Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Strategi Meningkatkan Efektivitas Komunikasi dalam Keberagaman Budaya Indonesia
1 Oktober 2024 9:55 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Cici Famelya Sari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, perkembangan penduduk Indonesia saat ini mencapai jumlah 237.556.363 jiwa, yang menempatkan Indonesia pada urutan keempat dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Penduduk Indonesia tersebar dari sabang hingga merauke, mulai dari Sumatra sampai Papua dengan kondisi geografis yang berbeda-beda. Wilayah ini meliputi pesisir, tepian hutan, pedesaan, perkotaan, dataran rendah dan pegunungan/dataran tinggi. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki beribu suku bangsa yang hidup berdampingan dengan latar belakang kehidupan yang berbeda, Kondisi geografis tempat tinggal yang berbeda tersebut menjadikan masyarakat di Indonesia memiliki kehidupan beraneka ragam yang dipengaruhi oleh budaya masing-masing sebagai warisan dari tiap generasi sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Kondisi Indonesia yang diapit dua benua dan dua samudra membuat letak gegrafis Indonesia menjadi sangat strategis. Hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat kebudayaan dari luar dapat masuk ke Indonesia dengan mudah sehingga membuat terjadinya proses akulturasi dan asimilasi yang pada akhirnya menambah keragaman budaya yang ada. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan keseharian seperti agama, kebiasaan, tradisi, adat istiadat, mata pencaharian, kesenian yang sesuai dengan ciri khas suku-suku tersebut.
Keberagaman budaya di Indonesia sejatinya bak pisau bermata ganda yang selain dapat menambah kekayaan bangsa, juga dapat menjadi tantangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perbedaan yang terdapat dalam masyarakat karena nilai-nilai budaya yang dilatar belakangi sosio kultural, akan menjadi pendorong munculnya perasaan kesukuan yang berlebihan dapat memicu nilai negatif berupa etnosentrisme yang menganggap remeh suku dan kebudayaan lain. Hal ini akan berakibat timbul perilaku ekslusif berupa kecenderungan memisahkan diri dari masyarakat bahkan mendominasi masyarakat lainnya. Nilai negatif lain yang harus dihindari adalah pandangan diskriminatif berupa sikap membeda-bedakan perlakuan sesama anggota masyarakat yang dapat menimbulkanprasangka yang bersifat subyektif serta muncul konsepsifat/watak dari suatu golongan (stereotip). Keanekaragaman yang khas dari satu suku dengan suku lainnya dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi dan berujung pada konflik.
ADVERTISEMENT
Padahal toleransi antarbudaya sangat penting bagi kitaagar dapat berkomunikasi secara efektif dalam berbagai situasi. Keberhasilan dalam komunikasi interpersonal baik itu di dunia pekerjaan dan dalam kehidupan sosial dan pribadi, sebagian besar bergantung pada pemahaman dan kemampuan individu ntuk berkomunikasi secara efektif dengan orang-orang yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Masalah rasisme, konflik antar umat beragama, ketegangan sosial, pelanggaran hak asasi manusia, radikalisme dan lain sebagainya merupakan dan yang disebabkan oleh gagalnya komunikasi antarbudaya.
Penekanan pada budaya ini tidak menyiratkan bahwa kita harus menerima semua praktik budaya atau bahwa semua praktik budaya akan sama dalam hal nilai dan keyakinan pribadi (Hatfield & Rapson, 1996). Hal ini juga tidak berarti bahwa kita harus menerima atau mengikuti semua praktik budaya di Indonesia itu sendiri. Misalnya sistem matrilineal dalam kebudayaan Minangkabau, yaitu sistem pewarisan yang mengikuti garis keturunan perempuan yang membuat harta warisan, seperti rumah dan tanah, diwariskan kepada anak perempuan sebagai pengelola utama. Contoh lainnya adalah sistem kepercayaan animisme pada suku Dayak yang menghormati roh nenek moyang dan alam dengan cara melakukan upacara ritual dan pengorbanan untuk menjaga keseimbangan alam. Hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah dengan menumbuhkan jiwa toleransi dan menghargai setiap keunikan budaya yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, masrayakat Indonesia tidak perlu cemas terkait konflik yang dapat ditimbulkan akibat kesalahpahaman komunikasi antarbudaya karena kita memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika, yang berarti "Berbeda-bedatetapi tetap satu". Semboyan ini mengandung makna mendalam bagi masyarakat Indonesia yang kaya akan keanekaragaman budaya, suku, dan agama. Prinsip ini menjadi fondasi penting dalam menciptakan kerukunan dan saling pengertian antarindividu. Dalam konteks komunikasi interpersonal, Bhineka Tunggal Ika berperan krusial dalam membangun jembatan antara perbedaan, mengurangi konflik, dan memperkuat hubungan antarindividu.
Menurut Suranto dalam Aulia Monika, Suhairi (2021: 19) komunikasi interpersonal sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti apa yang dimaksud oleh penyampaian pikiran-pikiran atau informasi. Dalam konteks masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, di mana banyak budaya, bahasa, dan tradisi berbeda saling berinteraksi, komunikasi interpersonal sering kali menghadapi tantangan. Misalnya, perbedaan bahasa atau norma sosial dapat menimbulkan kesalahpahaman. Namun, dengan mengadopsi prinsipBhineka Tunggal Ika, individu dapat belajar untuk menerapkan prinsip komunikasi antar budaya yang efektif. Prinsip ini meliputi edukasi diri, mengenali perbedaan, menghadapi stereotip diri, dan mengurangi etnosentrismeyang dapat meningkatkan kualitas komunikasi interpersonal.
ADVERTISEMENT
1. Edukasi Diri
Di era digital saat ini mengedukasi diri sendiri tentang kebudayaan bukanlah hal yang sulit berkat teknologi dan media sosial. Banyak orang memanfaatkan platform seperti Instagram, TikTok dan YouTube untuk mengikuti akun yang menampilkan tradisi dan kebudayaan Nusantara melalui foto dan video. Banyak dokumenter dan vlog yang menggambarkan kebudayaan, nilai-nilai, dan keindahan alam dari berbagai suku. Platform ini juga memungkinkan interaksi langsung dengan orang darilatar belakang yang beragam.
Mengenali dan menghadapi ketakutan diri sendiri, dapat meningktatkan efektifitas komunikasi antarbudaya (Gudykunst, 1994; Shelton & Richeson, 2005; Stephan & Stephan, 1985). Misalnya, ketakutan mempermalukan diri sendiri, cemas karena tidak yakin dengan kemampuan mengendalikan situasi antarbudaya, atau mungkin khawatir tentang tingkat ketidaknyamanan diri. Tentu saja, beberapa ketakutan itu masuk akal, tapi dalam banyak kasus, kekhawatiran semacam itu tidak berdasar. Kekhawatiran perlu dinilai secara logis dan konsekuensinya dipertimbangkan dengan saksama. Dengan demikian, kita akan dapat membuat pilihan yang tepat tentangkomunikasi secara lebih efektif.
ADVERTISEMENT
2. Mengenali Perbedaan
Hambatan umum untuk komunikasi antarbudaya terjadi ketika kita berasumsi bahwa persamaan itu adadan bahwa perbedaan tidak ada. Hal ini terutama berlaku untuk nilai-nilai, sikap, dan keyakinan. Kita mungkin dengan mudah menerima gaya rambut, pakaian, dan makanan yang berbeda, tapi dalam nilai-nilai dan keyakinan dasar, timbul asumsi bahwa jauh di lubuk hati semua orang benar-benar sama. Saat kita fokus pada persamaan dan mengabaikan perbedaan,kita akan gagal untuk melihat perbedaan pentingketika berkomunikasi. Hal ini membuat kita cenderung merasa menjadi yang paling benar.
Bhineka Tunggal Ika mengajarkan kita untukmenghargai perbedaan di antara individu. Dengan merayakan keragaman, kita dapat meningkatkan efektivitas komunikasi interpersonal. Memahami perspektif yang berbeda memungkinkan kita membangun hubungan yang lebih baik. Ketika setiap orang merasa dihargai, lingkungan komunikasi menjadi lebih harmonis. Hal ini pada gilirannya menciptakan rasa saling mendukung dan kerjasama yang lebih kuat.
ADVERTISEMENT
3. Menghadapi Stereotip Diri
Menghadapi stereotip diri sejalan dengan semangat Bhineka Tunggal Ika, yang mengajarkan kita untuk menghargai keragaman. Dalam konteks ini, menyadari dan mengatasi stereotip dapat meningkatkan efektivitas komunikasi interpersonal, karena kita belajar untuk melihat individu di balik label yang sering disematkan kepada mereka. Dengan memahami bagaimana stereotip dapat mempengaruhi interaksi, kita dapat berkomunikasi dengan lebih autentik dan terbuka, menciptakan ruang bagi dialog yang lebih konstruktif. Ini mencerminkan nilai persatuan dalam perbedaan, di mana setiap individu dihargai berdasarkan keunikan mereka.
Lebih jauh lagi, menghadapi stereotip diri juga mendorong kita untuk mengembangkan empati dan pemahaman, yang sejalan dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika. Ketika kita berbagi pengalaman terkait stereotip, kita tidak hanya membuka kesempatan bagi orang lain untuk melihat sisi lain dari diri kita, tetapi juga menciptakan saling pengertian yang lebih dalam. Ini memperkuat hubungan antarindividu dan mendorong rasa kebersamaan dalam keragaman. Dengan demikian, semangat Bhineka Tunggal Ika dapat dijadikan landasan dalam menciptakan komunikasi yang lebih harmonis dan inklusif di Masyarakat.
ADVERTISEMENT
4. Mengurangi Etnosentrisme
Mengurangi etnosentrisme adalah langkah krusialuntuk meningkatkan efektivitas komunikasi interpersonal, karena sikap ini seringkali menghambat pemahaman antarbudaya. Ketika kita menilai budaya lain berdasarkan standar budaya kita sendiri, kita cenderung membentuk asumsi dan prasangka yang dapat merusak hubungan. Dengan membuka diriterhadap keanekaragaman dan melihat nilai dalam berbagai perspektif, kita dapat berkomunikasi dengan lebih efektif. Ini tidak hanya memperkaya pengalaman pribadi, tetapi juga menciptakan interaksi yang lebihharmonis dan saling menghormati.
Prinsip Bhineka Tunggal Ika sangat relevan dalam konteks ini, karena mengajarkan kita untukmenghargai perbedaan sebagai bagian integral dari identitas bangsa. Dengan mengurangi etnosentrisme, kita dapat lebih menghargai keunikan setiap individu dan budaya yang ada di sekitar kita. Hal ini memungkinkan terciptanya komunikasi yang lebih inklusif dan kolaboratif, di mana setiap orang merasa dihargai dan didengar. Dengan demikian, semangat Bhineka Tunggal Ika menjadi landasan yang kuatuntuk membangun masyarakat yang lebih toleran, di mana perbedaan dirayakan dan komunikasi antarindividu semakin efektif.
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki populasi yang sangat besar dan beragam, menjadikannya sebagai negara keempat terpadat di dunia. Keragaman ini tidak hanya mencakup suku bangsa, tetapi juga budaya dan tradisi yang berbeda yang dipengaruhioleh kondisi geografis dan sejarah interaksi dengan budaya luar. Meskipun keberagaman ini menjadi kekayaan budaya, namun juga dapat menimbulkan tantangan seperti etnosentrisme dan stereotip yang dapat menghambat komunikasi interpersonal. Untuk mengatasi masalah ini, penting untuk menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai perbedaan, yang merupakan esensi dari semboyan BhinekaTunggal Ika.
Prinsip Bhineka Tunggal Ika berfungsi sebagai landasan untuk menciptakan komunikasi yang efektif dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia. Dengan mengedukasi diri, mengenali perbedaan, dan menghadapi stereotip, individu dapat mengurangi prasangka dan membangun hubungan yang lebih harmonis. Mengurangi etnosentrisme juga memungkinkan kita untuk lebih menghargai keunikan setiap budaya, menciptakan interaksi yang saling menghormati. Dalam konteks ini, komunikasi antarbudaya dapat diperkuat, mengurangi potensi konflik, dan meningkatkan rasa kebersamaan dalam keragaman, sehingga menciptakan masyarakat yang lebih toleran dan inklusif.
ADVERTISEMENT