Konten dari Pengguna

Pacarku Raib Diambil Sahabatku

Cinta dan Rahasia
Mulailah membaca dengan Bismillah, akhiri dengan Istighfar. Kisah didramatisir dari kisah nyata.
18 Agustus 2021 13:18 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok. Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Dok. Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
Dulu persepsiku tentang persahabatan sangatlah indah. Bertukar pikiran, berbelanja, nongkrong di kafe, menginap di rumah satu sama lain, sampai membicarakan tentang laki-laki. Dulu aku anggapanku tentang wanita yang memiliki sahabat itu adalah definisi kehidupan sosial wanita pada umumnya. Tertawa, menangis, menggila, dan bercerita semua dilakukan bersama. Memang benar, aku juga mengalaminya bersama Kristina tapi itu jauh sebelum aku jatuh cinta pada Visnu.
ADVERTISEMENT
Aku dan Kristina pernah bersahabat sekitar tujuh tahun saat kami sama-sama masuk SMA, seperti remaja pada umumnya, kami melakukan hal gila yang menyenangkan. Hampir dua puluh empat jam kami bersama, rasanya memiliki saudara perempuan karena memang aku adalah perempuan satu-satunya di keluarga. Ketika lulus SMA aku dan Kristina berpisah demi mengejar cita-cita di universitas yang berbeda, tapi komunikasi di antara kami tetap terjaga.
Kristina selalu bergosip tentang pria yang ia taksir atau menaksirnya. Membicarakan tentang dosen yang menyebalkan, bertukar pikiran tentang tugas, pokoknya masih sama seperti dulu. Persahabatan kami masih baik-baik saja. Aku yang tak pernah membicarakan kisah percintaanku di universitas padanya tiba-tiba mengumumkan pelepasan masa lajangku. Selama ini aku menahan diri untuk tidak menceritakannya karena mereka hanya masih mencoba mendekatiku, tetapi saat sudah resmi dengan Visnu, kakak tingkatku, barulah aku mengatakannya pada Kristina.
ADVERTISEMENT
Sahabatku itu terdengar sangat bahagia dan antusias. Aku memberinya kabar gembira itu melalui telepon saat kami resmi berpacaran. Bahagia rasanya mendengar Kristina seantusias itu untuk membicarakan masa-masa pendekatan kami yang begitu menyenangkan. Seharian aku menelepon Kristina untuk menceritakan dari mana kedekatan kami berawal dan dia sibuk menanyakan detail yang terjadi seolah tidak ingin melewatkan semua ceritaku.
Tiga bulan semua berjalan dengan baik. Aku sigap membagi waktu antara Visnu, Kristina, dan teman kuliahku. Barulah di bulan keenam aku mengajak Visnu untuk bertemu dengan Kristina dan kekasihnya, semua berjalan seperti double date pada umumnya. Terlihat sekali Kristina sangat cinta pada Adam, aku merasa kalau kami sudah menemukan kebahagiaan masing-masing dan seharusnya tidak ada lagi yang merasa menderita sendirian. Sampai suatu ketika aku bercerita pada Kristina kalau belakangan Visnu sudah jarang memberi kabar dan menemuiku di kampus.
ADVERTISEMENT
“Kamu percaya padaku?” Tanyanya seusai aku bercerita tentang kegelisahanku, “percayalah, kamu sahabatku, ada apa?” Jawabku yang balas bertanya, “kalau kamu memang percaya padaku, sini aku uji kesetiaan pacarmu” balasnya. Sejenak aku berusaha menerka apa yang dibicarakan oleh Kristina, “maksudmu?” Tanyaku, “aku akan menguji kesetiaan pacarmu dengan menggodanya, kalau dia tidak tertarik berarti dia setia padamu dan begitupula sebaliknya” jawabnya. Aku yang sangat memercayai Kristina pun akhirnya memberikan nomor ponsel Visnu padanya, selama ini aku dan dia tidak pernah bertukar nomor pasangan. Jadi saat itu Kristina baru memiliki nomor Visnu dan aku tidak berusaha menerka apa yang akan terjadi kemudian, aku hanya mengikuti ucapan Kristina lalu menunggu kabar darinya.
Tak lama dari itu Visnu kembali seperti biasa dan aku bahkan lupa kalau sudah memberikan nomornya pada Kristina. Semua berjalan normal kembali tapi Kristina tidak pernah memberikanku kabar tentang hasil yang ia dapatkan mengenai Visnu hingga enam bulan selanjutnya sikap mereka berdua mulai berbeda padaku. Visnu sudah lulus universitas saat itu, jadi aku tidak bisa menghampirinya sesukaku, dia sudah bekerja tetapi Kristina juga mulai tidak ada kabar bahkan sulit dihubungi. Aku merasa sendirian saat itu, menunggu mereka memiliki waktu untukku seperti biasanya.
ADVERTISEMENT
Sambil menunggu kehadiran mereka, aku fokus mengerjakan skripsi dan pergi ke luar bersama teman-temanku. Berulang kali teman-temanku yang mengenal Kristina dan Visnu mengatakan kalau mereka sudah bersama tapi aku tidak percaya. Buatku, aku lebih mengenal siapa Kristina dan tidak mungkin dia melakukan hal seperti itu untuk mengkhianati persahabatan kami yang sudah sekian lama. Tapi ternyata, salah seorang teman mengajakku ke sebuah kafe tempat biasa Kristina dan Visnu bertemu.
Kafe itu cukup jauh dari jangkauanku dan aku sama sekali tidak pernah keluar rumah hanya untuk menghabiskan waktu di tempat seperti itu. Aku tertegun cukup lama saat melihat Visnu memeluk pinggul Kristina dengan mesra, mereka berdua tidak menyadari keberadaanku yang sedang duduk menghadap ke arah mereka datang. Wajah Kristina terlihat sangat angkuh seolah merasa menang karena sudah merebut Visnu dariku, aku tetap memerhatikan mereka sambil sesekali menyeruput kopiku.
ADVERTISEMENT
“Coba tolong di foto, aku tidak sanggup” ucapku pada Lina yang duduk menghalangi keberadaanku, ia menuruti permintaanku dan setelah itu aku meminta padanya untuk segera meninggalkan kafe itu. Di sepanjang jalan aku menangis dalam diam, teman-temanku yang lain berusaha menenangkan. Saat itu hujan turun sangat deras menambah dramatis situasi patah hatiku pada cinta pertama dan sahabat lama. Kehilangan pacar kuanggap sudah biasa tapi aku masih tidak menyangka apa yang dilakukan Kristina setelah sekian lama menjalin persahabatan denganku.
“Kamu boleh menangis tapi jangan terlalu larut, mereka begini karena kamu membiarkan mereka mengenalmu lebih jauh. Kamu seperti buku terbuka buat mereka sehingga mereka bisa menorehkan tinta hitam di atasnya” ucap Lina sambil matanya tak lepas dari pandangan ke depan. Kalau dipikir, ucapan Lina ada benarnya. Mereka bisa melakukan hal yang membuatku sakit seperti ini karena mereka tahu semua kebiasaan dan kelemahanku, aku tidak suka pergi ke luar atau melakukan hal yang biasa dilakukan wanita muda di luar sana. Meski rasanya sangat menyakitkan, aku hanya bisa bertahan dengan semua puing-puing hati dan melanjutkan perjalanan.
ADVERTISEMENT
Aku tetap menyelesaikan skripsiku hingga tuntas dan mendapatkan gelar sarjana meski tidak lulusan terbaik. Selesai kuliah, aku memilih untuk langsung bekerja dibandingkan menerima tawaran ayah untuk melanjutkan S2 dan menduduki jabatan awal di sebuah perusahaan swasta. Aku tetap menjalin hubungan baik dengan Lina dan teman-temanku semasa kuliah, ditambah lagi dengan rekan kerjaku di kantor. Aku tidak lagi merasa kesepian dan sendiri hingga salah seorang teman kerja mulai mencuri perhatian lalu menyatakan cinta setelah sekian lama.
Banyak dari teman-temanku yang menyarankan untuk aku membuka hati padanya karena dia sudah lama memerhatikan semua gerak-gerikku, meski rasa sakit itu sudah berlalu hampir empat tahun tapi aku tetap takut. Pria itu tahu semua cerita masa laluku dari semua teman-teman dan tiba-tiba ia datang ke rumah lalu memintaku pada ayah. Semua keluarga sangat terkejut karena aku tak pernah mengenalkan pria mana pun hingga akhirnya ia datang, karena melihat kesungguhan hatinya dan tak ada lagi teman seperti Kristina di sekelilingku, aku pun menerima lamarannya.
ADVERTISEMENT
Selama empat tahun Visnu dan Kristina menghilang bagai ditelan bumi sampai mereka muncul kembali setelah mendengar kabar tentang pinanganku. “Kamu tidak mengabariku soal pernikahanmu ini?” ucap Kristina saat ia meneleponku, “dan kamu tidak bilang kalau kamu sudah merebut Visnu dariku” sahutku, “maafkan aku tapi aku tidak bermaksud seperti itu, dia yang memiliki ide ini dan menghilang darimu begitu saja” balasnya. “Tidak masalah, itu sudah lama berlalu dan aku sudah akan membuka lembaran baru. Kata orang pengkhianat dan penipu itu berjodoh, semoga itu menjadi milik kalian ya” sahutku lalu memutus sambungan telepon itu. Satu bulan setelahnya aku menikah dengan pria pilihanku dan sejauh ini hidup kami baik-baik saja, bisa dikatakan bahagia.
ADVERTISEMENT