Numero Uno

Christy Tolukun
Mahasiswi Jurnalistik, Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
12 Juli 2021 12:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Christy Tolukun tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sahabat merupakan orang yang mengerti kita dalam kondisi dan situasi apa pun. Tak disangka pertemuan yang berawal dari ruang penuh buku berlanjut hingga sekarang. Perpustakaan sekolah menjadi tempat pertama aku bertemu dengan sahabat.
Ilustrasi Sahabat. Sumber foto : Unsplash
Jam istirahat menjadi waktu paling favorit bagi setiap pelajar. Begitu pun denganku, jam istirahat selalu aku manfaatkan dengan baik bersama teman-teman. Berawal dari rasa bosan dan ruangan kelas yang begitu panas, aku dan teman-teman memutuskan untuk pergi ke perpustakaan sekolah. Tempat yang penuh dengan buku, keheningan ada di dalamnya, dan orang-orang yang fokus untuk membaca setiap lembaran yang ada di buku. Tidak dengan aku dan teman-teman.
ADVERTISEMENT
Ruangan hening itu menjadi tempat untuk kami menikmati pendingin udara. Memang di antara kami tidak ada yang menyukai membaca buku. Namun, ketidaksukaan kami tidak terjadi begitu lama.
Kami bertemu dan berkenalan dengan beberapa teman di perpustakaan itu. Berawal dari pertemanan tersebut kami menjadi dekat. Jumlah kami menjadi banyak, yang semula hanya lima orang, yaitu aku, Jenita, Arie, Freyza dan Byan. Bertambah lima orang teman, yaitu Akbar, Jara, Jane, Nia, dan Ikhsan. Ya, kini menjadi sepuluh orang. Siapa sangka lima teman baru ini mengubah cara belajar kami.
Ruangan sunyi itu menjadi tempat favorit kami untuk bertukar pikiran. Berbagi pendapat dan menyelesaikan soal-soal yang terpampang di meja kami. Tempat yang paling kami suka ada di bagian belakang perpustakaan. Penuh dengan deretan buku dan terdapat beberapa meja serta bangku. Posisi yang bertepatan dengan pendingin ruangan di atasnya. Banyak perdebatan jawaban saat mengisi soal, sehingga pengawas perpustakaan sering menegur kami.
ADVERTISEMENT
Terlebih lagi saat itu akan memasuki pekan ujian. Ujian yang akan menentukan kelulusan kami dari sekolah itu. Satu dengan yang lain saling mendukung dan memotivasi. Walaupun pernah ada pertengkaran, tidak membuat kami saling menjauh.
Tidak hanya sekolah yang menjadi tempat kami untuk belajar bersama. Rumah Ikhsan menjadi tempat kedua bagi kami untuk berkumpul bersama. Orang tuanya sudah mengenal kami cukup baik. Mereka pun menyambut kami dengan baik saat bertamu ke rumahnya. Tempat ternyaman dan bisa mendapatkan makanan cuma-cuma.
Berkumpul dan berbincang memanglah hal yang menyenangkan. Kami dapat memanfaatkan waktu untuk belajar dan bermain bersama. Persahabatan kami tidak selalu tentang belajar bersama. Bersenda gurau dan bermain juga kami lakukan.
Waktu luang kami gunakan untuk bermain “UNO”. Permainan kartu warna-warni dan angka. Suasana menjadi gembira dan tidak kaku. Permainan ini membuat kami berpikir untuk menciptakan nama grup “Numero Uno”. Terdengar aneh, tetapi salah satu teman mengatakan bahwa itu nama yang cukup bagus dan memiliki arti juara satu. Tidak berpikir panjang kami membuat grup chatting di salah satu aplikasi dan memberi nama Numero Uno.
ADVERTISEMENT
Setiap sahabat berbeda, unik dengan caranya masing-masing. Begitu pun dengan kami, memiliki perbedaan sifat dan karakter. Perbedaan yang menyatukan kami. Perbedaan juga membuat kami saling melengkapi. Setiap temanku memiliki ciri khasnya masing-masing. Ada yang pendiam, humoris, jayus, dan masih banyak lagi. Meskipun demikian, tidak melunturkan perasaan kami untuk saling mendukung dan menopang.
Tidak terasa hampir satu tahun berdekatan. Sampai tiba hari kelulusan yang membuat kami akan berpisah. Tidak, kami hanya berpisah jarak dan tempat. Jiwa dan raga kami mungkin terpisah, tetapi tetap saja kami akan saling ingat dan merindu. Banyak pesan menghiasi grup chatting. Bertukar kabar dan curahan hati. Perpisahan itu akan menjadi awal kami untuk berjuang lagi. Berjuang menuju cita-cita dan impian kami.
ADVERTISEMENT
(Christy Tolukun/Politeknik Negeri Jakarta)