Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Zakat vs Pajak: Beban Ganda atau Jalan Menuju Kesejahteraan Bersama?
8 Maret 2025 18:27 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Chusnul Khuluq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan bernegara dan beragama, kita sering dihadapkan pada dua kewajiban finansial yang tak bisa dihindari: zakat dan pajak. Keduanya berfungsi sebagai instrumen kesejahteraan, tetapi sering kali dianggap sebagai beban tersendiri oleh masyarakat. Padahal, jika dipahami lebih dalam, zakat dan pajak tidak perlu dipertentangkan—justru bisa berjalan seiring untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Apa Itu Zakat dan Pajak?
Zakat, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, adalah kewajiban agama bagi umat Islam untuk berbagi sebagian hartanya kepada mereka yang berhak menerimanya. Ini bukan sekadar transaksi finansial, tetapi juga bentuk kepedulian sosial yang ditekankan dalam Islam. Di sisi lain, pajak yang diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa, tanpa imbalan langsung bagi pembayar pajaknya.
Persamaannya? Keduanya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Bedanya, zakat lebih bersifat spiritual dan memiliki target penerima yang spesifik, yaitu delapan golongan yang disebutkan dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 60. Sementara pajak lebih luas penggunaannya, mencakup pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan program kesejahteraan lainnya.
ADVERTISEMENT
Haruskah Membayar Keduanya?
Sering kali muncul pertanyaan: jika sudah membayar zakat, apakah masih perlu membayar pajak? Beberapa orang mungkin merasa “dobel bayar” karena harus memenuhi dua kewajiban sekaligus. Namun, realitasnya tidak sesederhana itu.
Pajak adalah bagian dari kesepakatan sosial dalam bernegara. Tanpa pajak, negara tidak akan bisa menjalankan fungsinya, termasuk memastikan pelayanan publik berjalan dengan baik. Sedangkan zakat, meskipun sifatnya wajib bagi Muslim, lebih menitikberatkan pada aspek ibadah dan kepedulian sosial dalam komunitas Muslim itu sendiri.
Menariknya, Indonesia sudah mengakomodasi kedua kewajiban ini dengan bijak. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2011, zakat yang dibayarkan kepada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang diakui pemerintah dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Ini merupakan langkah cerdas agar umat Islam tetap bisa menjalankan kewajiban agamanya tanpa merasa terlalu terbebani oleh pajak.
ADVERTISEMENT
Perlukah Ada Aturan yang Lebih Baik?
Sejauh ini, kebijakan yang mengizinkan zakat sebagai pengurang pajak sudah cukup baik. Namun, apakah ini cukup? Beberapa negara lain bahkan sudah mulai menjajaki sistem di mana zakat bisa menggantikan pajak dalam beberapa aspek tertentu. Tentu saja, wacana ini masih terbuka untuk diskusi yang lebih luas.
Hal yang perlu digarisbawahi adalah pentingnya edukasi kepada masyarakat. Banyak yang belum tahu bahwa zakat yang disetorkan ke BAZNAS atau LAZ resmi bisa mengurangi beban pajak mereka. Lebih dari itu, kesadaran untuk membayar pajak dengan pemahaman bahwa itu adalah bagian dari kontribusi kita sebagai warga negara juga harus terus ditanamkan.
Pada akhirnya, baik zakat maupun pajak adalah dua hal yang saling melengkapi. Zakat membantu mereka yang benar-benar membutuhkan dalam komunitas Muslim, sementara pajak membangun negara yang lebih kuat dan sejahtera bagi semua. Daripada melihatnya sebagai beban, mungkin sudah saatnya kita melihat keduanya sebagai bentuk kontribusi nyata dalam membangun kehidupan yang lebih baik, baik dalam perspektif spiritual maupun sebagai warga negara yang bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT