Konten dari Pengguna

Demi Peran, Aku Menjadi Wanita untuk Menyabotase Selingkuhan Istriku (Part 3)

Cinta dan Rahasia
Mulailah membaca dengan Bismillah, akhiri dengan Istighfar. Kisah didramatisir dari kisah nyata.
10 Maret 2021 18:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok. Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Dok. Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
Sebenarnya aku cukup menyesali keputusanku menyetujui keinginan Cloud tapi di sisi lain semua ini kulakukan agar bisa meraih mimpiku. "Aku ingin membuktikan pada Stev kalau aku tidak menjadi pecundang seperti apa yang ia pikirkan" batinku. Sepulang dari restoran hatiku terus merasa gelisah, memikirkan banyak kemungkinan pahit yang harus kusaksikan tentang Stevie dan pria lain di depan mataku.
ADVERTISEMENT
Aku melewatkan makan malam dan justru menghabiskan waktu di kamar mandi. Di bawah pancuran air hangat agar setidaknya kegelisahan hatiku bisa luntur terbawa air. Aku banyak melamun malam itu dan tidak sedikit pun bisa memejamkan mata, rasanya sangat sulit untuk menghadapi kenyataan. Sendirian di rumah membuat aku selalu membayangkan apa yang akan terjadi jika Stevie masih bersamaku. Wajahnya yang memerah saat kesal pasti akan selalu kutemukan saat aku terbangun setiap harinya.
Ketika sedang memikirkan Stevie, terbersit di pikiranku untuk merebutnya kembali. "Mungkin dengan begini aku bisa merebut Stev dari pria rubah itu" pikirku, lalu mulailah otakku bekerja mencari cara agar bisa mendapatkan dua tujuan dalam satu kali aksi. Semalam aku memikirkan banyak cara dan kemungkinan hingga akhirnya tertidur di sofa tanpa kusadari. Aku baru bangun ketika Cloud meneleponku entah untuk yang ke berapa kalinya.
ADVERTISEMENT
"Halo" jawabku lemah, "kutebak kamu pasti belum siap" jawabnya, "hmmm" sahutku, "satu jam lagi aku akan sampai di rumahmu, kuharap kamu tidak lupa dengan janji ke rumah John hari ini" balasnya. Rasanya kelopak mataku tertancap beling yang membuatnya tidak ingin terpejam lagi. Aku segera melihat jam yang berada menggantung tepat di depanku, "aku siap-siap dulu" balasku lalu mematikan telepon itu.
Akh berlari ke kamar dan mandi secepat yang kubisa, lalu memilih baju yang pas kemudian berdandan. Bagian yang paling memakan waktu dari semuanya. Butuh konsentrasi yang tinggi saat aku melakukan semua itu dan sentuhan terakhir berada pada bibirku. Lipstick! Ketika aku baru selesai memasang rambut palsu, suara bel di luar mulai ribut memenuhi seisi rumah. Aku mengambil sepatu hak tinggiku dan mulai berjalan cepat ke arah pintu "baju ini membuat aku sulit bergerak cepat" ocehku dalam hati.
ADVERTISEMENT
Ketika membuka pintu, aku sudah melihat Cloud bersandar di tembok dengan satu kaki yang terlipat. "Kukira aku akan menunggumu berdandan layaknya seorang wanita" ledek Cloud, "aku memang sedang menjadi wanita, Cloud" sahutku jengkel. Cloud pun mengantarku lalu bergegas pergi ketika aku sampai di depan mangsaku. "Aku cukup mengantarmu hari ini, selebihnya kamu bisa datang sendiri ke sini" ucap Cloud, aku hanya menyatukan ibu jari dan telunjukku membentuk huruf O.
Aku masuk ke dalam rumah John dengan hati yang berdegup cukup kencang. "Tidak biasanya aku gugup saat bertemu seorang pria" pikirku, mungkin perasaan itu yang dirasakan oleh banyak wanita saat bertemu dengan orang asing. Sesampainya di dalam, aku melihat banyak ornamen besar yang mengesankan rumah itu sangat mewah. Lima menit aku menunggu di ruang tamu, tiba-tiba John datang dengan mengenakan baju mandinya.
ADVERTISEMENT
"Ayo masuk! Akan kuajak kamu berkeliling" ajaknya, aku hanya bisa menelan ludah sambil merapal doa kalau John tidak akan macam-macam denganku. Karena jujur saja, di mataku sebagai Miranda, John terlihat jauh lebih menyeramkan. Kami berkeliling rumah John dengan nuansa krem dan putih, di berbagai sudut jelas sekali terlihat ornamen besar mencolok yang menandakan kalau dirinya cukup berada. "Ini dapurnya, kamu bisa memulai dari sini" ucapnya, "ohhh dapur yang cantik tapi sangat terlihat kalau kamu memang membutuhkan seorang wanita" jawabku, "hmm mungkin sebentar lagi Stevie akan menjadi orang yang tepat" balas John.
"Hmm maaf jika mengganggu, tapi kupikir Stevie terlihat tidak cocok untukmu" sahutku. Sambil mendekat John melihat ke arahku dengan tatapan bingung, "apa yang membuatmu mengatakannya?" Tanyanya, "dia mengorok dan bahkan akan menjilat piringnya setelah makan" jawabku. "Bagaimana kamu bisa mengetahui itu?" Tanya John semakin penasaran, "haha semua orang seperti buku yang terbuka untukku" jawabku singkat, "kalau begitu kita sama" balasnya sambil mengusap pundakku. Menerima perlakuan itu membuatku semakin gugup.
ADVERTISEMENT
"Itu sebabnya aku tidak berhenti mencari pelayan yang tepat untukku" tambahnya, John sudah menunjukkan semua tempat yang akan menjadi rutinitasku dan meninggalkanku begitu saja. Hampir malam aku melihat Stevie memasuki rumah itu "aku baru saja mengajak Miranda berkeliling" ucap John sambil memeluk Stevie, "oh aku hanya mampir sebentar karena baru pulang dari rumah tetanggaku" balas Stev. "It is good with you, but it's even better without you" ucapku sambil berjalan melewatinya. "Apa?" Tanya Stevie yang memutar tubuhnya untuk melihat ke arahku, "ada apa?" Tanya John, "dia selalu mengatakan kalimat yang diucapkan mantanku sebagai lelucon" jawab Stev, "kenapa dia sangat ceroboh saat memakai sepatu itu?" tambahnya.
Melihat gelagat Stevie yang mulai mencurigaiku, aku pun akhirnya pamit pulang pada John. Di perjalanan aku merasa sangat bahagia karena Stevie mulai memikirkanku meski semua masih menjadi sebuah teka-teki untuknya. Tak ada perjanjian kalau aku harus datang ke rumah John setiap hari, jadi aku hanya menunggu dia menghubungiku. Dua hari kemudian, John meneleponku "kapan kita akan bertemu lagi Cantik?" Tanyanya, "bagaimana kalau malam ini? Aku akan menyiapkan makan malam romantis" Balasku bertanya, "apa kamu yakin? Apa kita tidak bergerak terlalu cepat?" Tanyanya kembali, "hmm aku hanya berpikir kalau aku akan membuatkanmu pie malam ini" sahutku, "baiklah! Sampai jumpa nanti malam" balas John lalu menutup telepon itu.
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi aku harus menyesali keputusanku yang sangat ceroboh! Rumahku tidak terlihat seperti tempat untuk seseorang menggelar makan malam romantis. "Kalau bukan karena ancaman Cloud, tidak mungkin aku melakukan semuanya secepat ini" pikirku. Aku mulai merapihkan semua baju yang berserakan hampir di seluruh lantai, membuang sampah, membersihkan kaos kaki yang berada di tempat tak terduga! "Pantas saja Stevie selalu marah padaku, bagaimana bisa satu kaos kakiku berada di lemari pendingin dan satunya berada di tempat pencucian piring?" Batinku.
Butuh waktu tiga jam untukku membersihkan seluruh rumah kemudian pergi ke supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan. Aku mengikuti petunjuk dari sosial media yang ternyata tal semudah itu kulakukan, berkali-kali aku harus membuang makanan yang hangus atau tidak layak untuk dimakan. "Tak kusangka memasak akan memakan waktu selama ini, aku cukup jahat pada Stev karena selalu komplain setiap memakan masakannya" pikirku.
ADVERTISEMENT
Dipercobaan ketujuh aku baru berhasil membuat pie dengan tampilan yang tidak terlalu buruk. Setelah itu aku bergegas merapihkan meja, memasang lilin, dan memutar musik romantis. Meja dan makanan sudah siap, barulah aku mandi kemudian merias wajahku. Tak lama suara bel mulai memenuhi seisi rumah, aku bergegas turun membukakan pintu untuk John. "Kamu terlihat sangat cantik malam ini" ucapnya, aku hanya bisa berakting tersipu saat mendengar ia memujiku.
Belum satu jam John berada di rumahku dan kami baru memulai percakapan, tiba-tiba suara bel mulai berbunyi kembali. "Apa kamu mengundang orang lain?" Tanya John, "Paul ini aku" teriak seseorang dari luar rumah. Suaranya cukup familiar hingga aku menyadari sesuatu yang besar akan segera terjadi. "Tidak, itu ibuku. Sebaiknya kamu pergi lewat pintu belakang" ucapku panik, "aku ingin bertemu dengan ibumu" jawab John, "tidak sekarang! Kami tidak sedang dalam kondisi yang baik untuk membicarakan ini" balasku.
ADVERTISEMENT
Setelah memastikan John keluar dari pintu belakang, aku bergegas menghapus semua riasan di wajahku kemudian berganti pakaian. Aku membukakan pintu untuk Stevie setelah kupastikan tidak ada lagi riasan yang tersisa di wajahku, "aku kemari untuk mengambil sisa barangku" ucapnya saat pintu rumah sudah terbuka. Mata Stevie mulai melebar saat memandangi satu bagian dari tubuhku, "kamu memakai anting?" Tanyanya sambil memegang telingaku. "Ya, aku sedang memainkan peran baru" jawabku singkat, Stevie hanya menganggukkan kepala lalu masuk ke dalam rumah.
"Woow, kamu sedang menunggu seseorang?" Tanyanya saat melihat meja yang sudah kusiapkan untuk makan malam bersama John. "Tidak, maukah kamu tinggal sebentar untuk makan malam denganku?" Tanyaku, Stevie hanya mengerutkan keningnya lalu meng-iya-kan ajakkanku. "Kamu yang membuat semua makanan ini?" Tanyanya, sedangkan aku hanya terkekeh. Malam itu setelah sekian lama kami makan malam bersama, "rumahmu terlihat sangat rapi dan pie ini sungguh enak" puji Stevie. "Tidak serapi jika ada kamu di rumah ini" jawabku.
ADVERTISEMENT
"Aku sudah berubah Stevie, apa kamu sudah bertemu pria lain?" Tanyaku, seketika wajahnya mulai berubah "jangan bicarakan soal ini Paul, apa yang sudah berlalu biar berlalu" jawabnya. Tak lama Stevie pun pamit pulang "terima kasih untuk makan malamnya, aku sudah membawa semua barang yang kubutuhkan" ucapnya. Malam itu berakhir dengan cukup baik meski jauh dari rencanaku dan aku harus kembali merapihkan semua barang yang sudah kupakai.
Keesokan harinya John menghubungiku untuk datang ke tempatnya. Ia memintaku untuk merapihkan dapur yang cukup berantakan sambil ditemani olehnya yang sedang menikmati secangkir kopi. "Aku ingin membelikan Stevie hadiah" ucap John membuka percakapan, "ohh romantis sekali!" sahutku, "maukah kamu ikut aku ke mal? Kamu wanita juga dan aku percaya dengan seleramu" tipal John, "aku juga suka hadiah" jawabku merajuk. Sesaat ia menyesap kopinya "kamu sudah melewatkan kesempatan itu saat kamu mengusirku dari rumah tapi baiklah aku akan memberikan kamu kesempatan satu kali lagi" sahutnya.
ADVERTISEMENT
Hari itu aku harus menemani John pergi ke mal untuk membelikan Stevie sebuah hadiah. John masuk ke dalam toko perhiasan dan menunjuk sebuah kalung dengan berlian besar di tengahnya "bukankah itu terlalu mahal untuk hubungan yang baru saja terjalin? Stevie akan menganggap kalau kamu ingin membelinya" ucapku. Lalu aku melihat sekeliling dan menemukan toko baju yang sering dikunjungi oleh Stevie, "aku menyarankanmu untuk membeli baju itu" saranku sambil menunjuk ke arah sebuah toko.
John dan aku keluar dari toko perhiasan lalu masuk ke dalam toko baju itu. "Kamu coba, sepertinya kalian memiliki ukuran yang sama" ucap John, aku mengikuti keinginan John tetapi lupa kalau aku sedang memakai silikon. Silikon itu jatuh ke lantai dan membuatku nyaris berteriak dengan suara berat. "Miranda apa kamu baik-baik saja? Jangan bercanda! Aku tidak punya banyak waktu" ucap John yang terdengar mulai kesal. Aku keluar dari ruang ganti sambil membawa baju yang belum kucoba "aku menyerah, sebaiknya kamu jangan beli baju tanpa orangnya" jawabku.
ADVERTISEMENT
"Apa kamu bercanda? Kita sudah seharian memutari mal ini dan tidak dapat apa-apa? Aku pikir kamu cemburu pada Stevie, Miranda. Aku tidak punya banyak waktu! Kalau nanti malam kamu tidak mendapatkan apa-apa untuk Stevie, kamu akan kupecat!" Bentak John. Ia meninggalkan aku dengan sebuah kartu kredit. Saat berjalan memutari mal, aku melihat sebuah kursus merangkai bunga di salah satu papan iklan. Aku ingat betul Stevie membeli banyak alat untuk merangkai bunga tetapi selalu gagal karena ia kesulitan memulainya.
Akhirnya kuputuskan untuk membeli satu tiket untuk Stevie dan memasukkannya ke dalam amplop. Setelah selesai, aku kembali ke rumah John untuk memberikan amplop itu dan mengembalikan kartu kreditnya. Aku langsung pulang karena tidak mau melihat wajah bahagia Stevie saat mendapatkan hadiah impiannya bukan dari tanganku. Malam itu aku tidak tidur dengan tenang, terbayang jelas bagaimana wajah bahagia Stevie saat membuka amplop itu. "Ia pasti akan berjingkrak kegirangan dan memeluk John" pikirku.
ADVERTISEMENT
Di saat yang bersamaan aku menyerah untuk merebut Stevie kembali. "Ia sudah menemukan kebahagiaannya" pikirku, tiga hari kemudian John menghubungiku dan mengatakan kalau hubungannya dengan Stevie sudah berakhir. Ucapan John adalah kabar terbaik yang pernah kudengar selama ini dan ia mengajakku untuk berkencan di minggu selanjutnya. Setelah menutup telepon John, aku menghubungi Cloud untuk bertemu di hari yang sama dengan jadwal kencanku.
Hari yang ditunggu pun tiba, aku datang sudah sebagai Miranda lalu bertemu dengan Cloud sebelum John datang. "Aku akan berkencan dengannya di meja sebelah sana, jadi tunggu di sini dan lihat" ucapku sambil menujuk ke arah meja yang sudah dipesan oleh John. Cloud melihatku dengan tatapan bangga, "Stevie sudah meninggalkan John dan sekarang ia mengajakmu berkencan! Aku sudah tidak sabar melihat bagaimana ini akan berakhir" sahut Cloud. Satu jam kemudian, saat aku sedang duduk di meja yang John pesankan untukku, tiba-tiba Stevie datang menghampiriku "halo Paul" sapanya.
ADVERTISEMENT
Aku yang tercengang hanya bisa menjawab sapaannya dengan gugup, "siapa Paul? Aku Miranda." "Sudahlah, aku sudah tahu semuanya dan terima kasih untuk kelas merangkai bunganya" sahut Stev. "Maafkan aku, aku melakukan semua ini untukmu. Jika aku mendapatkan peran ini, aku akan belikan apa pun untukmu. Aku sudah berubah Stev, aku tahu bagaimana cara membahagiakanmu" jelasku. "Kamu tidak pernah mendengarkanku, aku tidak butuh uangmu. Aku mencintai kamu apa adanya, tetaplah bersamaku. Aku butuh perhatian darimu" balas Stevie.
"Apa yang sedang kamu lakukan di sini Stevie? Kamu sudah melewatkan kesempatanmu dan sekarang kamu ingin berada di antara aku dan Miranda?" Tanya John yang sudah berada di dekat meja kami. "Tentu, maaf jika itu mengganggumu tapi Miranda sekarang milikku" jawab Stevie. Aku pun berdiri dan melepas rambut palsuku, "maaf aku mencintai Stevie bukan kamu" ucapku, "seorang pria? Apa kamu menipuku selama ini?" Tanya John dengan nada marah. "Maaf John, dia adalah aktorku dan sedang dalam masa percobaan. Aku sendiri yang menempatkanmu sebagai target untuk ia goda sebagai wanita. Maaf aku tidak memberitahukannya padamu dan mari kita bicarakan tentang ini" ucap Cloud menengahi perdebatan kami.
ADVERTISEMENT
Hari itu aku dan Stevie memutuskan untuk kembali ke rumah. Dua hari kemudian, Cloud menghubungiku "jadi, kapan kamu akan siap untuk memerankan peran ini?" Sapanya. "Bukankah aku gagal dalam tes itu?" Tanyaku, "kamu gila? Aktingmu sangat natural Paul. Ya meskipun aku harus mengurus beberapa hal sulit di akhir tapi kamu sudah membuktikan kalau kamu layak mendapatkan peran ini" jelas Cloud. Aku bersorak kegirangan dan berlari ke arah Stevie "aku mendapatkannya!" teriakku. Hari itu aku menyadari kalau tujuanku menjadi Miranda tidak hanya untuk mendapatkan peran semata tetapi merebut apa yang seharusnya menjadi milikku. Tentu saja dengan sepenuh hati, begitu pula dengan berakting. Aku mampu memasukkan Miranda menjadi bagian dari jiwaku.