Konten dari Pengguna

Ritual Meminta Hujan di Kota Kecil Meksiko

Cindy Purwaningsih
Indonesian in Mexico
4 Juni 2025 7:02 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Ritual Meminta Hujan di Kota Kecil Meksiko
Di sebuah kota kecil di negara bagian Guerrero, Meksiko, tradisi kuno untuk memohon hujan masih berlangsung setiap tahun. Ritual ini terdiri dari doa, tarian, dan pertarungan bertopeng jaguar.
Cindy Purwaningsih
Tulisan dari Cindy Purwaningsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di bawah matahari yang membakar tanah Guerrero, ledakan petasan menggema di udara. Debu beterbangan saat dua lelaki bertopeng jaguar saling bertarung di tengah bukit. Bukan sekedar pertarungan, Pelea de Tigre, sebuah bagian dari tradisi kuno yang masih terus dilakukan setiap tahun sebagai bentuk harapan akan turunnya hujan. Sebagai seorang perantau yang sedang tinggal di Meksiko, saya tidak pernah menyangka akan menyaksikan peristiwa yang begitu liar namun sarat makna ini.
Pelea de Tigre, Acatlán, Guerrero, Meksiko. Photo by Cindy
zoom-in-whitePerbesar
Pelea de Tigre, Acatlán, Guerrero, Meksiko. Photo by Cindy
Tradisi yang dikenal sebagai Atzatzilistli ini lahir dari perpaduan antara kepercayaan pra-Hispanik masyarakat Nahua dan agama Katolik. Dirayakan setiap tahun antara akhir April dan pertengahan Mei, ritual ini menandai awal musim tanam.
ADVERTISEMENT
Di Acatlán, negara bagian Guerrero, Meksiko, tradisi ini masih hidup. Setiap tanggal 2 Mei, sejak dini hari, masyarakat berjalan kaki sekitar 12 kilometer mendaki Cruzco (Bukit Salib) — tempat ritual ini dilangsungkan. Sebuah ritual yang diisi dengan doa, tarian, dan pertarungan. Semuanya ditujukan untuk memohon hujan kepada dewa Tlaloc agar tanah kembali subur dan kehidupan terus berlanjut.
Dalam mitologi Aztek, Tlaloc dikenal sebagai dewa hujan, penguasa kesuburan dan bahkan guntur serta hujan es. Ia adalah sosok yang dianggap sebagai pelindung para petani dan masyarakat pra-Hispanik percaya bahwa hanya dengan pengorbanan dan doa yang sungguh-sungguh, Tlaloc akan mendengarkan permohonan mereka dan mengirimkan hujan. Karena itulah ritual ini menjadi sangat penting yang merupakan sebuah jembatan antara manusia dan kekuatan kosmik yang menentukan keberlangsungan hidup mereka sebagai petani.
ADVERTISEMENT
Acatlán terletak di municipio (kotamadya) Chilapa del Avarez, di negara bagian Guerrero Meksiko. Tempat ini sebenarnya bukan tujuan utama wisawatan ketika di Meksiko. Saya ingat, selama di dalam bus, seorang ibu dan suaminya terlihat terkejut dengan tujuan saya.
Qué haces allá? (Apa yang kamu lakukan disana?)” Tanyanya dengan nada yang sangat penasaran.
Yo tengo amigos, y quiero visitarlos” (Saya punya teman dan ingin mengunjungi mereka) jawab saya dengan penuh semangat.
Setelah menempuh perjalanan darat sekitar delapan jam dari Kota Meksiko, saya pun akhirnya tiba di terminal Chilapa. Teman yang akan menemani saya selama disini sudah menunggu.
Pedagang bunga di alun-alun kota Acatlan, Guerrero, Meksiko. Photo by Cindy
Matahari baru saja muncul, tetapi alun-alun kota sudah dipenuhi pedagang bunga. Setiap lapak dipadati pembeli yang memilih bunga untuk dibawa ke bukit untuk persembahan.
ADVERTISEMENT
Untuk menghemat waktu dan tenaga, kami menaiki angkutan umum menuju kaki bukit. Sebuah mobil bak putih yang membawa 12 penumpang melintasi jalan tanah berbatu. Sampai di titik pemberhentian badan kami dipenuhi debu dan dari sana ternyata kami masih harus berjalan kaki sekitar 50 menit yang ditemani ledakan petasan tanda bahwa perayaan telah dimulai.
Masyarakat berdoa didepan altar persembahan. Photo by Cindy
Sesampainya di bukit, suasana terasa khidmat. Seruan doa dalam bahasa Nahuatl bergema di depan altar yang dihiasi bunga, lilin, dan api menyala, lambang harapan agar air dari dalam tanah menguap dan turun menjadi hujan.
Para petarung juga membuat altar untuk topeng kulit jaguar dan pakaiannya sebagai bentuk permohonan restu dan perlindungan. Tidak jauh dari altar, dapur komunitas berdiri. Masyarakat memasak tamales* dan sup ayam yang akan disantap bersama usai upacara. Makanan disajikan bukan hanya untuk manusia, tetapi juga untuk makhluk lain seperti burung. Jeroan ayam dikumpulkan dan digantung di pohon yang juga menjadi bentuk persembahan.
ADVERTISEMENT
Sambil menunggu, saya duduk bersama para peserta lain dan mendengarkan kisah perjalanan mereka, yang rata-rata menempuh waktu tiga hingga empat jam untuk sampai ke puncak.
Saya mengangguk pelan, terharu oleh keyakinan yang ia pegang. Keyakinan yang terlahir dari generasi ke generasi, dari ladang-ladang yang menanti kehidupan.
Beliau juga mengajarkan beberapa angka dalam bahasa Nahuatl kepada saya. “Se-Sentetl (satu) Ome (dua) Ye-Ye (tiga)” Ia pun mengatakan bahwa bahasa ini masih digunakan oleh warga setempat.
Tarian tlacololeros. Photo by Cindy
Setelah doa selesai, ritual dilanjutkan dengan tarian tlacololeros, yang menggambarkan perjuangan petani melawan hama dan kekeringan. Para penari mengenakan topeng kayu, pakaian dari karung goni, topi lebar berhias pita, dan membawa cambuk. Penampilan mereka teatrikal — penuh gerakan dramatis — diiringi musik dari chirimía (seruling kecil khas Meksiko) dan teponaztli(tambur kayu khas Meksiko).
ADVERTISEMENT
Kemudian Pelea de Tigre pun dimulai. Para petarung mengenakan topeng kulit jaguar lengkap dengan sarung tinju. Mereka menggeram, sebagai sinyal kepada petarung lain bahwa mereka siap bertarung. Jaguar, dalam budaya masyarakat Nahua, bukan sekadar hewan liar. Ia adalah simbol kekuatan, keberanian, dan perlindungan.
Di dalam arena, ketegangan memuncak. Pukulan dan tangkisan dilayangkan dengan penuh semangat. Luka dan goresan tak terhindarkan. Bahkan darah pun menetes dari wajah petarung. Awalnya, saya merasa ngilu menyaksikannya. Namun, saya sadar semua itu bukan tanpa makna dan bukan pula bagian dari kekerasan, melainkan bentuk pengorbanan demi hujan yang dinantikan. Semakin banyak darah yang keluar maka semakin besar pengorbanan yang mereka lakukan.
Sekitar pukul 4 sore ritual selesai dan kami pun kembali menuju tempat pemberhentian angkutan umum. Tanpa saya sadari, pengalaman luar biasa ini seolah menghilangkan rasa lelah di tubuh saya. Saya merasa sangat beruntung bisa menyaksikan langsung bagaimana proses ritual kuno ini berlangsung. Bagi saya, ritual ini bukan sekadar tontonan, melainkan sebuah pengingat: bahwa di tengah dunia yang terus bergerak maju dan semakin modern, kita tidak boleh melupakan tradisi yang telah diwariskan sejak dahulu kala.
ADVERTISEMENT
Tradisi seperti inilah yang menjadi penanda, pembentuk, sekaligus penjaga identitas budaya sebuah tempat.
*tamales adalah makanan khas Meksiko yang terbuat dari adonan jagung (masa) kemudian dibungkus jagung dan dikukus.