Konten dari Pengguna

Aku Menyesal Meninggalkan Suami Terbaik untuk Anakku Hanya Demi Pacarku

Cinta dan Rahasia
Mulailah membaca dengan Bismillah, akhiri dengan Istighfar. Kisah didramatisir dari kisah nyata.
29 Mei 2020 20:14 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok.pixabay.com/stocksnap
zoom-in-whitePerbesar
Dok.pixabay.com/stocksnap
ADVERTISEMENT
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
Banyak yang mengatakan hidup dengan kondisi ekonomi serba kekurangan itu keras. Harus aku akui kalau pernyataan mereka memang benar, sejak kecil kekerasan sudah menjadi makanan sehari-hari buatku. Orang tuaku sering kali bertengkar bahkan mengeluarkan kata-kata kasar hanya karena permasalahan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Bapakku adalah seorang sopir angkot sedangkan ibu hanya menjual nasi uduk di dekat rumah. Sejak kecil aku senang jika bapak mengajakku berkeliling menggunakan mobil angkot. Aku berteman dengan banyak orang yang mayoritas adalah laki-laki.
Hingga dewasa aku selalu berteman dengan mereka bahkan terkadang dengan para pengamen di pinggir jalan. Aku sering berkumpul dengan para sopir angkot di dalam terminal dan sesekali dilecehkan olehnya sudah menjadi hal biasa untukku.
Sering kali aku ikut mereka hanya untuk meminum minuman keras, sebagian ada yang menggunakan obat terlarang namun aku tidak mau memakainya. Aku hanya menikmati suasana ketika kami berkumpul di dalam terminal hingga larut malam, mendengar lagu dengan volume besar, menari, tertawa, bahkan bercinta.
ADVERTISEMENT
Ya, banyak dari kami yang bercinta dengan siapa pun di sela-sela ruko yang tutup. Buat kami itu adalah sebuah hiburan di kala menikmati sakitnya kepala akibat minuman beralkohol. Mereka sering kali bertengkar satu sama lain hanya untuk bercinta denganku dan terkadang aku harus meladeni dua hingga tiga orang dalam satu malam.
Aku cukup terkenal di kalangan mereka, tubuhku bahenol dengan ukuran yang terbilang lumayan besar. Suatu kali aku berkenalan dengan seorang pria dan kami berkumpul bersama layaknya malam-malam biasanya. Harus kuakui kalau malam itu kami sangat mabuk, entah berapa botol yang sudah kami buka dan tenggak bersama.
Sudah tidak ingat berapa kali aku harus meladeni pria-pria yang haus belaian. Malam itu aku sangat lelah dan rasanya pusing sekali, aku sampai tidak ingat bagaimana caranya aku kembali ke rumah. Kedua orang tuaku sudah tidak pernah lagi marah jika aku pulang dalam keadaan mabuk, mereka sangat mengerti pergaulan kami di terminal.
ADVERTISEMENT
Lebih tepatnya, mereka sudah lelah memarahiku agar tidak menenggak minuman beralkohol. Paginya aku terbangun dengan sakit yang hebat di kepala bagian belakang. Aku terbangun di tengah ruang tamu, kami hanya tinggal di kontrakan berpetak tiga.
Aku tidak pernah membiarkan kedua orang tuaku tidur di ruang tamu, kebetulan mereka hanya memiliki aku sebagai anaknya. Ketika aku bertanya pada ibuku, ternyata yang mengantarku hingga ke rumah adalah pria yang baru saja kukenal. Dia mengantarku menggunakan angkot milik salah satu teman dan memastikan agar aku sampai dengan selamat.
Sejak hari itu kami selalu berkumpul bersama, hanya dia yang tidak pernah memintaku memuaskan nafsunya. Ia hanya menikmati minuman dan lantunan lagu yang sangat besar. Dua bulan kemudian, aku menemukan bahwa diriku sedang mengandung seorang anak yang tidak kuketahui siapa ayahnya.
ADVERTISEMENT
Aku mendatangi tempat kami berkumpul untuk meminta pertanggungjawaban salah satu dari mereka yang bercinta denganku malam itu. Tak satu pun dari mereka yang mengakui kalau janin yang ada di dalam rahimku adalah miliknya. Hampir sebagian besar dari mereka sudah memiliki istri dan hanya hitungan jari yang masih sangat muda juga lajang.
Ketika kedua orang tuaku menyadari kalau aku hamil, mereka menangis histeris. Keluargaku memang tidak dari kalangan terpandang, tetapi sebagai orang tua mereka tetap menginginkan kalau aku mendapatkan suami terbaik. Pada titik itu aku merasa duniaku sudah hancur karena tidak hanya mengecewakan tetapi juga membuat mereka kesusahan.
Ibuku tidak setuju jika anak di dalam kandunganku digugurkan, tetapi mereka juga berpikir biaya untuk membesarkan anakku. Belum lagi mereka harus menanggapi omongan tetanggaku yang semakin mencemooh keluarga kami. Aku merasa tidak berguna karena jangankan untuk bekerja, menamati sekolah menengah saja aku tidak bisa.
ADVERTISEMENT
Empat bulan sudah usia kehamilanku sampai tiba-tiba pria itu menemuiku di tempat perkumpulan kami. Yaa.. aku masih saja berkumpul dengan mereka dan mengonsumsi alkohol. Aku tidak peduli pada janin di dalam kandunganku, anak ini tidak pernah kuharapkan.
Tiba-tiba pria itu mendekat beberapa langkah dan mengatakan kalau ia ingin menikahiku. Ia tidak mencintaiku hanya saja merasa iba jika bayi yang di dalam kandunganku tidak memiliki seorang ayah. “Biar gue omongin dulu sama orang tua gue” ucapku, malamnya aku mengatakan niat baiknya kepada bapak-ibuku.
Mereka sangat senang mendengarnya dan menyetujui niat baik itu. Karena sudah mengetahui persetujuan orang tuaku, aku pun menghubunginya. Seminggu kemudian, dia memintaku untuk bertemu dengan kedua orang tuanya dan mereka terlihat sangat tidak menyukaiku. Aku pun sadar kalau tidak mudah baginya menikahi orang asing yang sedang mengandung anak orang lain.
ADVERTISEMENT
Singkat cerita kami pun menikah dengan sangat sederhana. Apa yang harus diharapkan olehku ketika menikah hanya karena orang lain kasihan denganku? Hampir setiap hari aku memaki dirinya karena ia tidak sesuai dengan harapanku dan dengan sabar ia memaklumi aku.
Ia sangat sabar menghadapiku. Masa kehamilan ditambah masa adaptasi karena sebelumnya kami tidak pernah mengenal satu sama lain membuat setiap hari bak neraka. Aku tidak bisa mengendalikan emosiku bahkan tidak bisa berpikir dengan jernih.
Kukira setelah menikah aku bisa mencintainya tetapi ternyata tidak. Hari kelahiranku tiba, anak yang lahir adalah perempuan. Aku melihatnya sangat mencintai anakku dan merawatnya seperti anaknya sendiri. “Mungkin dengan melihatnya merawat aku dan anakku dengan baik, aku akan mulai mencintainya” pikirku, namun tiga tahun berlalu aku masih juga tidak bisa mencintainya.
ADVERTISEMENT
Sikapku terhadapnya tidak pernah berubah, aku masih saja kasar dan semauku tetapi dia dengan sabar menghadapiku. Ia selalu memaklumi apa pun yang kulakukan bahkan ketika dia kusuruh melakukan banyak hal. Padahal aku tahu dia lelah sehabis pulang mencari penumpang tetapi rasanya aku tidak ingin ada di dekatnya.
Tepat lima tahun usia anakku, aku mulai datang ke tempat berkumpulku dulu. Beberapa kali aku dijemput oleh salah satu temanku untuk ikut dia untuk narik angkot dan melupakan suamiku. Seiring berjalannya waktu, aku sudah memiliki kekasih baru dan bersikeras untuk bercerai dengannya.
Seperti biasa, dia menuruti kemauanku sebenarnya ada rasa sedih karena merasa dia terlalu baik untukku namun aku tidak bisa terus bertahan dengannya. Aku ingin hidup dengan orang yang kucintai. Tiga tahun setelah bercerai dan menikah dengan kekasihku, aku kembali memiliki anak kedua laki-laki tetapi baru kusadari kalau suami baruku tidak sebaik sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Mantan suamiku tetap baik padaku dan anakku meski keluarganya sudah sangat membenci kami. Ia masih sering mengunjungi bahkan memberikan uang untuk kebutuhan putriku, ingin rasanya aku kembali menjadi istrinya tetapi rasanya itu mustahil. Sudah beberapa bulan suamiku hampir tidak pernah memberikan nafkah kepada aku maupun kedua anakku dan mantan suamiku yang berperan penuh bagi kehidupan kami.
Ada rasa malu dalam diriku menerima uluran tangannya, tetapi semua kuterima agar kebutuhan anak-anakku terpenuhi. Mantan suamiku selalu kembali menemui keluargaku dan ia tidak menikah lagi dengan siapa pun, ia sempat mengatakan padaku kalau ia sudah mencintaiku tepat sebelum ia meninggal dunia.
Sekarang aku harus menjual apa pun yang bisa kujual agar kebutuhan anak-anakku terpenuhi. Ada rasa sesal mengapa masa mudaku begitu kelam tetapi semuanya tidak pernah bisa lagi kuperbaiki.
ADVERTISEMENT