Konten dari Pengguna

Perselingkuhanku Direstui oleh Suamiku

Cinta dan Rahasia
Mulailah membaca dengan Bismillah, akhiri dengan Istighfar. Kisah didramatisir dari kisah nyata.
14 Mei 2020 13:42 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok. Pixabay.com/free_photos
zoom-in-whitePerbesar
Dok. Pixabay.com/free_photos
ADVERTISEMENT
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
Terkadang perselingkuhan akan berujung perceraian atau kekerasan. Aku bersyukur, perselingkuhan yang terjadi di dalam rumah tanggaku justru dianggap sebagai bumbu pernikahan oleh suamiku. Tak ada kekerasan atau perceraian, semua itu malah kami jadikan sebagai sebuah candaan.
ADVERTISEMENT
Saat usiaku menginjak 25 tahun, pacarku melamar dan enam bulan kemudian menikahiku. Kami tinggal di sebuah rumah yang cukup jauh dari kedua orang tua kami. Setelah menikah, suami membolehkanku untuk kembali bekerja seperti biasanya.
Jarak rumah dengan kantorku terbilang cukup dekat, tetapi setiap pagi aku pergi diantar oleh suami. Aku menjabat sebagai Head Officer di sebuah perusahaan swasta dan terkadang pekerjaanku menuntut agar aku turun ke lapangan menangani sebuah proyek.
Tujuh tahun berpacaran dan dua tahun menikah membuat hubungan rumah tangga kami terasa damai karena sudah saling mengenal karakter pasangan. Meski begitu kami belum juga dikaruniai anak, sebenarnya kami tidak memaksakan diri untuk memiliki anak secepatnya hanya saja kehadiran malaikat itu sudah ditunggu oleh kedua orang tua kami.
ADVERTISEMENT
Suatu hari aku diminta untuk menangani sebuah projek di Jogja selama enam bulan. Aku pulang dengan hati was-was saat meminta izin pada suami, ketika sampai di rumah dan makan malam aku mengutarakan permintaan kantor untuk mengirimku ke sana. Suami terdiam sejenak berpikir, “kamu ke sana sama siapa?” Tanyanya, “teman dari kantor cabang” jawabku “laki-laki?” Tanyanya, aku hanya mengangguk untuk memberi jawaban.
Setelah memasukkan nasi ke dalam mulutnya “yaudah kalau emang harus pergi” ucapnya. Aku bersyukur ia membolehkanku pergi karena memang projek ini sangat penting untuk perusahaanku. Dua hari setelahnya, aku mendapatkan tiket kereta api yang akan berangkat satu minggu lagi.
Di kantor aku merapihkan berkas dan menghadiri beberapa pertemuan penting agar projek ini dapat berjalan dengan lancar. Waktu berjalan sangat cepat, tinggal besok aku harus berangkat ke Jogja menjalankan projek kami. Malamnya aku memanjakan diri dan tidur lebih cepat bersama suami, semua pakaian dan dokumen sudah aku siapkan di dalam koper juga tas tangan.
ADVERTISEMENT
Esok pagi, aku berangkat ke stasiun diantar oleh suamiku. Di perjalanan, aku menghabiskan waktu untuk mendengarkan musik dari iPod dan tak lama tertidur pulas di kursiku. Aku terbangun dan terkejut saat kereta berhenti tepat di tujuanku, aku segera mengambil tas dan koper kemudian turun dari kereta.
Di stasiun sudah ada laki-laki yang menjadi rekan kerjaku sejak hari itu. Dia menghampiriku dan membawakan koper hingga ke dalam mobil. Hari itu aku tidak beristirahat dan langsung ke lokasi projek, lalu kembali ke kantor cabang untuk mengurus beberapa dokumen. Tak terasa hari sudah sore, aku diantar kembali oleh supir dan rekan kerjaku ke sebuah apartemen.
Kami turun dari mobil kemudian ia mengantarku hingga masuk ke dalam unit apartemen. Setelah itu ia pamit dan kembali pergi ke kantor, aku yang sangat lelah tanpa mengganti baju akhirnya merebahkan diri di atas kasur kemudian tertidur. Aku terbangun karena ponselku yang berdering beberapa kali, ternyata suamiku yang menelepon karena aku lupa memberinya kabar.
ADVERTISEMENT
Aku tersadar saat itu jam sudah menunjukkan pukul 20.00 dan aku belum makan apa pun sejak datang ke sana. Akhirnya aku mengirim pesan kepada rekan kerjaku yang kebetulan apartemennya berada satu lantai di bawahku.
“Mas, ada rekomendasi makanan enak di sini?” Tanyaku
“Ada, kamu lapar?” Balasnya
“Iya” jawabku singkat. Aku menaruh ponselku kemudian berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Cukup lama aku di dalam kamar mandi dan akhirnya keluar kemudian berganti baju. Tak lama ada seseorang yang mengetuk pintu apartemenku, aku mengintip dari lubang kecil di tengah pintu dan ternyata itu adalah rekan kerjaku. Aku membukakan pintu lalu menyuruhnya masuk “kamu belum siap? Mau aku beliin aja?” Tanyanya “enggak usah, aku tinggal mengeringkan rambut kok” jawabku.
ADVERTISEMENT
Aku meninggalkannya di ruang tamu kemudian masuk ke dalam kamar untuk bersiap-siap. Butuh waktu 15 menit untuk mengeringkan rambut sambil mengaplikasikan sedikit makeup di wajah agar tidak terlihat pucat. Kemudian aku kembali keluar dan menemuinya “yuk mas, aku udah laperjawabku. Dia pun langsung berdiri dari tempat duduknya dan mengikutiku berjalan ke luar unit apartemen.
Kami menggunakan mobil yang dipinjamkan oleh kantor untuk berkeliling berwisata kuliner. Sambil mengitari Kota Jogja, aku dan si mas saling bertukar cerita yang kemudian aku tahu kalau kami sama-sama sudah berkeluarga. Bedanya, ia sudah memiliki dua anak sedangkan usia perkawinanku masih seumur jagung.
Dia juga didatangkan dari kota lain untuk membantu proyek di Jogja, kami satu perusahaan hanya saja berbeda kantor. Dia di tempatkan di cabang sedangkan aku di pusat. Kami akan terus bersama-sama menjalankan projek selama enam bulan ke depan tanpa hari libur karena memang ini dikerjakan secepat mungkin agar bisa mulai berjalan.
ADVERTISEMENT
Selama enam bulan ia sangat baik dan perhatian kepadaku. Aku semakin terlena padanya ketika dia mulai memberikan perhatian-perhatian kecil yang sebelumnya tidak diberikan oleh suamiku. Aku merasa semakin berjalannya persiapan projek ini, semakin besar pula rasaku terhadap rekan kerjaku itu.
Waktu berlalu sangat cepat, tinggal satu minggu lagi aku harus kembali ke kantor pusat dan memantau perkembangan projek ini dari sana. “Kalau aku pulang nanti kita engga bisa ketemu lagi dong Mas?” tanyaku “bisa, kan nanti ada proyek lagi di Jakarta tiga bulan” jawabnya “oh iya ya” balasku “lagipula Jakarta-Jogja itu deket kok” katanya sambil memelukku. Berat rasanya aku meninggalkan rekan kerjaku itu dan kembali ke Jakarta.
Satu minggu berlalu, aku sudah berada di dalam kereta untuk kembali ke Jakarta. Aku merasa sangat galau padahal seharusnya aku senang karena sebentar lagi akan bertemu dengan suamiku. Sesampainya di stasiun, suamiku sudah menunggu dan ia membawakan koperku. Aku menciumnya dan kami berjalan menuju mobil untuk kembali ke rumah.
ADVERTISEMENT
Aku diberikan waktu beberapa hari libur sebelum akhirnya kembali mengurusi proyek tersebut. Saat kembali terkadang aku masih suka teringat rekan kerjaku kemarin, aku pun tidak putus kontak begitu saja dengannya. Kami masih sering bertukar kabar dan cerita melalui BBM. Aku sangat rindu sekali dengannya.
Sampai suatu hari “itu teman kamu yang di Jogja waktu itu?” tanya suamiku “iya Mas” jawabku sambil membalas pesan rekan kerjaku. Hari-hariku dihabiskan untuk berkirim pesan dengan rekan kerjaku, ke mana pun aku pergi ponselku selalu aku bawa.
Tiga bulan kemudian, aku dinyatakan hamil oleh dokter kandunganku. Seiring berjalannya waktu, aku mengalami perubahan hormon yang begitu cepat. Terkadang aku bisa berubah menjadi marah, manja, senang, bahkan sedih dalam waktu yang cukup singkat.
ADVERTISEMENT
Saat itu aku sangat ingin sekali bertemu dengan rekan kerjaku, aku menghampiri suamiku dan mulai membuat pengakuan
“Mas, aku mau ngomong sebentar” ucapku
“Ada apa?” Tanyanya
“Aku suka sama rekan kerjakujawabku
Ohh, yang di Jogja itu?” tanyanya
“Iya, kok Mas tau?” Tanyaku kembali.
Sesaat dia melihatku dan tertawa “gimana enggak tau, kamu kaya ABG baru jatuh cinta gitu kok ke mana-mana HP dibawa seperti takut dicuri orang” jawabnya.
“Tapi aku suka sama dia, mas engga marah?” Tanyaku
“Engga, itu namanya bumbu di rumah tangga” jawabnya.
Dia membenarkan posisi duduknya yang sebelumnya setengah tertidur menjadi duduk sila “aku tuh sebenernya sudah takut kamu pergi ke sana selama itu, apalagi rekan kerjamu laki-laki. Kamu tuh ganjen, cepet banget nyaman sama orang, dan aku tau ini pasti akan kejadian sama kamu” jelasnya “selama kamu engga ngapa-ngapain ya aku engga masalah, kamu suka doang kan sama dia? Engga mau nikahkan?” Tanyanya. Aku menggeleng, “yaudah” jawabnya.
ADVERTISEMENT
“Dia akan ke sini atau engga?” Tanyanya “iya nanti untuk tiga bulan” jawabku “nanti aku mau ketemu sama dia” balas suamiku “aku juga mau ketemu sama suaminya, di Jogja aku sempet ketemu sama dia” sahutku “kamu mau ngapain ketemu istrinya?” Tanyanya “mau minta maaf, aku ngerasa jahat banget sama dia” jawabku.
Suamiku hanya terdiam dan kembali pada aktivitasnya, tiba-tiba “tapi sekarang aku lagi kangen sama dia mas” ucapku, dia langsung menggelengkan kepala “kamu ini engga mikir perasaanku ya? Baru buat pengakuan ini malah mau ketemu sama dia” balasnya “ini bawaan bayi mas” jawabkuwalaaahhh, ya kamu engga mungkin naik kereta pulang-pergi cuma buat ketemu dia kan?” Tanyanya, “yaudah deh telepon aja aku mau denger suaranya sebentaaaarrr aja” jawabku.
ADVERTISEMENT
“Terus kamu mau telepon dia depan aku gitu?” Tanyanya “hahaha iya” jawabku “bener-bener kamu tuh, yaudah sana tapi setelah telepon hubungan kamu dengan dia selesai ya” pintanya “iya selesai, aku cuma mau denger suaranya sebentar” jawabku.
Aku mengambil ponselku kemudian meneleponnya, dari seberang terdengar suara wanita.
“Halo mba, mas-nya ada engga?” tanyaku “Ada apa ya? Ada kerjaan mendadak? Ini sudah hampir tengah malam loh” jawabnya “engga ada, aku cuma kangen sama si Mas” balasku “kamu kangen sama suamiku?” Tanyanya, “iya emangnya kenapa?” Jawabku. Entah mengapa malam itu aku terlalu menggebu-gebu untuk mendengar suaranya sampai-sampai kehilangan kendali terhadap intonasi suaraku.
“Aku nanya baik-baik kok kamunya galak banget” sahutnya “selama ini yang balas pesan kamu itu aku kok, si mas juga tahu” tambahnya “loh, mba tahu tapi kok engga marah?” Tanyaku “itu namanya bumbu dalam rumah tangga, selama kalian engga ada main ya tidak apa-apa” jawabnya. Kemudian ia memanggil suaminya “Mas, ini selingkuhanmu telepon” katanya, aku cukup terkejut ketika istrinya mengucapkan kalimat itu.
ADVERTISEMENT
Tak lama, suaranya terdengar dari seberang “halo” ucapnya “mas, aku kangen” jawabku “loh terus gimana?” Tanyanya “ya engga gimana-gimana, aku cuma mau denger suara kamu” balasku “hahaha yaudah ini sudah dengar” sahutnya “kita sudahi hubungan kita ya, yang kemarin itu salah jangan terlalu diambil hati” tambahnya “jadi selesai gitu aja?” tanyaku “haha iyalah, masa mau dilanjut? Kalau dilanjut nanti kamu nikah sama aku, lah aku diceraikan sama istriku” jawabnya.
“Kamu lagi hamil, pasti sedang bahagia. Kita jalani kehidupan rumah tangga kita masing-masing ya” tambahnya. Tak lama aku menyudahi komunikasiku dengan rekan kerjaku, malam itu hubungan kami berakhir dengan baik. Pasangan kami sama-sama tahu tentang hubungan itu dan bersyukur mereka tidak marah dan malah memaklumi.
ADVERTISEMENT
Ketika anak di dalam kandunganku lahir, mereka datang menjengukku ke rumah sakit tempat aku bersalin. Aku meminta maaf pada istrinya dan ia terlihat sangat tenang dan memaafkanku, rekan kerjaku juga bertemu dengan suamiku dan meminta maaf atas perbuatan kami. “Engga apa-apa, gue tau kalo istri gue tuh ganjen. Dia bakal cepet nyaman sama orang lain, ini udah gue prediksi dari sebelum dia berangkat dan sejak tau kalo rekan kerjanya laki-laki” ucapnya.
Sejak itu, aku menolak semua permintaan perusahaan jika mereka meminta aku untuk pergi ke kota lain dan dipasangkan oleh rekan kerja laki-laki. Selain karena aku sudah memiliki anak, aku tidak ingin kejadian seperti itu terulang kembali.
ADVERTISEMENT