Konten dari Pengguna

Bertemu Kembali

14 Mei 2020 8:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Christine Sheptiany tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Tidak pernah aku menyangka akan bertemu kembali denganya yang telah berpisah. Dia adalah lelaki yang sulit aku lupakan selama bertahun-tahun.
ADVERTISEMENT
Tahun 2015 menjadi awal pertemuanku dengannya. Tahun yang sama ketika aku menjadi siswa baru di SMA-ku. Ketika memasuki ruang kelas terlihat semua siswa sedang memperhatikan seorang guru di depan, benar saja aku telat masuk di hari pertama sekolah. Kulangkahkan kaki masuk ke ruang kelas.
Tidak seorang pun aku kenal dalam ruangan itu, aku pun duduk di barisan paling belakang karena hanya bangku itu yang tersisa. Tidak ada seorang teman di meja itu. Bangku di sampingku itu kosong.
Hari demi hari berlalu aku mulai berkenalan dengan teman lainnya. Aku pun tidak lagi duduk seorang diri. Teman baru datang dan mengisi kursi di sebelahku.
Suasana kelas yang riuh, suara yang nyaring juga ramai dengan langkah-langkah kaki berjalan. Membuatku tidak konsentrasi mengerjakan tugasku. Aku akhirnya berhenti menulis pada bukuku. Kuperhatikan keadaan kelas saat itu. Entah mengapa mataku tertuju padanya. Kulihat pria jangkung berkaca mata itu asyik sekali mengobrol dengan temannya.
ADVERTISEMENT
Pembawaannya yang humoris saat berbicara seolah menghipnotisku. Aku tiba-tiba saja menyukai gaya dia berbicara. Entahlah tiba-tiba aku tertarik dengannya. Aku tidak ingin menyimpulkan dengan cepat perasaan sukaku ini hanya karena aku menyukai dia saat berbicara, tapi apalah daya ini ia seolah membius pikiranku. Padahal belum beberapa hari aku kenal dengan semua teman-temanku termasuk dengannya. Aku memutuskan untuk mencari cara agar bisa dekat dengannya.
Suatu ketika guruku membuat tugas kelompok dan membaginya dalam beberapa tim. Tidak kusangka aku satu kelompok dengannya seolah semesta tahu tentang perasaanku ini. Di situlah awal kedekatanku dengan dia. Selama proses pembuatan tugas kelompok. Tentunya kami sering mengobrol dan saling bergurau. Aku begitu senang bisa dekat dengannya.
ADVERTISEMENT
Semakin hari aku semakin dekat dengannya walau dalam artian sesungguhnya hanya saling menyapa atau pun bergurau. Namun, kedekatan yang aku rasakan ini sangat berarti meskipun ia tidak menganggap apa-apa.
Setiap hari Sabtu, aku dan dia mengikuti kegiatan pembelajaran agama di sekolah. Hari itu kegiatannya adalah menuliskan apa yang kami ketahui tentang teman kami. Guruku membagi kelompok yang terdiri dari dua orang. Aku sebenarnya sangat takut kalau-kalau satu kelompok dengannya. Benar saja, ketakutanku itu menjadi nyata. Di dalam kertasku harus menuliskan apa yang kuketahui tentangnya. Rasanya seperti mau mati, harus duduk saling berhadapan dengannya.
Aku begitu gugup sampai-sampai menanyakan hal konyol padanya. Aku bertanya dia orang yang seperti apa. Seharusnya aku tidak menanyakan hal itu padahal kami satu kelas. Bukannya aku tidak tahu, tapi aku benar-benar gugup sampai tidak sanggup menuliskan sesuatu tentangnya pada kertasku.
ADVERTISEMENT
Dengan wajah santai tiba-tiba saja dia bertanya apa yang aku tulis tentangnya. Aku tersentak dan langsung menjauhkan kertasku darinya. Konyol sekali hal yang aku lakukan itu. Aku hanya tersenyum menjawab pertanyaannya.
Saat di akhir semester 2 kedekatan kami mulai meranggang. Entahlah kami tidak sedekat di awal lagi. Sering kali saat di kelas aku mencuri-curi pandang untuk melihatnya. Tidak jarang aku tertangkap basah saat sedang memperhatikannya. Rasanya malu sekali. Aku berharap bisa dekat lagi dengannya.
Pelan-pelan waktu menjauhkanku dengan dia. Ketika kenaikan kelas 11 ternyata dia mengambil jurusan IPS dan aku IPA. Aku tidak lagi satu kelas dengannya. Jarak antar kelasku dan dia cukup jauh. Hanya bisa melihat dia dari kejauhan.
ADVERTISEMENT
Selama tiga tahun aku menyimpan perasaanku terhadapnya. Sampai tiba waktu perpisahan yang sesungguhnya. Menempuh pendidikan ke jenjang berikutnya. Aku tahu tidak akan bertemu dengannya lagi.
Hampir setahun aku dan dia tidak pernah bertemu, tentu sibuk dengam aktivitas perkuliahan kami. Aku tidak mungkin bisa melihatnya lagi. Namun, tetap saja aku memikirkannya.
Ketika sedang menunggu temanku di sebuah tempat. Aku berjalan-jalan di area tersebut. Seketika aku diam terpaku, melihatnya masih dengan penampilan yang sama, pria jangkung berkacamata itu berdiri di hadapanku. Sambil mengulurkan tangannya. Dia mengernyitkan dahinya. Aku tak pernah menyangka bertemu kembali.
(Christine Sheptiany/Politeknik Negeri Jakarta)