Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kupas Tuntas Dua Kearifan Lokal di Sembalun
1 November 2017 2:14 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari Vander Lesnussa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jalan-jalan di Desa Sembalun bersama Kumparan sungguh merupakan pengalaman berharga bagi diri saya. Sebagai seorang pecinta Indonesia sampai ke akar-akarnya, tentu terpilih sebagai salah satu pemenang dalam Kumparan Getaway membuat saya senang bukan kepalang, karena saya akan melihat wajah Indonesia lainnya dari sudut pandang yang berbeda. Ternyata benar, Sembalun dengan eksotika alamnya yang fantastis ternyata juga menyimpan kearifan lokal sebagai latar belajar kami.
ADVERTISEMENT
Kegiatan kami cukup banyak selama 4 hari 3 malam, namun ada dua hal yang selalu nyantol di kepala saya yang bisa saya petik nilai-nilainya. Berikut dua tujuan di Sembalun yang harus kalian kunjungi :
Rumah Adat Desa Beleq
Sebelum menuju puncak Bukit Selong, kami singgah di Desa Adat Rumah Beleq yang sudah tak berpenghuni lagi. Desa ini hanya memiliki tujuh buah rumah dan memiliki gaya arsitektur yang unik yang menyimpan nilai-nilai filosofis di baliknya.
Ilustrasi tradisi memasukkan lidi ke dalam ruangan sang gadis oleh guide kami bernama Bang Rozak
Ketika Gunung Samalas (cikal bakal Gunung Rinjani) meletus tahun 1257 dan meluluhlantakkan Lombok dan dunia, hanya desa ini yang selamat dari kedahsyatan letusan Samalas. Semua penghuni ditemukan selamat di dalam rumahnya masing-masing. Berdasarkan informasi yang saya peroleh, penghuni rumah tersebut ditemukan oleh makhluk gaib "penghuni" Gunung Samalas yang sejak saat itu desa ini menjadi lebih hebat dari sebelumnya.
Bentuk rumah adat Desa Beleq.
ADVERTISEMENT
Fondasi rumah ini menggunakan campuran kotoran sapi dan tanah liat, meskipun demikian rumah tersebut tak menimbulkan bau kotoran. Rumah tersebut juga memiliki pintu masuk yang tinggi, siapa yang hendak bertamu harus menaiki 3-4 anak tangga sebelum sampai di depan pintu. Hal ini menunjukkan kesopanan, bahwa penghuni rumah adalah yang paling berkuasa karena berada di atas, ia bebas menerima atau menolak tamu tersebut.
Di dalam rumah adat tersebut juga mengandung banyak nilai. Berbentuk persegi dengan satu sekat yang dikhususkan untuk anak gadisnya, sementara seorang ayah, ibu, dan saudara laki-laki berada di dalam satu ruangan (seperti ruang tamu). Dalam hal ini, tentu kita bisa melihat bahwa anak gadis adalah permata keluarga yang selalu dilindungi oleh seluruh anggota keluarga.
Di balik sekat ini adalah tempat sang gadis beristirahat
ADVERTISEMENT
Ada tradisi yang unik. Apabila ada seorang pemuda dari keluarga lain jatuh hati dengan sang gadis, ia memberikan sebuah tindakan yaitu memasukkkan sebatang lidi ke dalam sekat di mana sang gadis itu berdiam diri. Sebelumnya perlu diketahui, dinding rumah ini terbuat dari anyaman, sebatang lidi pasti muat untuk diselipkan. Bila lidi tersebut diambil dari dalam, artinya sang gadis menerima ajakan pemuda untuk bermuda. Sebaliknya, bila lidi dikeluarkan kembali, berarti sang gadis menolak ajakan untuk bertemu.
Diterimanya ajakan si pemuda membuat sang gadis membutuhkan sedikit waktu untuk bersolek, kemudian keluar menemui pemuda sambil membawa alat tenun. Sang gadis akan menenun kain di teras rumahnya sembari berbincang-bincang dengan pemuda tersebut dan orang tua serta saudara lelakinya juga berada di situ untuk tetap menjaganya. Dalam kisah percintaan, pastinya pihak keluarga juga perlu mengetahui siapa pemuda yang berani ingin meminang anak atau saudara perempuannya.
ADVERTISEMENT
7 rumah dengan 2 lumbung padi di sebelah kanan dan kirinya
Kemudian bicara soal pemetaan letak rumah pun ada keunikannya. Desa adat yang memiliki tujuh rumah ini tersusun rapi dengan 3 rumah di barisan depan, dan 4 rumah di barisan belakang. 3 rumah di depan merupakan kepala desa, tokoh desa, dan seorang tabib. 4 rumah di belakang adalah warganya dan masing-masing memiliki profesi yang berbeda, antara lain petani, pemburu, peternak, dan pengrajin kesenian. Hal ini merupakan bentuk dari keharmonisan antar manusia yang saling melengkapi dan mengasihi.
Tarian Cupak Gerantang
Selain Rumah Adat Desa Beleq, ada satu lagi yang sukses nyantol di kepala saya, yaitu tarian Cupak Gerantang. Tarian ini ditampilkan oleh kelompok pelestarian budaya khususnya Cupak Gerantang yang bernama Jati Suara Rinjani. Sepenggal cerita rakyat ini diadopsi dari kisah nyata dari zaman Kerajaan Daha yang pernah berkuasa di Lombok ratusan tahun silam dan ditampilkan dalam sebuah tarian. Tarian ini mengisahkan tentang nasib baik dan nasib buruk yang dititikberatkan pada perbuatan kita selama di bumi.
Tarian ini diiring oleh gamelan sasak
ADVERTISEMENT
Kejahatan pasti akan dikalahkan dengan kebaikan. Kepura-puraan dan kerakusan manusia lah yang akan menghasilkan sesuatu yang tidak baik menghampiri kita.
Bila berkunjung ke Lombok, sempatkan diri menyaksikan kearifan lokal ini. Selain menambah wawasan, dijamin akan lebih bijak memandang hidup di bumi. Terima kasih Kumparan, terima kasih Lombok!