Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pernikahanku Hancur, Bermula Saat Ibu Tiriku Menguras Habis Harta Suamiku
30 April 2020 11:30 WIB
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT
Namaku Reynata, ini kisah tentang aku sekitar 15 tahun lalu. Aku berasal dari keluarga yang berbeda agama, ayahku Kristen dan ibuku Islam. Singkat cerita orang tuaku bercerai karena ibu tidak mau masuk ke dalam agama ayah, aku memiliki dua saudara laki-laki dan kami tinggal dengan ayah sedangkan kakak perempuanku ikut ibu.
Ayah menikah lagi dengan seorang wanita dan aku tidak tahu bagaimana awal mula kedekatan mereka hingga akhirnya dia menjadi ibu tiriku. Selama bertahun-tahun aku hidup tanpa ibu, haus kasih sayang? Pastinya. Namun, bukan kasih sayang yang diberi melainkan penyiksaan.
Ketika aku bekerja di sebuah pabrik besar, setiap tanggal gajianku di jalan ada saja orang yang menahanku untuk menagih hutang ibu tiriku. Aku tidak bisa menikmati gajiku, semua aku gunakan untuk kebutuhan rumah. Aku pula yang harus mengurus semua pekerjaan rumah tangga, sedangkan ia asyik bermain dengan teman-teman satu komplek.
ADVERTISEMENT
Saat itu aku sedang diajak pergi oleh salah satu temanku dan dikenalkan seorang laki-laki bernama Adam. Ia seorang pramugara, tinggi, berdada bidang, berkulit putih, dan berparas tampan. Wanita mana yang tidak jatuh hati saat melihat pria seperti itu? Setidaknya itu terjadi padaku.
Dalam beberapa bulan kenal akhirnya kami berpacaran, ia sering mengantar dan menjemputku saat pulang kerja. Hari itu Sabtu, ia memutuskan untuk mampir setelah mengantarkanku pulang kerja. Belum lama kami mengobrol, tiba-tiba ada orang listrik yang datang ke rumah dan ingin memutus listrikku karena belum bayar tiga bulan.
Sigap sekali ia menyuruh orang itu menunggu dan pergi ke ATM bersamaku, ia bertanya berapa jumlahnya dan mengambil uang sebesar yang aku sebutkan. Kami kembali, ia membayar lunas listrik keluargaku. Dari sana, aku merasa sangat berterima kasih kepadanya.
ADVERTISEMENT
Papaku melihat hal itu dan menjadi baik saat menyambut kedatangannya. Ya, sebelumnya ia tidak setuju karena ingin aku menikah dengan lelaki pilihannya. Aku sayang sekali dengan papaku, tapi tidak dengan ibu tiriku.
Berulang kali Adam membicarakan soal aku dan keluargaku, bagaimana baiknya karena ini adalah soal dunia dan akhiratku. Suatu ketika ia bertanya “Kamu pilih aku atau papa?” Tanyanya, dia ingin menyelamatkan dunia dan akhiratku dengan menikah dengannya. “Kamu,” jawabku, aku menjawab tanpa berpikir panjang.
Aku hanya ingin dinikahi olehnya dan keluar dari rumah sialan itu. Dia pun akhirnya berencana untuk menikahiku sebelum keberangkatannya ke pendidikan pramugara. Setiap pramugara yang akan on duty harus mengikuti pendidikan di satu asrama, sekalipun mereka sudah sangat berpengalaman.
ADVERTISEMENT
Adam menjadi pramugara di salah satu maskapai terbesar di Indonesia. Sepulang dari berbicara denganku, ia mengutarakan keinginannya untuk menikahiku kepada ibunya. Ibunya menyetujui, selama itu menjadi kebahagiaan anaknya.
Singkatnya, kami pun menikah. Di rumahku dengan kedua keluarga besar beserta beberapa undangan kami. Tetapi setelah menikah, Adam harus kembali ke rumah salah satu kakaknya untuk bersiap berangkat pendidikan. Pernikahan kami diadakan tepat satu hari sebelum keberangkatannya.
Adam dijemput oleh sopir dari kakak ipar perempuannya. Adam memiliki lima saudara, dua kakak perempuan dan tiga kakak laki-laki, Adam adalah anak terakhir.
Ketika Adam ingin pergi, aku memaksa untuk ikut dengan Adam. Tapi tidak diizinkan oleh papaku hingga aku hampir ditampar olehnya.
ADVERTISEMENT
Melihat itu, Adam refleks menangkis tangan papa. Namun, salah satu saudaraku mengira kalau Adam ingin memukul papa, ia langsung menghajar Adam dari belakang. Diikuti oleh beberapa saudaraku yang lain dan kemudian para tetangga karena memang rumahku masih ramai dengan tamu undangan.
Semua keributan itu berlangsung lama, aku melihat Adam meringkuk melindungi diri ketika dipukuli oleh keluargaku di depan mataku sendiri. Hancur rasanya hatiku, niatnya hanya menolongku malah ia yang jadi sasaran dari kemarahan keluargaku.
Tiba-tiba kakak ipar Adam datang dengan beberapa aparat keamanan, entah siapa yang menghubungi mereka. Mereka meminta Adam kembali ke rumah, seluruh tubuh Adam di cek untuk melihat apa ada luka atau semacamnya. Beruntung, Adam tidak terluka karena kalau iya, habislah keluargaku.
ADVERTISEMENT
Kakak ipar Adam mengancam akan membawa hal itu ke jalur hukum jika melihat ada satu luka saja di tubuh Adam. Namun, Adam baik-baik saja. Aku sangat malu, belum 24 jam pernikahanku, aku sudah dibuat malu oleh keluargaku.
Aku menangis dan berlari memeluk Adam ketika suasananya sudah kondusif. Aku meminta maaf dan mulai mengompres lebam-lebamnya. “Bagaimana dia menjalani pendidikannya besok?” Pertanyaan itu selalu muncul di dalam kepalaku.
Semua keributan itu berakhir dengan damai, walau begitu wajah kakak ipar Adam tetap terlihat sangat marah dan tidak terima. Aku langsung mengemasi pakaianku dan ikut pergi bersama Adam meninggalkan keluargaku.
Di perjalanan, aku memegangi tangan Adam dan menangis memikirkan bagaimana aku harus menghadapi keluarga suamiku? Keluarga yang baru saja aku kenal tetapi perkenalan itu harus bermula dengan tidak indah.
ADVERTISEMENT
Selama 15 menit perjalanan, aku sampai di rumah kakak iparku. Baru saja turun dari mobil, ibu mertuaku datang dengan bersimbah tangis, memeluk Adam dan menuntunnya ke dalam.
Sedangkan aku hanya bisa terdiam di pinggir mobil, tidak tahu harus bersikap bagaimana. Semua disebabkan oleh keluargaku, oleh aku yang memaksa ikut dengan Adam. “Ayo Nat, kita ke dalam,” kata kakak iparku, sambil membawa tas aku mengikuti langkahnya.
Saat berada di dalam, semua keluarga Adam menangis melihat kondisinya yang penuh dengan lebam. Tubuh Adam dikompres dan ia diberi susu dan telur rebus untuk mengembalikan staminanya. Adam melihatku dan menyuruhku untuk mendekat, ia mengelus kepalaku dan berkata kalau ini bukan apa-apa.
ADVERTISEMENT
Mendengar ucapannya tangisku pecah, aku meminta maaf pada ibu mertuaku dan semua keluarganya. Esoknya, kakak iparku mencari rumah kontrakan untuk kami tinggali. Rumah itu berada persis di belakang rumah kakak iparku.
Kami tinggal di sana, seminggu kemudian aku membujuk Adam untuk kembali baik dengan papaku. Adam menolak, keluarganya menolak. Ibu mertuaku bilang “Siapa yang terima, kalau anaknya baru menikahi wanita-- lalu malamnya langsung dipukuli? Kamu sudah jadi tanggung jawab Adam, sudah putus dunia-akhirat kamu dengan orang tua kamu.”
Aku hanya bisa diam dan menangis di dalam kamarku. Beberapa bulan kemudian, akhirnya Adam membeli sebuah rumah di daerah yang cukup jauh. Kami pindah ke sana, meski di daerah yang cukup jauh tetapi rumah itu sangat besar dengan halaman yang luas. Sangat asri karena dari rumah terlihat dengan jelas siluet Gunung Salak.
ADVERTISEMENT
Saat kami menempati rumah baru, tiba-tiba ibu tiriku menghubungiku. Ia bilang kalau ayah membutuhkan sejumlah uang, pas sekali Adam baru memberikan seluruh gajinya kepadaku. Aku segera ke ATM dan mengirimkan sejumlah yang diminta. Karena aku tidak bisa bertemu dengan papa, aku hanya bisa bertanya bagaimana kondisinya? Ibu tiriku hanya menjawab "baik," dan kemudian tidak ada kabar lagi.
Awalnya jumlah yang diminta hanya sedikit, namun lama-kelamaan jumlahnya bertambah besar. Ia bilang itu untuk biaya berobat papa, aku tidak bisa bertemu dengan papa, jadi biarlah aku yang menanggung biaya pengobatan papa meski tanpa sepengetahuan Adam.
Aku takut untuk membicarakan ini dengan Adam, karena aku tahu ia tidak suka dengan papa. Aku pun tidak tahu, apakah sebenarnya uang itu benar digunakan untuk pengobatan papa atau tidak. Aku berusaha menyimpan itu rapat-rapat seorang diri.
ADVERTISEMENT
Suatu ketika Adam menanyakan berapa jumlah uang yang ada di ATM, berapa tabunganku. Aku kikuk tidak bisa menjawabnya. Aku berusaha mengalihkan pembicaraan, tetapi diam-diam Adam mengambil kartu ATM-ku dan pergi sendiri untuk mengecek saldonya.
Pulang ke rumah Adam marah besar karena saldoku memang tinggal beberapa juta. Adam diberi gaji menggunakan dolar, jadi sudah pasti jumlahnya bisa sampai puluhan juta. Aku sudah tidak tahu berapa banyak yang aku kirimkan ke ibu tiriku, yang katanya untuk biaya berobat papa.
Adam marah besar, berusaha menanyakanku baik-baik ke mana selama ini gajinya karena dia tidak melihat aku membeli barang atau makanan mewah di rumah. Aku tetap menyimpan itu rapat-rapat, biarlah aku yang dimarahi oleh suamiku. Saat dimarahi aku diam seribu bahasa.
ADVERTISEMENT
Satu kali berlalu, bulan besoknya ibu tiriku meminta jumlah yang lebih besar ketika Adam gajian. Sepertinya ia hafal tanggal berapa Adam menerima gaji karena waktunya selalu tepat, aku kirimkan lagi sejumlah uang yang diminta.
Makanan yang kami makan hanya sederhana, kami tidak memiliki baju bagus, kedua anakku pun tidak memiliki barang bagus. Kali ini aku ketahuan lagi, Adam marah besar dan hampir memukulku. Ibu mertuaku sudah menangis melihat kami bertengkar, tetapi mulutku tetap terkunci rapat-rapat.
Adam akhirnya pergi membawa amarahnya, ibu mertuaku membujukku untuk memberitahu ke mana semua uangnya? Dipakai untuk apa? Aku tidak memiliki keberanian untuk memberitahu semuanya karena aku tahu Adam pasti akan menghampiri ibu tiriku.
ADVERTISEMENT
Aku masih berpikir kalau itu untuk papa dan Adam benci dengan papa. Aku sayang papa, tetapi suamiku tidak. Aku diam seribu bahasa saat semua keluarga Adam berusaha menanyakan kejelasan uangnya.
Akhirnya Adam tidak lagi memberikan gajinya padaku, ia membeli beberapa sapi sebagai wujud dari gajinya. “Aku sudah lelah terbang, ingin jual susu perah saja,” katanya, berulang kali ibu tiriku menelepon meminta uang tetapi aku bilang tidak ada. “Adam sudah tidak memberikan gajinya padaku,” jawabku ditelepon saat ibu tiriku meminta uang.
“Gimana sih masa suami tidak memberikan gajinya pada istri? Suami macam apa itu! Kamu memang tidak sayang sama papa kamu!” Makinya dengan serangkaian makian lain. Aku sudah menghilangkan kepercayaan suamiku dan sekarang aku membiarkan papaku menderita.
ADVERTISEMENT
Tambah hancur hatiku, aku sudah berusaha semampuku hingga aku yang menjadi sasaran kemarahan Adam tetapi semua itu seolah tidak ada harganya. Keluarga kecil kami sudah hidup sangat sederhana karena gaji Adam selalu ia jadikan modal usahanya mungkin ia berpikir “Daripada gajiku habis tidak karuan di tangan istri mending aku beli sesuatu sebagai modal usaha,” tetapi usahanya itu selalu gagal.
Aku tidak bisa menyalahkan jika ia berpikir seperti itu. Namun, rasanya tetap sakit saat tidak dipercaya banyak hal bahkan ponselku saja sering dicek oleh Adam. Aku tidak boleh bermain sosial media atau bertemu dengan teman-temanku, semua dibatasi.
Aku memutuskan untuk bertemu dengan papa walau hanya sebentar itu pun tanpa sepengetahuan Adam. Aku datang ke rumah papa dengan izin ingin belanja bulanan, aku melihat papa sudah sakit. Memang papa sakit tapi ternyata uang yang selama ini aku kirimkan tidak digunakan ibu tiriku untuk merawat papa.
ADVERTISEMENT
Papa dibiarkan sakit begitu saja, sedangkan ia asyik dengan beragam barang barunya. Aku ingin murka tapi aku sadar kalau Adam tahu aku di sini, ia bisa lebih murka dariku. Semua akan terbongkar begitu saja dan Adam semakin benci keluargaku.
Aku menangis karena sudah tidak bisa membantu papa, seharusnya aku nekat datang ke sini lebih awal sebelum sakit papa bertambah parah. Selesai melihat papa, aku pergi ke sebuah mal dan berbelanja, pikiranku masih ke papa. Aku masih memikirkan “Bagaimana caranya agar aku bisa merawat papa?".
Sesampainya aku di rumah, Adam marah karena aku pergi terlalu lama. Aku hanya beralasan kalau mal itu penuh dan jalanan macet karena hari libur. Amarah Adam surut, tetapi ia tetap tidak percaya denganku.
ADVERTISEMENT
Aku masuk ke kamar dan menangis mengingat kondisi papa yang sudah terbaring lemah, badannya sangat kurus hingga semua tulangnya terlihat. Selama ini aku hanya menyayangi papa, aku tidak ingat dengan ibu kandungku padahal ia masih hidup dan tinggal dengan kakak perempuanku.
Satu tahun kemudian, aku dikabarkan kalau papa meninggal dunia. Aku merasa hari itu hari terburuk dalam hidupku, aku diperbolehkan Adam pergi menemui papa untuk yang terakhir kali dengan membawa serta anak-anakku. “Aku belum mengenalkan papa pada dua jagoanku, kenapa papa pergi secepat ini?” Sesalku dalam hati di depan peti matinya.
Kepergian papa membuatku merasa terpuruk, terlebih ketika ibu mertuaku menemuiku dan berkata kalau Adam menghamili wanita lain, sesama pramugari. Duniaku hancur seketika, aku marah dan mengamuk sama Adam. Aku curi ponselnya dan mencari nomor telepon wanita itu.
ADVERTISEMENT
Aku hubungi dia dan aku maki-maki. Dia balas memaki-maki aku dan mengatakan “lo tuh jadi istri ga becus, lo ke manain semua gaji suami lo? Lo kira tuh duit dateng dari langit? Dia kerja keras buat lo dan anak-anak lo, tapi lo pake foya-foya,” kata-katanya sangat menusuk hatiku.
Aku tidak menyangka kalau apa yang aku lakukan akan menjadikannya berpaling dariku. Aku belum bangkit dari keterpurukan karena kehilangan papa, sekarang aku harus menghadapi pernikahan suamiku dengan wanita lain.
Aku benci diriku sendiri. Aku benci Adam, wanita itu, dan anak yang sedang dikandungnya. Apa yang terjadi di hidupku terasa salah. Aku selalu berpikir “Apa aku tidak pantas untuk bahagia?” Semua berjalan dengan sangat tidak baik, aku benci saat Adam harus bersama wanita itu.
ADVERTISEMENT
Terlebih ketika aku mendengar anak itu lahir, aku merasa kehadirannya salah. Harusnya aku yang menjadi satu-satunya istri untuk Adam. Harusnya Adam hanya memiliki anak dari rahimku, bukan wanita itu!
Setelah kelahiran anak itu, aku mendengar Adam dan dia bercerai. Semua uang Adam dibawa kabur oleh wanita itu. Aku tersenyum sinis “Tidak ada bedanya kan lo sama gue,” ucapku dalam hati. Aku kembali memiliki Adam seutuhnya dan meminta kalau wanita itu adalah yang terakhir.
Adam mengiyakan, tetapi janjinya itu palsu. Lagi-lagi aku menemukan bukti kalau ia berselingkuh dengan pramugari luar dari maskapai lain. Amarahku tak terbendung, ketika ia pulang aku minta untuk bercerai. Aku kira ia akan menahanku dan memperbaiki semuanya, ternyata tidak.
ADVERTISEMENT
Ia benar-benar menalakku. Talak tiga sekaligus yang tidak memungkinkan aku dan dia kembali. Setelah bercerai aku masih tinggal di rumah itu bersama anak-anak dan ibu mertuaku, sedangkan Adam tinggal di rumah kakaknya.
Adam tidak bekerja, tetapi kali ini aku mendengar ia memacari dua wanita sekaligus. Terbesit rasa cemburu di hatiku, tetapi semua sudah terlambat. Semua adalah salahku, aku tidak jujur pada Adam dan terlalu memercayai omongan ibu tiriku.
Hasil jerih payah Adam dinikmati oleh ibu tiriku, sedangkan aku dan anak-anakku hanya menerima sisanya. Anak-anakku semakin besar, aku memutuskan untuk bekerja di salah satu pusat perbelanjaan dan sekarang Adam sudah menikah lagi dengan salah satu wanita yang ia pacari.
ADVERTISEMENT