Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Keponakan Memergoki Suami sedang Having Sex dengan Baby Sitter Anakku
18 Oktober 2021 15:13 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
Aku rasa pandemi bertahun-tahun seperti yang dialami saat ini akan berdampak pada semua orang, termasuk aku. Terlebih profesiku yang menjadi tenaga kesehatan di salah satu rumah sakit ternama di kota besar, pasien yang membludak membuatku harus merelakan waktu bersama anak yang masih kecil. Mau tidak mau aku harus mempekerjakan seseorang untuk mengurus dan mengajak main dia meski sebenarnya aku tidak ingin.
ADVERTISEMENT
Sejak awal menikah aku dan suami sudah sepakat untuk mengurus anak sendiri tanpa bantuan orang tua apalagi orang lain. Aku ingin anakku hidup sepenuhnya dari tanganku, kusaksikan sendiri tumbuh-kembangnya dan merasakan jadi ibu seutuhnya. Namun sayangnya, keinginan itu tidak bisa terwujud karena aku harus terjun sepenuhnya menjadi tenaga kesehatan. Profesi dan sumpah sudah memanggil aku untuk bisa menyembuhkan banyak orang walaupun harus kuakui sering kali aku merasa lelah jiwa dan raga.
Sebelum pandemi, aku berusaha menyesuaikan jadwal dengan sekolah anak dan sebisa mungkin ada di rumah untuk mengurusnya sebelum dia ke sekolah atau pergi tidur. Tapi saat dunia kacau-balau dengan badai tak terlihat yang menumbangkan banyak jiwa, aku tidak lagi bisa mengendalikan semua jadwalku. Aku hanya berharap orang yang kupekerjakan akan menjaga dan merawat anakku dengan penuh kasih sayang.
ADVERTISEMENT
Alasanku mempekerjakan orang lain untuk merawat anak semakin kuat karena suami diharuskan untuk bekerja dari rumah. Dia ada waktu lebih banyak untuk memantau orang itu saat merawat anak kami dan tidak pernah terbersit sedikit pun ada hal buruk terjadi selain yang bersangkutan dengan buah hati. beberapa bulan aku harus menetap di tempat yang sudah disediakan pihak rumah sakit agar kami tidak pulang ke rumah dan menularkan keluarga.
Rindu rasanya melihat anakku yang setiap hari sudah semakin pintar dan banyak bertanya. Komunikasi di antara kami hanya melalui video call untuk melepas rindu dan juga penat karena seharian sibuk mengurus banyak pasien. Aku sibuk bekerja, menjaga diri agar bisa bertahan hidup di dalam sarang penyakit dan bertemu kembali dengan anakku hingga suatu hari aku tidak bisa menghubungi suami. Video call tidak diangkat, pesan pun tak dibalas padahal dia tahu kalau ada jam tertentu untuk aku berbicara dengan anakku.
ADVERTISEMENT
Menghubungi baby sitter-nya pun juga tidak diangkat sampai lututku lemas karena khawatir mereka dalam keadaan tidak baik-baik saja. Dalam situasi genting siapa pun bisa tertimpa musibah, belum lagi tingkat imun yang dimiliki masing-masing orang sangat berbeda. Aku menghubungi semua keluarga yang rumahnya paling dekat denganku untuk memeriksa keadaan mereka dan kebetulan keponakan aku sedang di jalan untuk membeli bahan makanan.
Aku menyuruhnya untuk mampir dan melihat kondisi keluargaku, “dari luar sepi sekali Te, pintunya tertutup rapat” ucapnya dari sambungan telepon, “coba kamu masuk ke dalam tapi pakai masker” sahutku. Rasa gugup, khawatir mulai menyelimuti hatiku dari seberang terdengar suara pintu terbuka dan aku merasa sedikit lega karena itu akan mempermudah orang menolong mereka jika dalam kesulitan. Tak ada suara anakku yang seharusnya sedang belajar di sekolah online-nya dan tak ada pula suara suami yang sibuk meeting dengan beberapa rekan kerja.
ADVERTISEMENT
Namun sayup-sayup aku mendengar suara desahan yang samar terbawa angin, “itu suara apa Nad?” Tanyaku pada keponakan yang bernama Nadia “aku juga tidak tahu Te tapi takut untuk pergi ke atas sana” jawabnya, “ganti jadi video call, Ate temenin buat kamu naik ke sana” sahutku. Sambungan telepon itu dalam hitungan detik sudah berubah menjadi video dan aku melihat apa yang Nadia lihat di dalam rumahku.
Anak tangga demi anak tangga ia naiki dan kami sama-sama terkejut saat Nadia sudah beberapa langkah berada di lantai dua. Kami melihat suamiku sedang melakukan hubungan badan dengan baby sitter yang sengaja kupekerjakan untuk merawat anakku dan tidak tanggung-tanggung mereka melakukannya di ruang keluarga. Anakku bisa lewat sana kapan saja dan dia tidak sepantasnya melihat hal seperti itu di usianya yang belum genap sepuluh tahun.
ADVERTISEMENT
Aku memotret layar ponsel itu sebagai barang bukti lalu menyuruh Nadia keluar dari rumahku tanpa suara. Hingga Nadia berada di luar rumah, mereka tidak menyadari keberadaannya yang sudah memergoki perbuatan mereka. Rasanya dadaku panas sekali, ingin marah dan mengobrak-abrik seisi rumah di depan keduanya tapi tidak bisa. Ada anak yang harus kulindungi dari berbagai virus di luar rumah, ingin rasanya aku menularkan penyakit itu agar mereka sengsara tapi aku terhalang sumpah yang sudah terucap belasan tahun lalu.
Akhirnya aku hanya bisa mengirimkan foto tersebut ke RT setempat dan beberapa keluarga lalu mereka datang bersamaan untuk mengusir suami juga baby sitter anakku. Tak lupa pula aku mengirimkannya kepada keluarga dari suami agar mereka tahu apa yang dilakukannya saat aku tengah mati-matian bekerja dan mengabdi pada negara. Di hari yang sama pengusiran mereka dari rumahku, pernikahan kami selesai begitu saja karena aku tidak bisa melaporkan kejadian tersebut ke pengadilan agama. Sejak saat itu anakku diurus oleh mamaku dan setelah pandemi berakhir maka akan kuselesaikan urusan yang seharusnya kuselesaikan di pengadilan agama.
ADVERTISEMENT