Konten dari Pengguna

Aku Harus Merawat Anak Hasil Perselingkuhan Suamiku

Cinta dan Rahasia
Mulailah membaca dengan Bismillah, akhiri dengan Istighfar. Kisah didramatisir dari kisah nyata.
20 Mei 2020 14:28 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dok. Pixabay.com/nastya_gepp
zoom-in-whitePerbesar
Dok. Pixabay.com/nastya_gepp
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
Puluhan tahun menikah, kami belum juga dikaruniai seorang anak. Bukan karena kami memiliki masalah atau kehadirannya tidak direncanakan, tetapi karena memang aku yang lebih mementingkan karierku sebagai dokter di salah satu rumah sakit swasta. Sudah menjadi impianku sejak dulu kalau aku ingin menjadi dokter senior yang sangat ahli di bidang pembedahan.
ADVERTISEMENT
Sedangkan karena perbedaan usianya cukup jauh denganku, suami hanya tinggal di rumah dan mengurus beberapa bisnisnya dari rumah. Hampir setiap hari ia kutinggal sendiri di rumah karena memang tidak memiliki anak, jadi kami mengurungkan niat untuk mempekerjakan asisten rumah tangga. Semua kami kerjakan sendiri tentu saja dengan berbagi tugas.
Entah di tahun berapa aku mulai mencurigai kalau suamiku ada main dengan perempuan lain. Tetapi aku belum cukup bukti untuk menuduhkannya hal demikian, aku mengabaikan perselingkuhannya dan kembali fokus pada karierku di rumah sakit. Setiap hari aku menangani pasien yang divonis dengan beragam penyakit, mereka mengatakan kalau aku adalah dokter hebat.
Mungkin benar, tetapi tidak dengan tugas utamaku menjadi seorang istri. Aku cenderung cuek dan abai terhadap suami, aku selalu menganggap kalau ia bisa melakukan semuanya sendiri tanpa perlu bantuanku. Sejak awal pernikahan, kami saling mencintai tetapi aku tetap tidak mengubah prioritasku sebagai dokter karena menganggap itu adalah pengabdian.
ADVERTISEMENT
Aku sudah terikat sumpah untuk mengabdi, jadi apa pun yang terjadi kepentingan orang banyak menjadi tanggung jawab utamaku. Suami sudah kuberi pengertian sejak awal tetapi tetap nekat untuk menikahiku. Jadi kupikir, ini adalah risiko yang harus ia terima karena aku merasa sudah memperingatinya sejak awal.
Suatu kali aku pernah menemuinya datang ke rumah sakit temanku bersama seorang wanita yang sedang mengandung. Dalam hati aku bertanya-tanya “apakah itu teman atau selingkuhannya?” Kemudian aku memerhatikannya dari jauh. Mereka tampak sangat mesra, seketika aku merasa hatiku remuk melihatnya.
Wanita itu sudah pasti selingkuhannya yang selama ini aku curigai. Aku beruntung menyetujui ajakkan temanku untuk mengunjunginya di tempat dia bekerja. Tak kusangka akan menemui suamiku dengan seorang wanita yang sedang mengandung, di dalam hati aku masih menaruh harap kalau itu bukanlah anaknya.
ADVERTISEMENT
Aku menghampiri dan melihat betapa terkejutnya mereka saat aku datang. Suamiku dengan gagah mengatakan kalau itu memanglah anaknya, aku menahan tangis saat mendengar kalimat itu. “Aku menginginkan seorang anak dan kamu tidak bisa memberikannya! Kamu bukan istri yang sempurna buatku” ucapnya.
Dadaku sesak mendengar pernyataannya dan perlahan meninggalkan mereka. Temanku terus bertanya kenapa aku menangis saat ia menemuiku di taman, aku mengatakan semuanya dan ia sangat terkejut. Ia merasa tidak enak hati karena telah membawa masalah ke kehidupan keluarga kami, tetapi bukan dia penyebabnya.
Aku merasa akulah penyebab dari kekacauan ini. Suamiku meninggalkan rumah ketika aku kembali, sudah tidak ada pakaian dan barang-barangnya di sana. Aku menebak kalau mereka sudah tinggal bersama, aku membiarkan mereka bahagia karena kupikir memang itulah yang pantas didapatkan suamiku.
ADVERTISEMENT
Aku tidak bisa membahagiakannya, jika wanita itu bisa maka biarkanlah mereka bersatu. Tiga bulan kemudian, rumah sakit tempatku bekerja dihebohkan dengan pasien kecelakaan. Ada lima orang yang mengalami luka berat, aku diberi daftar nama mereka dan menemukan suamiku ada di salah satunya.
Setelah ruang operasi siap, aku masuk dan melakukan tindakan untuk suamiku. Aku melakukan yang terbaik agar dia bisa tetap hidup dan merasakan indahnya memiliki seorang anak. Entah sudah berapa jam aku berada di dalam ruang operasi, terlalu banyak cedera yang ia alami terlebih usianya yang sudah tidak muda lagi membuat dia kesulitan untuk bertahan.
Akhirnya, dia menghembuskan nafas terakhirnya. Dua minggu setelah kematiannya, aku menghampiri wanita yang saat itu bersama dengan suamiku di rumah sakit. Aku memberitahukannya kalau ayah dari anak itu sudah tiada. Ia tidak terlihat sedih dan malah meminta bantuanku “aku tidak bisa membesarkan anak itu seorang diri” katanya.
ADVERTISEMENT
Setelah melakukan operasi, anak tersebut harus dikeluarkan dari rahim ibunya dan beruntung usia kandungan sudah memasuki bulan kelahiran sehingga bayi tersebut terselamatkan. Aku menolak untuk memberikannya bantuan, masih terlalu sakit rasanya mengingat apa yang belum lama ini terjadi.
Terlebih anak itu perempuan yang membuatku akan terus mengingat wanita itu saat melihatnya. Setelah obrolan itu, aku meninggalkannya dan memilih untuk tidak pernah menemuinya. Satu bulan di rumah sakit, tiba-tiba ia sudah pergi dan meninggalkan anaknya di sana.
Sudah lama aku menginginkan anak, tetapi rasanya akan sangat sulit. Jika melihat wajahnya aku selalu teringat betapa mesranya suamiku dengan wanita itu. Belum lagi jadwal pekerjaan yang kuambil semakin padat, aku meragukan diriku untuk mengambilnya sebagai anakku. Tetapi semua menyarankan kalau aku harus mengambil anak itu, karena dia satu-satunya peninggalan suamiku.
ADVERTISEMENT
Butuh waktu lama untuk aku membuat keputusan, selama berpikir anak itu tinggal di rumah sakit. Akhirnya, aku mengalah dan memutuskan untuk membesarkan anak itu seperti anakku sendiri. Aku mencintai suamiku dan pernah berbuat salah padanya, biarlah aku menebus kesalahan itu dengan merawat anak itu seperti anakku sendiri.
Hingga kini, anak itu sudah semakin besar dan cantik. Wajahnya semakin lama semakin mirip dengan suamiku, aku merasa masih memiliki bagian dari dirinya meski anak itu terlahir dari rahim wanita lain.