Konten dari Pengguna

Suami Tidak Bisa Melupakan Mantan Istri, Aku Dijadikan Pelarian

Cinta dan Rahasia
Mulailah membaca dengan Bismillah, akhiri dengan Istighfar. Kisah didramatisir dari kisah nyata.
1 Maret 2021 15:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok. Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Dok. Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
Sebenarnya sudah lama aku mencurigai Petra kalau dia diam-diam masih mencintai mantan istrinya. Aku tahu sejak bulan kelima kami berkencan tapi Petra selalu berusaha meyakinkanku kalau dirinya tak seperti apa yang kubayangkan. Tiap kali aku mulai mencurigainya, ia akan berubah tiga ratus enam puluh derajat menjadi orang lain. Ia bahkan akan memperlakukanku seperti seorang ratu dan ada di sana hampir dua puluh empat jam untukku.
ADVERTISEMENT
Bodohnya, aku mempercayai itu semua. Aku menerima lamaran Petra tepat di satu tahun hubungan kami dan tak lama setelah itu semua kesibukan perencanaan pernikahan pun tiba. Aku dan beberapa sahabat sibuk mencari semua kebutuhan pernikahan hingga lupa kalau selama itu Petra menghilang dari hidupku. Ia baru menemuiku ketika satu minggu sebelum hari besar itu tiba.
Tak banyak yang Petra ucapkan hari itu selain ia hanya menggenggam kedua tanganku dan menatap wajahku cukup lama. Aku menganggap kalau itu bentuk dari kegugupannya sebelum berdiri di depan banyak saksi karena sebenarnya aku pun juga merasakan hal yang sama. Tak ada yang aneh saat acara besar itu berlangsung, semua senang seperti seharusnya.
Pernikahan hari itu harusnya menjadi hal paling bahagia untukku sampai akhirnya aku dan Petra harus tinggal satu atap. Kami menempati rumah lama Petra di daerah yang cukup jauh dari rumahku. Ketika masuk ke dalam sana, raut wajah Petra berubah muram. Ia hanya melihat sekeliling dan meratapi penuh kesedihan di setiap tempat tertentu.
ADVERTISEMENT
Aku terheran-heran melihat perubahan suasana hati Petra yang begitu ekstrem pun akhirnya mencoba memberanikan diri untuk bertanya. "Apa kamu tidak senang kalau kita tinggal di rumah ini?" Tanyaku, dengan cepat Petra menggelengkan kepalanya. "Tidak aku justru senang kembali ke sini, ini selalu menjadi rumahku" sahutnya. Aku pun mengernyitkan dahi mendengar jawabannya, "apa maksudnya?" Tanyaku dalam hati.
Namun lagi-lagi aku tak menyadari maksud dia yang sebenarnya dan Petra justru memperlakukanku tak seperti biasanya. Satu minggu menikah, aku mulai menemukan foto-foto mantan istrinya yang ia sembunyikan di dalam laci atau kolong tempat tidur. Aku mengumpulkan semuanya dan memanggil dia ke dalam kamar "apa ini? Bukannya kita sudah sepakat untuk kamu membuang semua kenangan bersama dia?" Tanyaku dengan nada yang mulai meninggi.
ADVERTISEMENT
Cemburu? Jelas saja! Wanita itu sudah meninggal hampir lima tahun dan selama berkencan dengannya aku sudah mendengar puluhan cerita tentang hubungan mereka. Aku membiarkan dia mengeluarkan semua emosi dan kenangan mereka agar aku bisa masuk ke hatinya tapi ternyata semua itu sia-sia. "Aku tak bisa membuangnya, terlalu berharga untuk kulupakan begitu saja. Setiap sudut di rumah ini mengingatkan aku padanya" jawab Petra.
"Lalu untuk apa kamu mengajakku tinggal di sini? Untuk melihat kamu mengenangnya? Kita sudah sepakat untuk memulai hubungan baru, tanpa dia Petra! Dia sudah meninggal cukup lama dan kamu sudah memiliki hidup baru" tegasku. Wajah Petra berubah menjadi muram, sorot matanya kosong dan hanya menatap ke satu arah, entah apa yang sedang ia pikirkan. Aku meninggalkan Petra dengan semua foto kebersamaan bersama mantan istrinya.
ADVERTISEMENT
Petra bahkan tak bergeming ketika aku melewatinya dan menutup pintu kamar kami. Aku segera mengambil jaket dan kunci mobil lalu pergi ke rumah salah satu temanku. Petra juga tidak melihat atau mengejarku saat pergi dari rumah, hatiku mulai gelisah, pikiranku kacau. Sesampainya di tujuan aku terlihat kehilangan kendali dan tenggelan dalam pikiranku. Aku bahkan tak menyadari kalau aku sudah duduk bersama temanku dengan secangkir teh hangat di tangan.
"Maaf" ucapku, "tidak apa-apa kamu bisa begini selama kamu mau" jawab Luna, sahabatku. Aku mulai kembali menyusuri setiap kejanggalan yang kurasakan bahkan ketika kami belum menikah. "Dia masih menyimpan semua kenangan itu" ucapku pada akhirnya, Luna terlihat membenarkan posisi duduknya dan mendengarkan ceritaku. "Selama satu minggu ini, ia belum menyentuhku. Ia hanya diam dan melihat berbagai sisi dengan tatapan sendu. Aku harus menyuapinya makan, menyediakan baju ganti, bahkan menungguinya mandi" tambahku dengan air mata yang mulai membanjiri pipiku.
ADVERTISEMENT
"Saat aku mulai kesal, ia akan berubah Luna. Ia menjadi sangat baik dan romantis, persis saat pertama kali kami saling mengenal. Tapi hari ini aku menemukan semua foto wanita itu masih ia simpan. Ia bahkan menyembunyikan semuanya dariku" ucapku. Luna hanya menatapku dengan iba "pernikahanmu baru satu minggu, mungkin ini bagian dari penyesuaian. Dia akan terbiasa dengan kehadiranmu setiap harinya" sahut Luna.
Malam itu aku menginap di sana dengan hati yang masih berharap Petra akan segera datang dan membawaku pulang. Namun hingga pagi, ia tak juga muncul bahkan tak ada satu pesan atau panggilan tak terjawab darinya. Luna menghampiriku ke kamar tamu sambil menggendong anaknya "kamu sudah bangun? Ayo sarapan sudah siap" ajaknya. Berat rasanya untukku turun dari tempat tidur dan memulai hari tapi perut keronconganku tak bisa lagi diajak kompromi, aku melewatkan makan malam kemarin.
ADVERTISEMENT
Usai sarapan aku pergi mandi, sedangkan Luna sibuk dengan rutinitas paginya. Aku mesti menunggu satu jam di ruang makan sampai Luna selesai dengan semua pekerjaannya. "Apa kamu akan pulang hari ini atau mau menginap lagi?" Tanyanya sambil membawakan aku secangkir teh hangat. "Belum tahu, sampai saat ini dia masih tak mencariku" sahutku, "mungkin dia mencarimu tapi tidak ketemu akhirnya dia jatuh tertidur" jawab Luna mencari pembelaan logis.
Aku menggeleng lemah, tangan Luna sudah berada di salah satu tanganku, mengelus lembut untuk menyimbolkan dirinya bersimpati. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke rumah Petra dengan hati kecewa. Sepanjang jalan pulang aku hanya bisa menangis dan menyesali ketidakpekaanku selama ini pada sikapnya. Ketika sampai di depan rumah, aku sengaja tidak turun dan masuk ke dalam. Aku hanya mengamati Petra dari luar yang ternyata ia sedang duduk di kursi luar sambil memandangi foto mantan istrinya.
ADVERTISEMENT
"Dia benar-benar tidak mencintaiku!" Pikirku, kemudian aku membuka pintu dan turun dari mobil. Kupercepat langkah kakiku dengan perasaan yang tak karu-karuan. Aku marah tapi masih mencintai Petra di saat yang bersamaan. Petra melihat aku memasuki halaman rumah, ia berdiri sambil menatapku cemas. "Kamu dari mana saja? Aku khawatir" ucapnya, "oh ya? Lalu kenapa kamu tidak menghubungiku? Kenapa kamu tidak mencariku?" cecarku dengan banyak pertanyaan.
Belum sempat Petra menjawab, aku menghambur masuk ke dalam kamar kami. Ruangan itu sangat berantakan tapi aku tak peduli, kukemasi semua barangku dengan cepat tanpa mempedulikan Petra yang sudah berada di ambang pintu. "Kamu mau kemana?" Tanyanya, "ke mana pun asal tidak bersama pria yang masih mencintai mantan istrinya" jawabku kesal. Perlahan aku mendengar langkah kaki Petra yang semakin mendekat, entah mengapa refleks tubuhku tidak ingin berada di dekatnya.
ADVERTISEMENT
Lantas aku memutar tubuhku ke hadapannya dan menjauh "ada apa?" Tanyanya, "aku sudah tidak bisa" jawabku "kamu terlalu memaksakan diri untuk terlihat mencintai aku, padahal sebenarnya kamu masih belum bisa lepas darinya. Aku baru sadar ketika melihat semua foto yang kamu sembunyikan, melihat tidak ada pesan atau telepon dari kamu saat aku menjauh. Aku baru sadar kalau selama ini kamu memaksakan diri dan aku tidak bisa terima kenyataan itu" tukasku.
Petra terdiam, langkahnya terhenti sejak aku mulai berbicara dan aku kembali berbalik untuk memasukkan semua barang ke dalam koper kemudian menarik resleting itu. Aku mengambil koperku dan berjalan melewati Petra yang sibuk dengan pikiran atau mungkin hatinya. Langkah kaki kupercepat untuk sampai ke mobilku, kubuka pintu kedua dari depan dan memasukkan koperku ke sana. Tak ada langkah kaki Petra yang berusaha mengejarku bahkan hingga aku pergi dari pelataran rumah.
ADVERTISEMENT
Di dalam mobil aku terus menangis, mencoba membunuh perasaanku, menghapus semua bayang-bayang Petra dari benakku. "Bukan kau yang dia inginkan Julie, kau hanya menjadi badut untuk mendengarkan semua sedihnya" ucapku dalam hati. Sejak saat itu aku tak lagi bertemu dengan Petra, ia bahkan tak datang di pengadilan ketika aku memutuskan untuk berpisah. Aku memblokir semua akses Petra untuk tahu tentang keadaanku dan kini tepat lima tahun kami tidak bertemu tetapi pikiran tentangnya masih belum beranjak dari benakku.