Cermat Melihat Tren Tanaman Hias Kekinian

Cicin Yulianti
Mahasiswa S1 Jurnalistik Universitas Padjadjaran.
Konten dari Pengguna
22 November 2020 11:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cicin Yulianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ilustrasi tanaman hias kaktus. Sumber: pixabay.com
“Seorang pria menukar mobil Avanza dengan empat jenis tanaman hias”
ADVERTISEMENT
Pernyataan tersebut banyak dituliskan oleh beberapa media massa akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, terdapat seorang pria asal Kediri yang viral di media sosial dengan unggahan videonya yang berisikan momen di mana ia sedang menukarkan mobilnya dengan empat jenis tanaman hias.
Tanaman hias memang menjadi racun baru bagi masyarakat selama pandemi ini. Di hampir setiap sudut rumah baik indoor atau outdoor, tanaman-tanaman hijau atau berwarna-warni tersebut menjadi pemanis dan penambah kesan rumah terlihat aesthetic. Selain itu, bisa jadi gengsi dan tren yang kemudian menjadi pengantar orang-orang membidik berbagai macam tanaman ini.
Salah satu daerah yang menyuplai banyak persediaan tanaman hias langsung dari petaninya adalah Cihideung, Bandung Barat. Misalnya di Jalan Kolonel Masturi, Cihideung, di kanan kiri jalan sangat rimbun oleh juntaian daun-daun hijau nan segar. Baik pemilik kios tanaman yang sudah besar maupun warga awam, mereka menaruh banyak tanaman hias di depan rumah mereka. Hal itu menunjukkan bahwa tanaman-tanaman tersebut tengah menjadi komoditas tinggi di masa pandemi Covid-19 ini.
ADVERTISEMENT
Pada masa pandemi ini , proses jual beli tanaman dipasarkan melalui e-commerce. Penjual tanaman e-commerce pun semakin menjamur. Penjualnya sendiri ada dari kalangan amatir, pebisnis besar bahkan artis yang ikut-ikutan masuk ke dalam lingkaran bisnis tanaman ini.
Jika melihat soal harga beberapa tanaman hias ini, salah satunya yang sempat naik daun yakni Janda Bolong atau Monstera Adansonii Variegata. Dilansir dari kumparan.com, seorang pengusaha tanaman bernama Dwi Atikasari, bisa menjual janda bolong ini hingga harga 50 juta. Harga tersebut memanglah pantantis dan mengulang kembali riwayat tren sebelumnya di mana tanaman gelombang cinta bisa laris dengan harga yang setara dengan satu unit mobil.
Namun pertanyaan dari fenomena di atas, apakah bisnis tanaman hias ini lantas akan bertahan setelah pandemi Covid-19 usai? Selain itu, apa yang membuat beberapa tanaman hias memiliki harga yang fantastis?
ADVERTISEMENT
Jika diperhatikan, fenomena ini mirip dengan booming-nya batu akik pada tahun 2014. Orang-orang serentak menjual dan membeli batu akik dengan harga yang bombastis. Kemudian muncul lah kolektor batu akik. Walaupun penggemar batu akik masih banyak sampai sekarang, namun kuantitasnya berbeda dibanding pada masa populernya.
Biasanya, tanaman hias seperti janda bolong dijual sekitar 10-30 ribu per pot. Hal yang menjadi bias saat ini adalah kenaikan yang signifikan sampai melejit ke angka ratusan juta. Dilansir dari cnbcindonesia.com, seorang pengamat tanaman hias Mirah Midadan Famid, mengatakan jika fenomena meroketnya harga tanaman hias ini bisa jadi dipicu oleh tingkat permintaan naik sehingga tingkat penawaran pun naik.
Ulah Pemain Kapitalis
Di balik kehebohan harga tanaman yang fantastis, banyak masyarakat yang tidak menyadari adanya sebuah fenomena yang dinamakan mongkey business. Mongkey business merupakan cara suatu kelompok menggiringkan opini kepada publik tentang potensi bisnis yang luar biasa atau dengan kata lain bisa meraup banyak keuntungan dalam kurun waktu tertentu saja (musiman).
ADVERTISEMENT
Bisa dikatakan mongkey business ini menjadi bagian kotor dalam bisnis tanaman hias. Pasalnya, rumor yang ditebarkan oleh suatu kelompok mengenai kemungkinan tanaman hias tertentu bisa jadi langka dan banyak peminat, menyebabkan penjual akan berusaha menaikkan harga semaksimal mungkin. Akibat tren yang hanya sesaat dan kenaikan harga yang sangat signifikan, maka pasar akan bertemu dengan masa harga turun drastis.
Di sini pemain mongkey business mencoba mengumpulkan produk sebanyak mungkin. Lalu kemudian mereka mengumumkan jika produk tersebut sudah langka di pasaran sehingga harganya naik. Setelah reaksi konsumen tergiur untuk memiliki produk tersebut, maka giliran pemain mongkey business menggelontorkan produk tersebut dengan harga tinggi.
Hal tersebut jika dipikirkan memang hanya menguntungkan pihak pemain mongkey business. Di sisi lain, ada pihak penjual yang juga diuntungkan karena bisa meraup keuntungan yang lebih besar dari hari biasanya. Namun, di saat harga mencapai titik tertinggi dan tidak ada lagi yang berani membeli, maka sebaliknya, penjual akan merugi. Maka dari itu, mongkey business ini hanyalah tipu daya segelintir orang yang hanya ingin membuat tren sesaat dan merugikan pembeli tanaman hias.
ADVERTISEMENT
Dari fenomena ini bisa dilihat, bahwa kapitalisme telah menjadi dewa dalam berbagai macam bisnis, termasuk tanaman hias ini. Terlebih jika dipikir-pikir, atas dasar apa tanaman yang bisa saja layu dan mati dihargai hingga ratusan juta?
Skenario Mongkey Business
Mengapa bisnis macam ini dikatakan mongkey business? Karena karakteristiknya memang sama dengan tingkah laku seekor monyet. Saat seekor monyet telah mendapatkan makanan di tangannya, maka ia akan langsung lari dan kabur. Seperti itulah analogi pemain mongkey business ini.
Adapun pengaruh lain dari mongkey business di kala pandemi ini adalah komoditas tanaman hias lain pun ikut naik. Misalnya saja, tanaman jenis keladi, calathea bahkan kaktus ikut menjadi tren saat ini walau harganya tak terlalu jauh dari harga biasa. Akan tetapi, tak ada yang bisa memprediksi apakah ketika mongkey business tanaman hias populer sudah berakhir, lantas tanaman lain pun ikut berakhir?
ADVERTISEMENT
Jika dibayangkan, ekosistem bisnis tanaman akan mati serentak jika pandemi berakhir. Orang-orang tidak lagi jenuh di rumah dan memulai aktivitasnya di luar. Mereka akan kembali menikmati masa dihadapkan pada pepohonan dan tanaman yang gratis untuk dilihat di luar sana.
Cermat Melihat Tren
Tidak bisa dipungkiri bahwa peminat tanaman hias ini berasal dari berbagai generasi termasuk milenial. Media sosial sebagai lapak baru penjual tanaman hias mampu menyasar pelanggan dari berbagai rentang usia. Beberapa penjual berjualan melalui Facebook, Whatsapp hingga Instagram.
Sebab kecepatan penyebaran info soal tren merawat tanaman hias yang berharga tinggi ini, maka kita harus lebih bijak dalam menilai situasi. Jangan sampai hanya ikut-ikutan tren yang ada sesaat lalu menyesal kemudian hari karena telah mengikuti.
ADVERTISEMENT
Tak ada salahnya untuk menjadi kolektor tanaman hias jika memang hobi atau memiliki tujuan tertentu. Akan tetapi, yang menjadi salah adalah jika kita memaksakan untuk mengikuti orang lain yang mampu membeli tanaman berharga fantastis hingga lupa dengan segi nilai fungsi dari tanaman tersebut. Kita jangan sampai tergiur oleh pancingan para pemain mongkey business. Sekalinya kita terperangkap dalam bisnis kotor tersebut, maka kita akan menyesal sebab mereka tak akan pernah bertanggung jawab. Seperti monyet lari setelah mendapatkan makanannya, begitulah pemain mongkey business bekerja.