Konten dari Pengguna

People Pleaser: Antara Kehilangan Orang Lain atau Diri

cindhy margaretha
Mahasiswi di Universitas Airlangga Program Studi Farmasi
24 Desember 2024 11:29 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari cindhy margaretha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Poster canva mengenai people pleaser dimodifikasi oleh Cindhy Margaretha
zoom-in-whitePerbesar
Poster canva mengenai people pleaser dimodifikasi oleh Cindhy Margaretha
ADVERTISEMENT
People pleaser? kata ini kerap kita dengar bukan?. Seorang people pleaser atau kerap dikenal dengan orang “tidak enakan” cenderung selalu mengatakan “ya’ kepada orang lain. Apabila dilihat dari aspek norma dan masyarakat, perilaku ini menjadi sifat yang positif. Namun, bila ditinjau lebih dalam apakah menjadi people pleaser selalu baik? Atau justru membuat kehilangan diri sendiri? Mari kita ulas bersama.
ADVERTISEMENT

Perkenalkan nama saya Cindhy Margaretha. Saya merupakan mahasiswi di Unversitas Airlangga dengan program studi farmasi. Saya mengambil topik people pleaser ini berdasarkan pengalaman dan hasil observasi di lingkungan perkuliahan.

Apa itu people pleaser? dan bagaimana ciri-cirinya? People pleaser di definisikan sebagai orang yang mementingkan kebahagiaan orang lain dibanding kebahagiaannya sendiri. Berdasarkan jurnal Widyalaya, adapun ciri-ciri seorang people pleaser antara lain:
1. Kesulitan berkata “tidak” kepada orang lain. Seorang people pleaser akan kesulitan untuk berkata “tidak” pada orang lain, mereka akan sangat merasa bersalah jika melakukan penolakan terhadap orang lain.
2. Lebih peduli terhadap orang lain. Mereka cenderung menghabiskan waktunya untuk melakukan sesuatu terhadap orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Sampai di titik dimana mereka tidak tahu apa yang merek sukai.
3. Tidak peduli dengan perasaan diri sendiri. Seorang people pleaser tidak akan memvalidasi perasaan terluka yang ada pada dirinya karena lebih mementingkan orang lain. Namun, mereka justru membutuhkan validasi dari orang lain atas sikap baiknya yang membuat mereka merasa berarti, diterima dan dihargai.
ADVERTISEMENT
Apabila dilihat dari sisi positif seorang people pleaser memiliki empati yang tinggi terhadap orang lain. Mereka dapat menciptakan hubungan yang baik dalam lingkup sosialnya. Namun, jika dilihat dari sisi negatif kebiasaan ini dapat menyebabkan kelelahan emosional, mental, dan bahkan kehilangan jati diri. Mereka akan lebih mudah dimanfaatkan karena takut merasa kehilangan orang disekitarnya. Mereka takut untuk kehilangan orang lain tetapi mereka tidak sadar akan kehilangan diri sendiri.
Melihat sudut pandang berpikir kritis people pleaser ini memiliki kesalahan dalam berlogika (logical fallacy). Menurut psikolog Iswan Saputro dalam salah satu artikel pada website klik dokter, salah satu jenis sesat pikir atau logical fallacies adalah false dilemma fallacy yang dimana mereka hanya dihadapkan dua pilihan. Mereka merasa harus menerima permintaan orang namun mengorbankan diri sendiri atau melakukan penolakan namun di cap sebagai orang yang egois. Padahal faktanya mereka tetap bisa membantu orang lain tanpa merugikan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu sebagai seorang people pleaser penting untuk dapat mengelola diri. Jangan sampai mengalami kesalahan dalam berlogika, dengan berpikir kritis kamu dapat berlatih untuk berkata “tidak” pada orang lain. Pentingnya untuk menebarkan afirmasi pada diri sendiri bahwa kamu berharga dan layak untuk mendapatkan kebahagiaan yang setara. Melakukan penolakan terhadap orang lain tidak akan menjadikan dirimu egois. Berbuat baik memang penting, namun tidak layak untuk ditukar dengan kehilangan diri sendiri.
Sumber dan Referensi Pendukung
1. Cindhy Margaretha
2. Artikel tentang jenis sesat pikir yang dialami manusia
(https://www.klikdokter.com/psikologi/kesehatan-mental/jenis-sesat-pikir-yang-dialami-manusia?srsltid=AfmBOoqCdtth6v4PGNMImBiDIvyOylgpkV8kz2-vVLM0fhr96YPXoSDK)
3. Jurnal referensi mengenai ciri-ciri people pleaser
(http://jurnal.ekadanta.org/index.php/Widyalaya/article/view/392)