Republik Demokratik Kongo: Emas Kotor dan Perang Paling Mematikan di Abad-21

Cindy Angelica Wijaya
Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional Universitas Mulawarman
Konten dari Pengguna
16 November 2022 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cindy Angelica Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi emas kotor dan perang paling mematikan pada abad-21 di Republik Demokratik Kongo (FOTO: Cindy Angelica Wijaya)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi emas kotor dan perang paling mematikan pada abad-21 di Republik Demokratik Kongo (FOTO: Cindy Angelica Wijaya)
ADVERTISEMENT
Republik Demokratik Kongo merupakan salah satu negara di Afrika barat bekas jajahan Belgia yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, diantaranya sumber daya minyak, mineral, serta emas. Emas dari Republik Demokratik Kongo dianggap sebagai salah satu emas paling murni di dunia. Pada tahun 2009, estimasi nilai emas yang berhasil dijual dari Republik Demokratik Kongo mencapai 50 Juta USD.
ADVERTISEMENT
Namun, kekayaan alam tersebut tidak berbanding lurus dengan keadaan ekonomi Republik Demokratik Kongo. Pada tahun 2022, Republik Demokratik Kongo menempati urutan 209 dari 221 negara dengan PDB per kapita terendah di dunia. Hal ini disebabkan oleh praktek KKN, instabilitas politik, invasi asing, dan konflik bersenjata yang terus-menerus terjadi selama beberapa tahun di Republik Demokratik Kongo.

Konflik Bersenjata di Republik Demokratik Kongo

Terdapat 2 fase konflik bersenjata di Republik Demokratik Kongo, yaitu Perang Kongo Pertama (1996-1997) serta Perang Kongo Kedua (1998-2003). Jumlah korban jiwa akibat Perang Kongo Kedua mencapai 5,4 juta jiwa. Besarnya jumlah korban jiwa mengakibatkan Perang Kongo Kedua dinobatkan sebagai salah satu perang paling mematikan di dunia pada abad-21.
ADVERTISEMENT
Perang ini dilatarbelakangi oleh kemunculan kelompok-kelompok pemberontak bersenjata di RD Kongo akibat ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah yang otoriter, serta sebagai akibat dari krisis pengungsi yang terjadi di Afrika akibat genosida Rwanda pada tahun 1994. Kelompok-kelompok bersenjata di Republik Demokratik Kongo inilah yang menjadi penggerak terjadinya kekerasan serta konflik bersenjata yang berkembang menjadi perang skala penuh.

Dirty Gold

Pertambangan mineral terutama emas yang kebanyakan berada di wilayah timur Kongo sebagian besar dikuasai oleh kelompok-kelompok pemberontak. Tercatat terdapat lebih dari 100 kelompok pemberontak bersenjata yang menebar teror di daerah timur Kongo, terutama di daerah Ituri, Kasai, dan Kivu. Keberadaan kelompok-kelompok ini di daerah dengan konsentrasi sumber daya yang besar semakin banyak akibat kontrol pemerintah yang lemah.
ADVERTISEMENT
Kelompok-kelompok bersenjata tersebut memaksa rakyat melalui teror untuk menambang emas dan mineral. Hal ini membuat emas yang datang dari hasil konflik di Kongo dijuluki dirty gold. Sumber daya tambang yang berhasil di ekstrak dari tambang-tambang tersebut kemudian dijual ke luar negeri. Keuntungan yang didapatkan kemudian dipakai untuk membeli lebih banyak persenjataan dan keperluan perang.
Emas hasil konflik yang berasal dari Republik Demokratik Kongo berhasil masuk ke pasar dunia tanpa adanya regulasi yang memungkinkan melakukan identifikasi asal-usul emas tersebut. Perdagangan dirty gold yang ilegal ini memanfaatkan celah tersebut sehingga dapat tetap melakukan ekspor walaupun beberapa negara telah melarang impor jual-beli emas dari Kongo. Hal ini dilakukan dengan menyeludupkan emas dan hasil tambang lainnya melewati perbatasan dan ke wilayah negara tetangga, untuk kemudian di ekspor ke pasar emas internasional.
ADVERTISEMENT
Tingginya angka kemiskinan, buta huruf, dan ketidaktersediaan lapangan pekerjaan di Kongo menyebabkan masyarakat lokal sebagian besar memilih bekerja di tambang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini menyebabkan eksploitasi yang parah terhadap pekerja tambang, mulai dari upah yang sangat minim, tidak adanya jaminan keselamatan kerja, serta lingkungan kerja dan metode penambangan yang membahayakan keselamatan mereka. Bahkan tak jarang anak-anak kecil juga dieksploitasi untuk bekerja di tambang-tambang emas ini untuk menghidupi keluarga mereka.
Dalam menghadapi hal ini, beberapa negara telah menetapkan regulasi untuk mencegah pergerakan dirty gold dari Kongo, salah satunya Amerika Serikat. Pada tahun 2010, AS yang merupakan salah satu negara dengan banyak perusahaan multinasional yang bergerak di industri perhiasan dan emas mengeluarkan regulasi untuk mengurangi praktik jual-beli mineral dari wilayah konflik guna mencegah pembiayaan terhadap kelompok bersenjata.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, rantai pasokan yang kompleks dalam bisnis jual-beli mineral Republik Demokratik Kongo membuat perusahaan kesulitan memperoleh sertifikasi. Hal ini mendorong kebanyakan perusahaan multinasional yang berbasis di AS memilih tidak membeli mineral dari Republik Demokratik Kongo sama sekali dan menyebabkan masyarakat kehilangan mata pencaharian satu-satunya yang dapat menunjang kehidupan mereka. Hal ini menimbulkan masalah baru, yaitu mendorong banyak orang malah bergabung kedalam kelompok pemberontak untuk bertahan hidup akibat ketidaktersediaan lapangan pekerjaan.