 1784, nama Senapelan berganti dengan Pekanbaru. Dalam buku sejarah Kota Pekanbaru dituliskan bahwa pada tahun 1900 Datuk Syahbandar Abdul Jalil yang pada saat itu sedang berkuasa di Pekanbaru telah memindahkan dan membangun masjid disekitar komplek makam kerabat Diraja Kerajaan Siak yang pada saat itu di kenal dengan nama Komplek Makam Marhum Pekan. Masjid yang dibangun semasa Datuk Syahbandar ini merupakan sebuah masjid yang terbuat dari papan dan masih berbentuk panggung, hanya saja bagian mihrabnya saja yang terbuat dari bahan bata dan beton.(Dinata, 2021)
ADVERTISEMENT
Kota Pekanbaru memiliki banyak cagar budaya namun masih banyak masyarakatnya yang belum mengetahuinkeberadaan cagar budaya tersebut. Hal ini sebagaimana hasil observasi yang dilakukan terhadap 18 orang warga Pekanbaru, berdasarkan wawancara ini 0 orang tahu keberadaan cargarbudaya, 10 orang kurang tahu dan 8 orang tidak tahu. Cagar budaya dibagi menjadi beberapa bagian diataranya seperti bangunan, struktur, yang ada di darat maupun di air. Benda–benda yang dapat dikategorikan cagar budaya ini memiliki nilai sejarah dan budaya suatu bangsa. Cagar budaya memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan budaya yang penting melalui proses identifikasi perlu untuk dilestarikan.(Mukhtar et al., 2022)
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bahwa Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan prilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan perkembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Benda Cagar Budaya ini dapat berupa benda alam atau buatan manusia yang dimanfaatkan oleh manusia yang dapat dihubungkan dengan sejarah dan kegiatan kemanusiaan. Benda Cagar Budaya ini dapat pula berbentuk Benda Cagar Budaya Bergerak dan Benda Cagar Budaya Tak Bergerak baik merupakan satu kesatuan atau berkelompok. Sehingga Benda Cagar budaya ini perlu dikelola dan dilestarikan keberadaannya secara tetap melalui upaya perlindungan, pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional. Cagar budaya yang menjadi saksi berdirinya Pekanbaru. Diantara sekian banyak dan beragam situs serta benda cagar budaya yang dimiliki oleh Kota Pekanbaru, salah satu diantaranya adalah Komplek Makam Marhum Pekan yang merupakan Komplek Pemakaman Keluarga Diraja Kerajaan Siak Sri Indrapura yang pernah bertahta di Senapelan. Sebagai sebuah pusat pemerintahan Kerajaan Siak Sri Indrapura, komplek pemakaman ini juga dikenal masyarakat sebagai Komplek Pemakaman Pendiri Kota Pekanbaru. Komplek Makam Marhum Pekan ini terletak di Kecamatan Senapelan, Kelurahan Kampung Bandar yang merupakan kampung cikal bakal berdirinya Kota Pekanbaru saat ini. Dahulu masyarakat sekitar menamakan komplek makam ini dengan nama Kuburan Raja atau Kuburan Masjid Raya karena adanya Masjid Raya yang terletak di samping kiri komplek makam ini, yang juga merupakan sebuah masjid yang tertua di Kota Pekanbaru.(Riau Magazine, 2020)
ADVERTISEMENT
Dengan memertimbangkan masih adanya peninggalan sejarah dan budaya yang tersisa, Tim Ahli Cagar Budaya Nasional merekomendasikan untuk mengubah statusnya dari Bangunan Cagar Budaya menjadi Struktur Cagar Budaya, melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 209/M/2017 tentang Status Bangunan Cagar Budaya Masjid Raya Pekanbaru pada 3 Agustus 2017. Status Bangunan Cagar Budaya Masjid Raya Pekanbaru atas dasar Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM 13/PW.007/MKP/2004 tertanggal 3 Maret 2004, sebagai cagar budaya. Bagaimanapun perombakan yang dilakukan pada Masjid Raya Pekanbaru, masjid tersebut tetaplah sebagai bukti sejarah. Menceritakan setiap untai kisah Kesultanan Siak Sri Indrapura, sehingga menjadikan masjid ini begitu berperan. Namun, setiap cagar budaya yang sudah ditetapkan mempunyai payung hukum, yaitu Undang Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dengan status barunya sebagai Struktur Cagar Budaya Masjid Raya Pekanbaru, tetap mendapatkan pelindungan seperti sebelumnya seperti status cagar budaya yang ia terima pada 2004 silam.(Dit. PBCM, 2017)
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Dinata, Y. P. (2021). Pengelolaan Masjid Raya Pekanbaru Pada Masa Pandemi Covid-19. 1, 1–70.
Dit. PBCM. (2017). Masjid Raya Pekanbaru, dari Bangunan menjadi Struktur Cagar Budaya. Kebudayaan Kemdikbud. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/masjid-raya-pekanbaru-dari-bangunan-menjadi-struktur-cagar-budaya/
Elwira, H. (2019). DayaTarik Wisata yang ada di KecamatanSenapelan Kota Pekanbaru. Jurnal Daya Saing, Vol 5, No.(54), 185–198.
Mukhtar, H., Al Amien, J., Ilham Akbar, M., & Fu’adah Amran, H. (2022). Digitalisasi Cagar Budaya Kota Pekanbaru menggunakan web. Jurnal Fasilkom, 12(2), 75–79. https://doi.org/10.37859/jf.v12i2.3937
Ramadhani, A. S., Fikri, A., Studi, P., Sejarah, P., Riau, U., Budaya, C., Raya, M., & Pekanbaru, S. (2021). jptamadmin,+345+Annisa+7993-8001. 5(11), 7993–8001.
Riau Magazine. (2020). Situs Cagar Budaya Komplek Makam Marhum Pekan. Riaumagz. https://www.riaumagz.com/2020/09/situs-cagar-budaya-komplek-makam-marhum.html
ADVERTISEMENT