Konten dari Pengguna

Rivalitas di Lapangan Berhenti Ketika Peluit Wasit Berbunyi

Cindy Graciella
Seseorang yang sedang berjuang menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Jember, menghadapi gejolak dunia perkuliahan. Angkasa Berkisah menjadi saksi cerita kehidupan yang terlukis melalui tulisan
8 April 2022 14:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cindy Graciella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Irfan Jaya dan Pratama Arhan bertukar jersey selepas laga PSIS vs Bali Utd. Foto: Instagram/@irfanjayaij41
zoom-in-whitePerbesar
Irfan Jaya dan Pratama Arhan bertukar jersey selepas laga PSIS vs Bali Utd. Foto: Instagram/@irfanjayaij41
ADVERTISEMENT
Perjalanan menjadi seorang atlet sepak bola tidaklah mudah. Dimulai dari mengorbankan waktu bermain, sekolah, bahkan waktu bersama keluarga. Ditambah lagi, lelahnya latihan setiap hari mulai sejak kecil. Tak selesai sampai di situ, saat sudah menjadi atlet profesional pun harus bersaing dengan atlet lain untuk memperebutkan kursi pemain di salah satu tim atau di Tim Nasional. Dengan adannya persaingan ini, tentu saja rivalitas dalam sepak bola sangat tinggi.
ADVERTISEMENT
Melihat hal tersebut, sepak bola terkadang menjadi ajang untuk melampiaskan emosi. Ini terjadi bukan hanya pada atlet tapi juga pada suporter. Mari kita lihat dari kedua sisi tersebut.
Pertama, dari sisi tim yang sedang bertanding. Rivalitas berlangsung selama 90 menit di lapangan. Ketika tensi pertandingan meningkat, sering kali pemain tidak dapat mengontrol emosinya. Tak jarang pemain lain juga tersulut emosinya ketika teman satu timnya dilanggar. Tentu saja ini merugikan diri mereka sendiri dan juga timnya. Pemain tersebut bisa mendapat pelanggaran dari wasit berupa kartu kuning atau bahkan kartu merah.
Official tim juga tidak bisa dikecualikan. Mereka juga sering melakukan tindakan provokatif atau dinilai mempengaruhi jalannya pertandingan. Wasit tidak akan segan untuk memberikan hadiah berupa kartu kuning atau kartu merah.
ADVERTISEMENT
Kedua, dari sisi suporter. Bukan menjadi rahasia lagi bahwa di antara para suporter juga tercipta persaingan sengit. Sampai-sampai ada suporter yang disebut musuh bebuyutan, seperti Aremania (suporter Arema FC) dan Bonek (suporter Persebaya). Sikap tidak menghormati suporter lawan, bahkan melakukan penyerangan hingga menimbulkan korban jiwa, adalah contoh tindakan tidak terpuji yang paling sering kita temui.
Saat ini suporter sepak bola masih menjadi kelompok suporter yang paling besar, baik di Indonesia maupun di dunia. Suporter diharapkan bisa memberikan dukungan kepada tim yang sedang bertanding. Namun yang terjadi, para suporter kerap kali melakukan aksi yang mengganggu jalannya pertandingan. Akan menjadi baik bila suporter bertindak sebagaimana mestinya.
Lalu, apakah sepak bola hanya membangkitkan rivalitas tanpa mengenal sportivitas?
ADVERTISEMENT
Nyatanya, sepak bola tak hanya sebatas rivalitas pemain dan suporter saja. Rivalitas memang tak terbantahkan. Pertandingan dua tim selalu tersaji dengan sengit. Namun, setelah peluit tanda berakhirnya pertandingan berbunyi, yang semula lawan menjadi kawan. Rivalitas hanya terjadi di lapangan selama 90 menit. Selanjutnya adalah bentuk sportivitas, mengakui keunggulan lawan dan meminta maaf ketika melakukan kesalahan. Ini adalah makna sepak bola yang sesungguhnya.
Dalam sepak bola dan olahraga apapun, sportivitas harus hadir setelah pertandingan berakhir. Tak hanya setelah pertandingan, tapi juga saat pertandingan berlangsung. Seperti yang kita tahu, jika seorang pemain sedang cedera di dalamlapangan, pemain lawan yang ada di dekatnya akan membantu sebelum tim medis masuk ke lapangan. Atau ketika seorang pemain melanggar pemain lawan, ia akan meminta maaf dan membantu pemain lawan itu untuk berdiri. Bentuk sportivitas seperti inilah yang dibutuhkan dalam lapangan. Bukan hanya rivalitas semata, tetapi sportivitas juga terjadi dalam sepak bola.
ADVERTISEMENT
Jangan hilangkan rivalitas, juga jangan hilangkan sportivitas dalam sepak bola. Ketika rivalitas tertanam tanpa sportivitas, sepak bola hanya akan meninggalkan luka mendalam, baik bagi pemain maupun suporter. Begitu pula sebaliknya. Ketika sportivitas dijunjung tinggi tanpa adanya rivalitas, apa gunanya melaksanakan pertandingan?
Ada kalanya menjadi lawan, ada kalanya menjadi kawan. Rivalitas akan selalu berdampingan dengan sportivitas. Bunyi peluit panjang wasitlah yang menyatukan keduanya.