Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Takut Tertinggal: FOMO dan Krisis Mental di Dunia Kampus
23 April 2025 9:41 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Chiva Khaila HIMAIKOM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
FOMO (Fear of Missing Out) adalah istilah yang menggambarkan rasa takut atau kecemasan seseorang karena merasa tertinggal dari pengalaman, kesempatan, atau kegiatan yang dilakukan oleh orang lain, terutama yang terlihat di media sosial. FOMO sering kali muncul ketika seseorang melihat teman atau orang lain berpartisipasi dalam acara sosial, mencapai prestasi, atau menjalani pengalaman yang dianggap menarik atau menyenangkan, sementara mereka merasa tidak ikut serta atau tidak memiliki kesempatan yang sama.
ADVERTISEMENT
Di era digital yang serba cepat ini, kehidupan mahasiswa tidak hanya dipenuhi oleh tugas kuliah dan kegiatan organisasi, tetapi juga tekanan sosial dari dunia maya. Salah satu fenomena yang kian marak dan berdampak signifikan terhadap kesehatan mental mahasiswa adalah FOMO (Fear of Missing Out), atau rasa takut tertinggal dari pengalaman yang dianggap penting oleh lingkungan sosialnya.
FOMO muncul ketika seseorang merasa dirinya ketinggalan dalam hal pencapaian, pertemanan, atau kegiatan yang dilakukan oleh orang lain, terutama yang dilihat dari media sosial. Mahasiswa yang terus-menerus melihat unggahan teman-temannya tentang prestasi akademik, liburan, atau kesuksesan pribadi sering merasa tidak cukup, kurang produktif, bahkan gagal. Hal ini memicu kecemasan, stres, dan pada tingkat tertentu, depresi.
ADVERTISEMENT
Di lingkungan kampus, FOMO bisa berbentuk dorongan untuk ikut semua kegiatan, menjadi yang paling aktif, atau mengejar validasi lewat pencapaian semu. Padahal, tidak semua mahasiswa memiliki kapasitas yang sama, baik secara finansial, waktu, maupun mental. Ketidakseimbangan ini menciptakan tekanan internal yang besar, menyebabkan mahasiswa merasa tidak pernah cukup meskipun telah berusaha keras.
Untuk mengatasi FOMO, penting bagi mahasiswa untuk memahami batas pribadi dan belajar menerima bahwa setiap orang punya jalannya masing-masing. Mengurangi konsumsi media sosial secara sadar, fokus pada tujuan pribadi, serta membangun komunitas yang suportif bisa menjadi langkah awal dalam menjaga kesehatan mental.
Kampus juga memiliki peran besar dalam menangani isu ini. Melalui layanan konseling, kampanye kesehatan mental, dan menciptakan budaya yang menghargai proses daripada sekadar hasil, dunia pendidikan dapat membantu mahasiswa melindungi kesejahteraan psikologis mereka.
ADVERTISEMENT
FOMO mungkin tak sepenuhnya bisa dihindari, namun dengan kesadaran dan dukungan yang tepat, mahasiswa bisa belajar berdamai dengan diri sendiri dan keluar dari bayang-bayang rasa takut tertinggal.
Artikel ini ditulis oleh Mahasiswi Universitas Pamulang Prodi Ilmu Komunikasi, Anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi.