Konten dari Pengguna

Aku Menemukan Istriku yang Sudah Meninggal 4 Tahun Lalu

Cinta dan Rahasia
Mulailah membaca dengan Bismillah, akhiri dengan Istighfar. Kisah didramatisir dari kisah nyata.
26 Maret 2021 16:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok. Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Dok. Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
"Jangan takut, semua akan baik-baik saja. Kita hanya berpisah untuk sebentar dan aku akan kembali menemuimu" ucap Berliana saat dia berada di ruang perawatan rumah sakit. Berlin mengidap penyakit langka dan aku selalu mengusahakan yang terbaik demi kesembuhan dia. Hari ini tepat tiga tahun kami berjuang setelah datang ke semua dokter dan rumah sakit terhebat di beberapa kota.
ADVERTISEMENT
Kebanyakan dari mereka kehilangan harapan saat melihat hasil tes Berlin tetepi sebagian lagi tidak berhenti berjuang bersama kami. Bahkan beberapa dokter memutuskan untuk bekerja sama mencari obat untuk mengalahkan virus itu. Namun hari ini, bukan para dokter yang menyerah tetapi istriku. Dia sudah sangat lelah, kesakitan yang ia rasakan tiap kali jarum suntik menembus kulitnya atau banyak alat yang menempel pada tubuhnya.
Menyalin setiap pergerakan syaraf atau detak jantung yang baru saja tubuhnya lakukan. Banyak obat yang harus ia minum setiap hari, tapi tubuhnya tetapi semakin kurus dari hari ke hari. Wajahnya memucat bagaikan orang yang tak memiliki setetes darah di bawah kulit cokelatnya. Hidung yang terpasang selang oksigen dengan tabung besar di sisi kirinya membuat dia semakin terlihat sangat kecil. Hari ini Berliana menyerah, membiarkan virus itu menang dan jantungnya berhenti berdetak.
ADVERTISEMENT
Sekeras apa pun aku berteriak di sampingnya, sekencang apa pun aku mengguncang tubuhnya. Ia tidak akan kembali ke pelukanku. Tidak akan pernah. Menikah menjadi momen membahagiakan untuk aku dan Berliana, kami selalu punya rencana. Banyak rencana. Berlibur, membangun rumah di puncak gunung, atau memiliki banyak anak yang kenal banyak budaya. Kami ingin pergi keliling dunia, pelajari kebudayaan masing-masing negara. Semua negara kalau perlu.
Hari di mana Berliana memutuskan untuk menyerah membuat hidup aku tidak pernah sama lagi. Aku hilang arah. Tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan di dunia ini. Aku sudah membangun rumah di puncak gunung tertinggi di kota kami tapi tak satu hari pun aku mendapat ketenangan di dalamnya. Wajah Berliana selalu muncul begitu saja dan menjelma menjadi sebuah aktivitas yang akan ia lakukan di rumah itu. "Seandainya kamu ada di sini, kamu pasti akan senang dengan rumah yang kubangun persis seperti impian kita" gumamku sambil melihat seisi rumah.
ADVERTISEMENT
Empat tahun setelah kematian Berliana aku baru membangun rumah sederhana itu di puncak gunung. Butuh nyali yang besar untuk aku mewujudkan mimpi itu di saat orang yang memimpikannya sudah tidak lagi bersamaku. Namun semua tetap kulakukan, aku ingin membuat Berliana bahagia atau setidaknya dia melihat kalau aku baik-baik saja di dalam rumah itu. Hanya impian Berliana yang membuat aku mau terus melanjutkan hidup meski sebagian besar orang mengatakan kalau itu adalah hal yang sia-sia.
Rumahku sangat jauh dari kota. Butuh waktu sekitar dua jam untuk menyuplai keperluan rumah dan saat itu aku sangat terkejut karena melihat Berliana berjalan melewati supermarket di depanku. Hampir saja semua barang yang ada di tanganku terlempar begitu saja ke tanah, aku berlari secepat yang kubisa karena tidak mau kehilangan Berliana untuk kedua kalinya. "Berlinn...Berliiiin...Berliinnn" teriakku sambil berlari mengejar seorang wanita dengan atasan putih dan rok berenda hijau.
ADVERTISEMENT
Setengah rambutnya diikat ke belakang dan membiarkan sisanya tergerai begitu saja. Di bahu kirinya terdapat tas yang menggantung berwarna putih dengan sepatu kets dengan warna senada. Aku terus berlari dan mengabaikan semua tatapan aneh yang mengarah padaku, meskipun, harus kuakui, aku cukup bingung dengan semua yang kulihat. Aku sendiri yang mengurus kematian Berliana dan memakamkannya tetapi sekarang ia berada di depanku. Melenggang bebas seolah tak pernah terjadi apa pun.
Akhirnya aku berhasil menarik bahu wanita itu dan membuatnya sedikit berteriak karena terkejut. "Aaahhh...apa yang kamu lakukan?" Teriak wanita itu setelah melihat aku yang sudah banjir keringat karena mengejarnya. "Berliana, tunggu" sahutku, seketika wajah wanita itu berubah bingung "aku bukan Berliana, aku Sarah" jawabnya. Sekarang justru aku yang terlihat sangat bingung, aku merogoh saku celana dan mengambil ponselku. Aku mencari fotoku dan Berliana lalu memperlihatkannya pada Sarah.
ADVERTISEMENT
Sarah mengambil ponselku dan menatapku dengan tatapan tidak percaya. "Ini tidak mungkin, bagaimana aku bisa.." ucap Sarah tanpa melanjutkan kalimatnya. "Aku tidak tahu tapi Berliana mengatakan kalau kami akan bertemu lagi dan aku selalu percaya itu" sahutku. Kami sama-sama terkejut tetapi tidak tahu harus berbuat apa karena kami tidak memiliki jawabannya. "Mungkin ini gila, tapi bisakah aku meminta nomormu? Tolong hubungi aku jika kamu tahu sesuatu tentang ini" kataku.
Setelah berbincang sebentar, aku dan Sarah saling bertukar nomor ponsel. Aku segera pergi ke rumah mama mertuaku di hari yang sama dan meninggalkan semua belanjaan di dalam mobil. "Mungkin aku gila, tapi hari ini aku ketemu Berliana! Dia hidup Mama!" Teriakku dengan sangat antusias. Aku menceritakan semua kejadiannya, mulai dari ucapan Berliana sebelum pergi sampai saat-saat aku bertemu lagi dengannya sebagai Sarah. "Berliana kami adopsi, Frank" balas Paula, mama mertuaku.
ADVERTISEMENT
"Berliana kami adopsi dan tidak memiliki saudara lain" tambahnya, aku sangat terkejut dengan pernyataan Paula. "Apa Berliana tahu soal ini?" Tanyaku, Paula hanya mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaanku. Aku yang terkejut hanya bisa menggigit kuku di jari tanganku "tapi bagaimana bisa dia memiliki wajah yang sama dengan Berliana?" Tanyaku pada Paula. "Aku tidak tahu Frank, hmm mungkin ada baiknya kamu mulai membuka hati untuk yang lain dan tidak lagi mengingal Berliana. Kamu punya hidupmu sendiri, jangan kacaukan itu" jawabnya sambil mengusap punggungku dengan lembut seperti yang Berliana lakukan saat aku merasa gusar.
Selama hampir tiga bulan aku berpikir dan menunggu kabar dari Sarah. Detik-detik putus asa karena memikirkan segala kemungkinan, akhirnya Sarah menghubungiku. "Frank, Ibuku baru menceritakannya hari ini kalau ternyata aku diadopsi dari sebuah panti asuhan" tulisnya. Aku langsung menghubungi Sarah dan bertemu di sebuah restoran dua hari setelahnya. "Paula bilang, Berliana diadopsi dan Ibumu juga mengatakan hal yang sama. Mungkinkah kalian memang saudara?" Tanyaku pada Sarah.
ADVERTISEMENT
Sarah hanya menatapku dengan bimbang, "aku tahu di mana lokasi panti asuhan itu, kita bisa pergi ke sana dan bertanya pada mereka. Mungkin mereka masih menyimpan beberapa dokumen lama" jawabnya. Aku menyetujui ide itu setelah menanyakan pada Paula di mana Berliana diadopsi yang ternyata di tempat yang sama dengan Sarah. Aku dan Sarah mendatangi panti asuhan itu, setelah sekian lama menunggu akhirnya kami menemukan jawabannya. Sarah dan Berliana adalah kembar yang terpisah saat baru lahir.
Sarah diadopsi oleh keluarganya lebih dulu dan meninggalkan Berliana di panti asuhan sampai diadopsi oleh Paula lima bulan setelahnya. "Mungkin Berliana sudah tahu soal ini lebih dulu hingga dia mengatakan hal itu padamu" ucap Sarah, aku setuju pada Sarah karena sesungguhnya dia lebih tahu aku dibandingkan diriku sendiri. Tidak pernah terbayangkan hidup tanpa Berliana di sampingku dan sekarang dia hadir kembali meski dengan nama dan kepribadian yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Aku dan Sarah harus memulai semuanya dari awal. Sangat awal sampai berulang kali aku harus menceritakan apa yang terjadi pada aku dan Berliana pada Sarah. Sarah tampak prihatin menatapku, aku mengajaknya ke rumah di puncak gunung yang sudah kubangun "ini indah sekali. Ahh..maksudku pemandangannya dan rumahnya juga sangat nyaman" ungkapnya ketika menginjakkan kaki di rumahku. Sejak saat itu aku dan Sarah semakin dekat hingga akhirnya aku mulai melamarnya di tahun ketiga setelah kejadian itu.
Tak mudah untukku melupakan Berliana dan menggantikannya begitu saja. Karakter Sarah dan Berliana sangat berbeda meskipun wajahnya sangat mirip. Aku harus beradaptasi dengan Sarah cukup lama hingga akhirnya memutuskan untuk menikahinya. Sarah sangat baik meski sedikit keras kepala dan agak pemberontak, jauh berbeda dengan Berliana, tapi di sisi lain dia juga sangat penyayang. Mendapati Sarah di sisiku seolah mengembalikan Berliana dari kematian, aku tahu itu salah.
ADVERTISEMENT
Aku tidak bisa mencintai Sarah hanya karena kehadirannya membuatku teringat oleh Berliana tapi semua hanya soal waktu kan? Aku percaya suatu saat semua perasaan itu akan melebur dan menunjukkan cintaku yang sebenarnya pada Sarah. "Terima kasih Berliana, kamu meninggalkan luka tapi kamu juga yang mencarikan obat penawarnya untukku" ucapku dalam hati.