Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
10 Tahun Kontrak Jadi Ani-ani di Jakarta
22 Oktober 2021 15:18 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
Lingkungan rumahku bisa terbilang padat penduduk tapi bukan berarti sesempit itu. Jalanan utamanya cukup besar bisa masuk satu mobil hanya saja rumah kami saling berdampingan, satu tetangga dengan tetangga lain saling mengenal dengan akrab. Termasuk Bu Rosma, tetangga yang hanya berbeda lima rumah denganku, dia sangat baik dan tampil kekinian. Berbeda sekali dengan ibu rumah tangga pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Bu Rosma sama sekali tidak memiliki anak tapi di rumahnya sering kali banyak wanita muda yang berkumpul. Mereka sangat cantik dan menawan, kalau sudah berkumpul di rumah Bu Rosma para bapak-bapak tidak akan berhenti berlalu-lalang hanya untuk melirik paha mulus yang tersaji begitu saja. Ibuku adalah seorang wirausahawan katering dan pesanannya pun kebanyakan dari perusahaan besar, jadi sering kali ibu membagi-bagikan lebihan makanannya ke tetangga.
Suatu hari ketika aku sedang mengantar makanan ke rumah Bu Rosma, seperti biasa di sana banyak sekali wanita muda yang sering berkumpul. Aku merasa tidak percaya diri saat ingin masuk ke dalam rumahnya tapi salah satu wanita itu dengan ramah mengajakku berbicara, “cari Bu Rosma ya Dek? Masuk saja ke dalam, tidak apa-apa lewati saja” ucapnya. Ragu-ragu aku melewati para gadis itu dan masuk ke dalam rumah mencari Bu Rosma “eeeh Inaaa, bawa apa itu?” sapanya dengan ramah.
ADVERTISEMENT
“Ini ada makanan untuk Ibu” sahutku sambil mengangkat rantang yang ada di tangan kananku, “ohh makasih yaa, taruh saja di meja sana” balasnya. Aku mengikuti intruksi yang ia katakan, “Ibu aku langsung pulang ya” ucapku, “loh kenapa? Main saja dulu di sini sebentar” katanya, “aku harus mengantar makanan lain Bu” jawabku, “oh yaudaah kalo gitu makasih ya” balasnya sambil tersenyum ramah ke arahku.
Aku melihat dia sedang berdiri di dalam kamar dengan seorang wanita, sepertinya mereka sedang mencoba beberapa baju pesta tapi itupun tidak terlihat jelas karena aku langsung pergi ke luar rumah. Keesokan harinya aku berpapasan dengan Bu Rosma di warung saat membeli beberapa jajanan, “Ina kamu mau ke rumah Ibu dulu ga?” Tanyanya, “ada apa Bu?” jawabku dengan balik bertanya, “tidak Ibu hanya ingin ditemani saja karena sedang sendirian di rumah, Ibu iseng” sahutnya.
ADVERTISEMENT
Akhirnya aku ikut Bu Rosma ke rumah dan menemaninya sambil banyak bercerita. Dia menceritakan tentang masa mudanya yang banyak mengikuti lomba catwalk di beberapa hotel, memang harus kuakui meski sudah tua dia masih terlihat sangat cantik. Kulitnya putih terawat bahkan tidak banyak keriput yang menampakkan diri di wajahnya. Tanpa sadar aku memandangi wajah Bu Rosma dengan seksama, “kamu kenapa Na?” Tanyanya saat melihatku yang sudah melongo, “Ibu usianya sudah berapa tahun?” Tanyaku, “hahaha kenapa memangnya? Ibu sudah mau lima puluh tahun, sudah tua Na” jawabnya, “tapi wajah Ibu masih mulus sekali kayanya keriput malu deh buat singgah di wajah Ibu” sahutku.
Dia tertawa mendengar celotehanku, maklum saja itu omongan anak usia sepuluh tahun dan masih sangat polos untuk mengenal perawaran wajah. “Nanti kalau sudah besar, Ibu akan ajarkan Ina cara untuk merawat kulit supaya bisa seperti ini ya” ucapnya, aku hanya menganggukkan kepala sambil terus memakan es krim yang sebelumnya dibelikan oleh Bu Rosma. Aku memang dekat dengan beberapa tetangga, entah kenapa mereka senang sekali kalau aku main ke rumahnya dan menyuguhkan banyak camilan.
ADVERTISEMENT
Terkadang ibuku sampai bingung di mana aku berada karena sering sekali mereka mengajakku pergi. Ibu hanya percaya pada beberapa tetanggaku dan Bu Rosma adalah salah satunya, hubungan mereka sangat baik bahkan ibu sering mengobrol lebih lama dengannya saat menjemputku. Mungkin karena ibu juga ingin memiliki kulit mulus dan kencang seperti Bu Rosma atau mereka memang hanya satu frekuensi untuk membicarakan banyak hal. Aku tidak tahu.
Tapi sejak saat itu, aku jadi sering main ke rumahnya dan ibu juga selalu memperbolehkan “kasihan dia sendirian tidak punya anak, pasti kesepian” ucap ibu kalau aku meminta izin untuk main ke sana. Dari sekian banyak anak tetangga, Bu Rosma hanya senang denganku dan mungkin sudah menganggap aku sebagai anaknya sendiri. Dia tidak tanggung-tanggung untuk memberikanku hadiah saat ulang tahun atau mengajakku jalan-jalan ke pusat perbelanjaan terbesar.
ADVERTISEMENT
Aku juga merasa sangat dekat dengannya, beberapa kali aku cerita tentang kehidupan sekolah atau percintaan anak muda yang masih lugu-lugunya. Hingga di usia lima belas tahun, dia mulai mengajak aku ke salon untuk mulai mencoba beragam perawatan rambut “di usia muda sebaiknya jangan perawatan wajah karena kulit wajah kamu masih baik dan belum ada masalah. Kalau ada jerawat, itu wajar tapi lebih baik pakai sabun pencuci muka saja” ucapnya.
Kehadiran Bu Rosma membuat aku merasa memiliki dua ibu yang sangat menyayangiku, di saat ibuku sibuk di situlah dia hadir untuk mengisi kekosonganku. Perlahan aku mulai mengenal satu per satu wanita muda yang berkumpul di rumah Bu Rosma dan mereka sangat menerimaku dengan ramah, “ini anak Ibu, jangan macam-macam ya” ucapnya. Meski tidak pernah mengerti arah pembicaraan mereka tapi aku mendengar cerita saat mereka menghadiri sebuah pesta di hotel mewah, makanan dan dekorasinya pun seperti di dongeng-dongeng.
ADVERTISEMENT
Satu bulan sekali Bu Rosma sering mengadakan girls day out, di mana semua wanita muda itu berebut memilih baju bagus lalu pergi ke luar bersama-sama. Aku pun mulai ikut saat usiaku genap enam belas tahun “anggap saja ini sebagai hadiah ulang tahun” kata Bu Rosma, dia membelikan aku banyak hal dan tentu saja aku dimanja dengan perawatan salon. Tiap kali wanita itu mengobrol aku selalu menguping, mereka mendapatkan uang banyak dalam waktu satu malam dan suatu hari kutanyakan hal itu pada Bu Rosma karena penasaran. “Bu mereka itu kerja ya? Kok dapat uangnya banyak banget” tanyaku, aku melihat raut wajah terkejut dan dia diam sesaat untuk berpikir “iya mereka bekerja dengan klien Ibu” jawabnya.
ADVERTISEMENT
“Kalau dapat duit banyak berarti bisa beli apa aja dong ya Bu, aku boleh ikutan kerja ga Bu? Apa umurku sudah cukup?” Tanyaku dengan penuh penasaran, “jangan sekarang kamu belum cukup umur nanti akan Ibu jelaskan apa pekerjaan mereka, untuk sementara kamu menyimak saja” jawabnya. Hubunganku dengan para wanita muda itu semakin dekat, sesekali mereka keceplosan membicarakan tentang klien yang baru saja mereka kerjakan dan rasa penasaranku juga semakin tinggi.
Tepat di usia tujuh belas tahun, Bu Rosma menjelaskan apa pekerjaan mereka dan bagaimana cara memuaskan nafsu para lelaki. Mulanya aku takut tapi rasa penasaranku jauh lebih tinggi, Bu Rosma memperbolehkan aku untuk mencoba pekerjaan itu terlebih dulu tapi tentu saja dengan klien pilihan. Aku setuju tapi setelah diajarkan banyak hal tentang laki-laki dan pergi ke salon sebelum jam pertemuan kami tiba.
ADVERTISEMENT
Aku jatuh cinta dengan kenikmatan yang dirasakan bersama pria usia tiga puluhan itu, mungkin Bu Rosma bilang kalau aku adalah amatir sebelumnya jadi dia yang berusaha menjadikan pengalaman pertamaku cukup menyenangkan. Keesokan harinya aku menyetujui untuk bekerja dengan Bu Rosma tapi dengan dua syarat, aku tidak ingin klien sembarang dan meminta agar kontrakku hanya sepuluh tahun. “Meski mendapatkan uang banyak tapi aku juga ingin menikah nantinya Bu” ucapku, sudah banyak hal yang kudengar dari para wanita muda lain tentang pekerjaan ini dan apa resikonya jadi ibu pun menyetujui syaratku.
Aku baru tahu kalau pekerjaanku ini disebut dengan “Ani-ani”, uang berlimpah, pekerjaan mudah, dan hidup di kota besar kurasa adalah hal lumrah. Tahun demi tahun aku menjalani pekerjaanku dan tak pernah mendapatkan klien yang kasar, semua hasil pilihan ibu. Ibuku tidak tahu apa yang kulakukan dengan Bu Rosma, dia hanya tahu kalau aku bekerja sebagai marketing sebuah produk dan dia tidak pernah lagi bertanya tentang pekerjaanku.
ADVERTISEMENT
Beberapa kali aku sempat adu argumen dengan Bu Rosma tentang bagaimana menerapkan prosedur baru dan sebagainya tapi itu tidak membuat kedekatan kami retak. Kami justru semakin kompak untuk mencari wanita berpotensi yang bisa menggantikan aku kelak. Sepuluh tahun pun berlalu dengan cepat dan Bu Rosma memenuhi janjinya untuk memberhentikan aku kerja di usia dua puluh tujuh tahun. Dia mengenalkan aku pada pria yang pertama kali membuat pengalaman pertamaku terasa sangat indah dan rupanya kami sama-sama tertarik sejak pandangan pertama.
Hanya perlu waktu satu tahun kami memantapkan diri untuk menikah, kedua ibuku merestui dan bahkan Bu Rosma memberikan uang lima ratus juta sebagai bonus karena telah loyal bekerja selama sepuluh tahun. Sekarang kami sudah menikah, suamiku pun tahu bagaimana kelamnya hidupku dulu tapi dia tidak pernah mengeluh atau mengungkit masa itu. Dia benar-benar menerima dan mencintai aku sebagai mana mestinya, di saat kebanyakan wanita tergiur dengan dunia seperti itu aku justru sudah berhenti dan hanya menikmati hasil.
ADVERTISEMENT