Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Aku Melihat Istriku ke Hotel Bersama Rekan Kerjaku
13 Mei 2020 20:50 WIB
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Aku Bramasta, dulu aku menjadi manajer di sebuah bank swasta ternama. Karierku memang semakin melonjak tetapi tidak dengan pernikahanku. Tiga tahun lalu aku menikahi seorang wanita keturunan Tionghoa bernama Meimei. Kami berkenalan dan bertemu di kantor karena dia baru saja diterima sebagai bawahanku.
ADVERTISEMENT
Mulanya kami hanya bekerja secara profesional tetapi seiring berjalannya waktu kami menjadi dekat karena ia sering mengurus dokumen yang saya butuhkan. Kebetulan ia menempati posisi yang memang selalu berhubungan dengan saya dan sering kali data yang dibutuhkan berasal dari dia.
Dia sangat cantik seperti model yang ada di majalah ternama. Ia tinggi, putih, berwajah sangat oriental, dan sangat ramah dengan siapa pun. Sebenarnya banyak yang ingin mendapatkannya tetapi entah kenapa dia malah memilih aku.
Bermula dari perbincangan seputar data yang akan aku gunakan perlahan ia berubah menjadi sangat perhatian dan mulai menyiapkan banyak hal di mejaku. Aku bingung karena sebenarnya tidak pernah memintanya untuk melakukan hal di luar pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
Dua tahun ia bekerja, seolah pekerjaannya sudah merangkap sebagai asistenku. Selama itu aku seperti sudah bergantung padanya, belum lagi ketika aku harus menghadiri pertemuan penting dan mengajaknya. Kami mulai sering bertukar cerita dan terkadang saling berguyon.
Karena terlalu sering mengobrol aku tahu kalau dia sudah putus dengan kekasihnya di hari pertama ia bekerja. Kami menjadi semakin dekat dan bahkan sudah banyak kabar di kantor kalau kami memang ada hubungan spesial padahal kenyataannya tidak. Menjadikannya kekasihku saja tidak terpikirkan olehku, aku hanya menganggapnya sebagai rekan kerja.
Teman dekatku sering kali meledek aku untuk segera mendekatinya karena katanya dia sudah menunjukkan sinyal kalau dia menyukaiku. Aku tidak percaya karena cukup tahu diri kalau aku tidak bisa mendapatkannya. Aku selalu mengabaikan ejekan dari teman-temanku.
ADVERTISEMENT
Aku tetap menganggap Meimei sebagai rekan kerja secara profesional, kami memang beberapa kali ditugaskan ke luar kota bersama untuk menghadiri pertemuan penting. Tetapi itu tidak berarti apa-apa buatku, aku tidak tertarik dengannya meski aku akui dia cantik dan juga populer.
Wanita populer dan cantik sebenarnya tidak masuk dalam kriteria wanita yang cocok denganku karena mereka cenderung suka memainkan hati pria sesukanya. Karena merasa dirinya cantik, dia akan mudah mencari pengganti. Aku sudah kapok dengan wanita seperti itu.
Seiring berjalannya waktu, aku sadar kalau dia semakin menunjukkan perasaannya tetapi aku benar-benar tidak tertarik dengannya. Sampai suatu hari ketika kami sedang makan malam di pinggir jalan ia mengatakan hal yang tidak pernah terpikirkan olehku. “Ta, lo engga pernah kepikiran buat suka sama gue?” Tanyanya, aku terkejut mendengar pertanyaannya “engga, gue engga tertarik sama cewe cantik dan populer kaya lo” jawabku.
ADVERTISEMENT
Mendengar kalimatku, wajahnya seperti terkejut. Mungkin ucapanku terdengar kasar tetapi aku hanya berusaha jujur dengan apa yang aku rasakan “kenapa?” Tanyanya “lo pernah disakitin sama cewe cantik dan populer?” Tambahnya. “Hmmm” dehemku sudah menandakan sebuah jawaban dari pertanyaannya “gue engga akan nyakitin lo kok, gue juga engga cantik dan populer kali” balasnya.
Aku melihatnya “engga cantik dan populer dari mana? Lo tau kalo semua orang kantor ngomongin lo” sahutku “ya tau, tapi bukan berarti gue populer kan?” Tanyanya, “terus kalo engga populer apa namanya?” Tanyaku. Dia terdiam dan hanya mengaduk-ngaduk nasi goreng yang tadi ia pesan.
“Gue mau jadi pacar lo Ta, lo engga sadar apa kalo gue naksir lo udah lama” ucapnya “terus kalo lo naksir gue kenapa? Gue engga tertarik sama lo Mei, mending lo cari cowo yang tertarik sama lo” jawabku. Dia menghela napas panjang kemudian meletakkan piring yang berisi nasi goreng yang masih banyak “lah engga diabisin?” Tanyaku “engga, kenyang denger omongan lo” jawabnya.
ADVERTISEMENT
Aku tahu dia marah karena ucapanku, tapi mau bagaimana? Aku tidak tertarik dan tidak ingin dia menjadi berharap kalau aku mengucapkan kalimat basa-basi. Aku menghabiskan makananku kemudian membayar untuk dua porsi nasi goreng. “Udah? Mau pulang apa jalan-jalan?” Tanyaku, aku sama Meimei memang punya kebiasaan ketika sedang di luar kota, kami akan berjalan-jalan setelah makan malam meski hanya mengelilingi alun-alun.
“Jalan-jalan” jawabnya, akhirnya dia bangkit dan mulai menyamakan langkahku. Aku pikir setelah mengatakan hal itu, dia akan marah dan tidak mau bicara denganku tetapi ternyata tidak. Sikapnya kembali seperti biasa dan aku cukup kagum dengannya.
Tiga bulan setelah kami kembali dari luar kota, ia semakin menunjukkan perasaannya. Aku menceritakan kepada sahabatku apa yang ia katakan sewaktu kami di luar kota. Semakin saja sahabatku ini meledekku dan mengatakan kalau aku bodoh karena tidak menerima perasaannya.
ADVERTISEMENT
Aku tidak mempedulikan hal itu, namun semakin lama aku jadi semakin memperhatikannya. Satu tahun berlalu sejak ia mengungkapkan perasaannya, sudah timbul rasa nyaman saat aku sedang makan atau jalan-jalan bersama Meimei.
Aku mulai mengajak Meimei datang ke tempat teman-temanku berkumpul, tetapi dia hanya kukenalkan sebagai rekan kerja. Mereka tidak percaya dan di luar dugaanku Meimei cepat sekali akrab dan membaur dengan teman-temanku. Dari situ aku baru tahu sisi lain dari dirinya.
Meimei cukup liar, ia tidak seperti wanita pada umumnya. Ia lebih senang bergaul dengan laki-laki dan terkadang ia juga merokok saat kumpul bersama aku dan teman-teman. Melihatnya yang seperti itu aku justru senang dan tidak merasa aneh sedikit pun.
ADVERTISEMENT
Aku senang karena ia bisa menyesuaikan diri dengan pergaulanku sehingga tidak seperti kebanyakan wanita yang hanya bisa memarahi ketika melihat banyak lelaki sedang merokok. Kepulangan Meimei membuat teman-temanku kecewa dan menyuruhku mengajaknya kembali nanti bahkan ada yang menyarankanku untuk menjadikannya kekasih.
“Kalo lo engga mau mending buat gue deh Ta” kata salah seorang teman, entah kenapa ketika dia mengucapkan kalimat itu aku tidak rela. Aku mulai memberanikan diri untuk mendekatinya perlahan. Namun sepertinya caraku gagal, Meimei seperti tahu kalau aku mulai membuka diri “engga usah sok jual mahal makanya kalau ujung-ujungnya lo mau deketin gue juga kan haha” sahutnya.
Aku seperti kehilangan muka ketika ia mengatakan hal itu, tetapi Meimei langsung menyentuh pundakku “gue seneng kalo ternyata usaha gue berhasil buat bikin lo luluh, gue engga berusaha untuk engga nyakitin lo kok” jawabnya. Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku, mungkin benar kata pepatah “cinta datang karena terbiasa.”
ADVERTISEMENT
Hari-hariku dengan Meimei semakin dekat, baik di luar ataupun di dalam kantor. Aku tidak pernah meresmikan hubungan di antara kami, semua mengalir begitu saja sampai akhirnya aku memutuskan untuk pindah pekerjaan. Aku memilih untuk berpindah pekerjaan karena merasa kalau perusahaan tersebut tidak cocok untukku.
Setelah hampir lima tahun bekerja, aku memutuskan keluar dan pindah ke perusahaan lain. Meimei sempat sedih karena dia berharap aku bisa ada di sana lebih lama lagi tetapi rasanya keputusanku sudah bulat. Aku meninggalkan Meimei di sana dan hampir setiap hari ia mengirimiku pesan dan bahkan mengajak bertemu.
Akhirnya hubungan kami tetap bertahan meski berbeda perusahaan. Kami bertemu hampir di setiap akhir pekan, ia mengusulkan untuk tinggal bersama agar dia bisa bertemu denganku setiap hari. Sebenarnya aku tidak mau tetapi dia terus memaksaku karena katanya ia tidak ingin menahan rindu terlalu lama.
ADVERTISEMENT
Aku menyetujui sarannya dan kami pun pindah ke sebuah apartemen yang letaknya tidak jauh dari kantor masing-masing. Dua tahun tinggal bersama akhirnya kami memutuskan untuk menikah karena sudah tidak ada alasan lagi untuk menundanya. Kedua orang tua kami pun sudah terus-menerus memaksa agar kami menikah.
Saat mengambil keputusan itu, terlihat sekali kalau sebenarnya ia keberatan. Berulang kali aku bertanya alasannya, dia tidak mau memberitahuku, pada akhirnya dia menyetujui dan pernikahan itu tetap terjadi. Setelah menikah kami tinggal di apartemen yang sama, hanya status kami yang berubah.
Dari awal tinggal bersama kami memang tidak pernah mengalami kesulitan, semua berjalan seperti seharusnya. Ia mengurus rumah dan pekerjaannya, sedangkan aku bekerja juga mengurus pembayaran tagihan. Soal keuangan kami sepakat untuk dibagi dua karena memang aku belum terlalu mapan membiayai semua kebutuhan.
ADVERTISEMENT
Dua tahun menikah, ia mulai jarang berada di rumah. Aku merangkap hampir semua pekerjaan, membersihkan rumah, masak, membayar tagihan, semuanya seolah aku tinggal seorang diri. Aku mulai kesal dan mulai mempertanyakan keberadaannya, alasan yang ia beri pun selalu sama “aku lembur kerja di kantor.”
Alasan klasik memang, setelah keluar dari perusahaan yang lama Meimei tetap bekerja di sana dan aku hilang kontak dengan sahabat-sahabatku. Sampai suatu malam, aku memutuskan untuk pergi bersama teman-temanku karena terlalu pusing mengurus persoalan rumah tangga seorang diri. Ada seorang teman yang bekerja di sebuah hotel mengatakan kalau dia pernah bertemu dengan istriku, saat ditegur katanya ia datang bersama teman-temannya.
Saat temanku menanyakan keberadaanku, dia hanya menjawab kalau aku ada di apartemen dan sudah tahu ia akan pergi bersama teman-temannya ke hotel tersebut. Selama ini ia tidak pernah bilang padaku akan pergi bersama siapa dan ke mana, aku pun tidak pernah curiga karena tidak mau membuatnya merasa terkekang saat bersamaku.
ADVERTISEMENT
Temanku mengajakku untuk menemani ke hotel tempatnya bekerja untuk mengambil botol minuman pesanannya. Saat aku sedang menunggunya di lobi hotel, aku melihat teman di kantor sebelumnya datang dengan beberapa orang. Aku melihat temanku merangkul mesra seorang wanita yang setelah kuamati baik-baik, dia adalah istriku.
Ketika temanku datang membawa botol minuman, botol itu kurebut dan kukejar temanku sebelum ia masuk ke dalam lift. Aku memukul kepalanya menggunakan botol tersebut, seketika lobi itu ramai dengan teriakan. Lantai hotel yang sebelumnya bersih dan mengkilap berubah menjadi warna minuman bercampur darah.
Temanku yang bekerja di sana berusaha menarikku sebelum itu terjadi, namun ternyata semua terlambat. Gerakkanku lebih cepat untuk menghajar orang yang kuanggap sebagai sahabat karena telah berselingkuh dengan istriku. Meimei menangis, menjerit, dan meratapi tubuh kekasihnya yang sudah berada di lantai.
ADVERTISEMENT
Aku menarik lengan Meimei dan menamparnya. Saat itu juga aku menceraikan dia. Aku menyuruh dia datang ke apartemen mengambil semua barang-barang miliknya. Ia hanya menangis ketika melihatku ditarik paksa oleh temanku karena pihak hotel sudah memanggil polisi.
Temanku membawa aku kabur dan menyembunyikanku. Cukup lama aku tidak keluar dari persembunyian temanku bahkan selama itu aku tidak datang ke kantor. Aku kembali ke apartemen dan menemukan Meimei sudah berada di sana, terduduk memandangi foto pernikahan kami.
Aku masuk ke dalam dan segera pergi ke kamar mandi. “Aku sudah bilang tidak mau menikah karena aku tidak mau kehilangan kamu dan dia. Selama ini dia menyuruh aku mendekati kamu karena memang aku mencintai kalian berdua” ucapnya sambil tetap memandangi foto itu. “Sebenarnya dia yang membagi aku sama kamu, bukan sebaliknya. Dia merelakan aku dinikahi oleh kamu karena kamu sahabatnya tapi aku engga bisa kehilangan dia” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
“Berarti selama ini lo udah bohongin gue? Selama ini lo udah duain gue bahkan setelah menikah? Ke mana janji lo yang bilang buat engga nyakitin gue? Apa ini namanya engga menyakiti?” Cecarku “dari awal gue udah bilang kalo gue engga tertarik sama lo, tapi lo yang maksa! Udahlah gue udah engga ada urusan sama lo, kemasin barang lo dan pergi dari sini, gue mau istirahat” tambahku. Aku meninggalkannya sendiri di ruang tidur kami dan pergi ke kamar mandi.
Aku baru keluar setelah ada pintu tertutup dari luar. Aku menyesal pernah termakan oleh kata-katanya dan baru aku tahu kalau ada wanita yang begitu agresif mencintai dua pria. Tapi hal itu sudah tidak penting lagi, sekarang yang perlu aku urus adalah surat perceraian kami dan memutar otak bagaimana cara menyampaikan hal ini pada kedua orang tuaku.
ADVERTISEMENT
Hampir satu tahun aku tidak kembali ke kampungku dan belum juga menceraikannya. Aku takut polisi masih mencariku, aku sudah kehilangan pekerjaan dan mengandalkan kerja paruh waktu sebagai desainer beberapa perusahaan. Ketika semua kuanggap sudah aman, aku menggugat cerai Meimei dan kemudian memberitahukan orang tuaku. Mereka menangis karena tidak menyangka gadis sebaik dirinya melakukan hal itu.
Sekarang, proses perceraian kami masih berlangsung, aku pernah sekali bertemu dengannya di sebuah minimarket tetapi aku mengabaikannya. Aku bersikap seolah tidak mengenal dirinya, ternyata ia pun datang bersama seorang pria. Sepertinya hidup kami lebih damai jika tidak saling mengenal. Kami memilih untuk menjalani hidup sesuai jalan yang kami pilih dengan damai.