Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Hukum Lingkungan vs. Kepentingan Ekonomi: Siapa yang Harus Dimenangkan
3 Februari 2025 15:27 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Cindy Nurlely Siagian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan seringkali dianggap sebagai dua hal yang bertolak belakang. Di satu sisi, pembangunan ekonomi dianggap sebagai kunci untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, dan memajukan negara. Di sisi lain, perlindungan lingkungan adalah kebutuhan mendesak untuk menjaga keberlanjutan kehidupan di bumi. Lantas, dalam konteks hukum, mana yang seharusnya dimenangkan: hukum lingkungan atau kepentingan ekonomi?
ADVERTISEMENT
Konflik yang Tak Terhindarkan.
Konflik antara hukum lingkungan dan kepentingan ekonomi sering terjadi dalam praktik pembangunan. Misalnya, proyek-proyek infrastruktur besar seperti pembangunan jalan tol, bendungan, atau pertambangan seringkali mengorbankan kawasan hutan, sungai, atau ekosistem alami. Di Indonesia, kasus seperti pembukaan lahan sawit di Kalimantan dan Sumatera, atau pertambangan emas di Papua, adalah contoh nyata bagaimana kepentingan ekonomi berbenturan dengan upaya pelestarian lingkungan.
Hukum lingkungan, yang seharusnya menjadi tameng untuk melindungi alam, seringkali diabaikan atau dilanggar demi mengejar keuntungan ekonomi. Padahal, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan bisa berdampak jangka panjang, seperti bencana alam, perubahan iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Hukum Lingkungan: Tameng yang Belum Kuat.
Indonesia sebenarnya memiliki sejumlah regulasi yang cukup komprehensif dalam hal perlindungan lingkungan, seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun, implementasinya seringkali lemah. Beberapa faktor yang menyebabkan hal ini antara lain:
ADVERTISEMENT
1. Lemahnya Penegakan Hukum.
Pelanggaran hukum lingkungan seringkali tidak ditindak tegas. Sanksi yang diberikan tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan, sehingga tidak menimbulkan efek jera.
2. Tumpang Tindih Regulasi.
Adanya tumpang tindih antara regulasi pusat dan daerah seringkali membuat proses penegakan hukum menjadi rumit dan tidak efektif.
3. Tekanan Kepentingan Ekonomi.
Proyek-proyek besar yang melibatkan investor asing atau perusahaan multinasional seringkali mendapat dukungan politik, sehingga hukum lingkungan diabaikan.
Kepentingan Ekonomi: Kebutuhan yang Tak Terelakkan.
Di sisi lain, kepentingan ekonomi juga tidak bisa diabaikan. Pembangunan ekonomi adalah kebutuhan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, mengurangi kemiskinan, dan menciptakan lapangan kerja. Namun, pertanyaannya adalah: apakah pembangunan ekonomi harus selalu mengorbankan lingkungan?
ADVERTISEMENT
Pembangunan ekonomi yang tidak memperhatikan aspek lingkungan justru akan menimbulkan kerugian jangka panjang. Kerusakan lingkungan dapat menyebabkan bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan, yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Selain itu, kerusakan lingkungan juga dapat menimbulkan konflik sosial, seperti yang terjadi dalam kasus sengketa lahan antara masyarakat adat dan perusahaan.
Mencari Titik Temu: Pembangunan Berkelanjutan.
Lalu, bagaimana seharusnya hukum menengahi konflik ini? Jawabannya terletak pada konsep pembangunan berkelanjutan, yang menekankan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan keadilan sosial. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
1. Menguatkan Penegakan Hukum Lingkungan.
Pemerintah perlu menegakkan hukum lingkungan secara tegas dan konsisten. Sanksi bagi pelanggar harus diperberat untuk menciptakan efek jera.
ADVERTISEMENT
2. Mendorong Investasi Hijau.
Pemerintah dapat memberikan insentif bagi perusahaan yang menerapkan praktik ramah lingkungan, seperti penggunaan energi terbarukan atau teknologi rendah emisi.
3. Partisipasi Masyarakat.
Masyarakat harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait proyek-proyek pembangunan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kepentingan lingkungan dan sosial tidak diabaikan.
4. Pendidikan dan Kesadaran.
Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya lingkungan melalui pendidikan dan kampanye publik.
Kesimpulan.
Pertanyaan "siapa yang harus dimenangkan" antara hukum lingkungan dan kepentingan ekonomi sebenarnya adalah pertanyaan yang keliru. Keduanya tidak harus dipertentangkan, melainkan dicari titik temunya. Hukum lingkungan harus menjadi dasar bagi pembangunan ekonomi, bukan penghalang. Dengan pendekatan yang seimbang dan berkelanjutan, kita dapat mencapai pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan lingkungan. Pada akhirnya, yang harus dimenangkan adalah keberlanjutan kehidupan di bumi untuk generasi sekarang dan masa depan.
ADVERTISEMENT