Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.3
19 Ramadhan 1446 HRabu, 19 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Mengapa Kita yang Bayar Pajak Tetapi Kita Juga yang Disuruh Lapor?
19 Maret 2025 16:12 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Chusnul Khuluq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Setiap tahun, bulan Maret menjadi periode sibuk bagi wajib pajak di Indonesia. Hal ini dikarenakan batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) jatuh pada tanggal 31 Maret. Tidak sedikit masyarakat yang mempertanyakan mengapa mereka yang telah membayar pajak masih diwajibkan untuk melaporkan SPT. Bahkan, kritik dan keluhan terkait sistem ini kerap muncul di media sosial.
ADVERTISEMENT
Beberapa netizen mengungkapkan ketidakpuasan mereka terhadap kewajiban ini. Banyak yang merasa bahwa proses pelaporan SPT cukup rumit dan membingungkan. Lebih jauh, mereka menilai bahwa seharusnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang memberikan laporan kepada wajib pajak, bukan sebaliknya. Namun, apakah benar pelaporan SPT merupakan beban yang tidak perlu? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus memahami sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia saat ini.
Mengapa Wajib Pajak Harus Melaporkan Sendiri?
Salah satu alasan utama wajib pajak harus melaporkan SPT adalah karena Indonesia menganut sistem self assessment dalam perpajakan. Sistem ini mulai diterapkan sejak reformasi perpajakan tahun 1983 untuk menggantikan sistem lama yang disebut official assessment.
Dalam sistem official assessment, aparat pajak memiliki kewenangan penuh dalam menentukan jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak. Petugas pajak akan menghitung, menetapkan, dan menagih pajak berdasarkan metode yang mereka gunakan. Konsekuensinya, wajib pajak hanya bisa menerima perhitungan tersebut tanpa banyak ruang untuk menyanggah atau mempertanyakan keadilan nominal pajak yang ditetapkan. Sistem ini sering kali menimbulkan ketidakadilan serta membuka peluang bagi tindakan penyalahgunaan wewenang.
ADVERTISEMENT
Sebagai solusi atas berbagai permasalahan dalam sistem official assessment, pemerintah kemudian mengadopsi sistem self assessment. Dalam sistem ini, wajib pajak diberikan kewenangan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, dan melaporkan pajak mereka sendiri. Artinya, penentuan besaran pajak tidak lagi ditentukan sepihak oleh aparat pajak, melainkan oleh wajib pajak itu sendiri berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku. Sebagai konsekuensinya, wajib pajak juga bertanggung jawab untuk melaporkan pajaknya melalui SPT.
Mengapa Wajib Pajak Tetap Harus Melaporkan SPT?
Banyak yang beranggapan bahwa setelah membayar pajak, seharusnya mereka tidak perlu lagi repot melaporkan SPT. Namun, dalam sistem self assessment, DJP pada dasarnya mempercayai bahwa setiap wajib pajak telah melaporkan pajaknya dengan benar, lengkap, dan jelas. Oleh karena itu, SPT berfungsi sebagai bentuk pertanggungjawaban wajib pajak terhadap pajak yang telah mereka hitung dan bayarkan.
ADVERTISEMENT
Jika ada ketidaksesuaian antara laporan wajib pajak dan data yang dimiliki DJP, maka aparat pajak akan melakukan klarifikasi melalui edukasi, pengawasan, atau pemeriksaan lebih lanjut. Namun, DJP tidak bisa serta-merta menyatakan laporan wajib pajak salah tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam peraturan perpajakan. Oleh karena itu, pelaporan SPT merupakan mekanisme yang memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak sekaligus menjadi alat kontrol transparansi dalam perpajakan.
Apakah Ada Alternatif yang Lebih Baik?
Jika kewajiban melaporkan SPT dihapuskan, maka pemerintah harus kembali ke sistem official assessment yang sudah terbukti memiliki banyak kelemahan. Dalam sistem tersebut, justru aparat pajak yang akan kembali memiliki kendali penuh dalam menentukan pajak yang harus dibayarkan oleh masyarakat. Ini bisa membuka celah ketidakadilan dan mengurangi transparansi dalam administrasi pajak.
ADVERTISEMENT
Sebagai masyarakat yang taat hukum, penting bagi kita untuk memahami bahwa sistem self assessment bertujuan untuk memberikan kemandirian bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sistem ini memang membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat, tetapi di sisi lain juga memberikan jaminan dan perlindungan hukum bagi wajib pajak itu sendiri.
Kesimpulan: Lapor SPT Bukan Beban, tapi Tanggung Jawab!
Kewajiban melaporkan SPT bukan sekadar aturan administratif yang dibuat tanpa alasan. Ini adalah konsekuensi logis dari sistem perpajakan self assessment yang memberikan kebebasan dan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung dan melaporkan pajaknya sendiri. Tanpa sistem ini, kita justru akan kembali ke era di mana aparat pajak memiliki kewenangan penuh dalam menentukan besaran pajak yang harus dibayar, sebuah sistem yang telah terbukti memiliki banyak kelemahan.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, daripada melihat pelaporan SPT sebagai beban, lebih baik kita memandangnya sebagai bagian dari tanggung jawab warga negara dalam mendukung pembangunan. Dengan memahami sistem perpajakan yang berlaku, kita bisa lebih bijak dalam menjalankan kewajiban perpajakan kita. Oleh karena itu, mari segera laporkan SPT Tahunan sebelum 31 Maret 2025 agar terhindar dari sanksi administrasi dan turut serta dalam membangun negara melalui kepatuhan pajak.