Geliat Makassar Hadapi Serbuan Impor Sampah Ilegal

Tian
A forever young mom. Former Social Media Specialist. Currently working as a digital activist and part time content writer. Also founder @mominfluencerid and @unpopulart
Konten dari Pengguna
8 Juli 2019 15:54 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Awal pekan saya kali ini dimulai dengan sebuah kernyitan di dahi saat melihat berita di layar kaca tentang fenomena impor sampah ilegal. Saya memicingkan mata lagi dan menajamkan kuping, informasinya tetap sama: Negara Kita Impor Sampah Ilegal. Tidak bercanda lho, yang diimpor bukan lagi barang-barang bermerk ataupun bahan makanan pokok. Ini sampah, illegal pula.
ADVERTISEMENT
Memang fenomena ini sudah cukup lama mencuat, namun tidak mendapat ruang khusus di masyarakat. Hanya segelintir orang yang menaruh peduli terhadap keberlangsungan hidup umat manusia dan konsisten menjaga lingkungan. Sisanya? Ongkang-ongkang kaki, sibuk melanjutkan hidup dan berkoar ketika isu tersebut sudah populis dan menjadi trend.
Setahu saya, impor sampah memang diperkenankan asal berupa limbah non-B3. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Beracun Berbahaya. Dalam aturan tersebut dicantumkan bahwa limbah non-B3 yang dapat diimpor hanya berupa sisa, reja (sisa buangan) dan scrap. Lebih lanjut, limbah non-B3 yang dimaksud juga tidak terkontaminasi limbah B3 atau limbah lainnya yang tidak diatur dalam Permendag Nomor 31 Tahun 2016. Impor sampah tersebut juga untuk memenuhi permintaan industri kertas yang membutuhkan bahan baku.
ADVERTISEMENT
Tapi kenyataannya, sampah impor yang masuk ke Indonesia ternyata kecolongan lho sobat onlineku. Tidak hanya sampah limbah non-B3, tapi juga ada sampah plastik sebanyak 35% yang lolos masuk ke negara kita. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif ECOTON (Ecological Observation and Wetlands Conservation), Prigi Arisandi.
Lha kok bisa?
Sementara kita di Indonesia saja punya PR untuk mengurus tumpukan sampah plastik lokal yang tak habis-habis. Eh ini datang lagi berton-ton sampah asing memenuhi iu pertiwi. Padahal bermacam komunitas Zero Waste sudah jungkir balik putar otak bagaimana meminimalisir penggunaan plastik. Bahkan saya dan teman-teman Makassar Eco Bricks pun mulai mengedukasi geneasi muda sedini mungkin untuk mengubah plastik menjadi bata ramah lingkungan.
Menanti senja bersama Makassar Ecobrick - Photo Credit to Achmad Yusran
Ecobrick mungkin terdengar asing, tapi sudah beberapa tahun ini melekat di kepala saya dan teman-teman Makassar Ecobrick. Awalnya karena ketularan tante yang seorang pecinta alam, serta paman yang kebetulan aktivis lingkungan. Lalu kemudian menjadi habbit dan muncul keinginan untuk menyebarluaskan kebiasaan yang tidak umum ini.
ADVERTISEMENT
Plastik bekas penggunaan rumah tangga seperti kemasan sabun, minyak, shampo dan lainnya, dicuci bersih kemudian diangin-anginkan agar tidak basah. Kemudian plastik ini digunting kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam botol plastik bekas hingga penuh menggunakan stick. Kemudian botol tersebut dirangkai hingga membentuk bangku, atau meja yang bisa dimanfaatkan.
Lihatlah, anak kecil pun paham betapa berbahayanya plastik yang tidak bisa terurai bahkan untuk puluhan tahun lamanya. Ecobrick memanfaatkan plastik untuk mengamankan plastik. Ecobrick mencegah plastik terurai menjadi mikroplastik, gas, dan zat beracun. Ini saja yang diolah baru plastik di darat. Coba bayangkan bagaimana dengan limbah plastik yang dibuang ke lautan? Akan kita kemanakan limbah plastik tersebut?
Workshop Ecobrick bersama Forum Komunikasi Pemuda Alu (FKPA) di Desa Alu, Polewali, Mandar, Sulawesi Barat
Workshop Ecobrick bersama Forum Komunikasi Pemuda Alu (FKPA) di Desa Alu, Polewali, Mandar, Sulawesi Barat
Walaupun hanya gerakan kecil dengan skup regional, setidaknya kami mencoba, kami berusaha dan bertindak nyata. Tidak sekedar bersungut, memaki dan mendengus kesal atas fenomena sampah impor ilegal yang berhasil menembus barikade keamanan bea cukai negara kita.
Makassar Ecobrick dalam kegiatan Makassar International Writers Festival 2019 di Fort Rotterdam
Makassar Ecobrick dalam kegiatan Makassar International Writers Festival 2019 di Fort Rotterdam
Sekarang pertanyaannya bukan siapa yang salah atas kelalaian ini. Tapi bagaimana cara kita sebagai generasi muda untuk bisa memaksimalkan tenaga, pikiran dan waktu untuk ambil bagian menjadi agent of change. Agar kelalaian di masa lalu tidak menjadi mimpi buruk anak cucu kita di masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT
---
All photo courtesy : Makassar Eco Bricks