Konten dari Pengguna

Terlalu Tampan, Pacarku Direbut Tante

Cinta dan Rahasia
Mulailah membaca dengan Bismillah, akhiri dengan Istighfar. Kisah didramatisir dari kisah nyata.
18 Agustus 2021 17:19 WIB
·
waktu baca 13 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok. Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Dok. Pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
Ricky adalah kakak tingkatku semasa SMA. Tinggi, putih, berambut cokelat yang senada dengan warna matanya. Dia adalah pria kalem, tipikal kakak kelas yang dingin dan kelihatannya cukup pintar. Tak banyak perempuan yang berani mendekatinya meskipun aku tahu dia memiliki penggemar paling banyak di antara yang lain. Dulu aku sering memerhatikannya dari lantai dua saat kami sedang istirahat sekolah, tapi ketika dia sudah lulus sebenarnya aku sering merasa kehilangan.
ADVERTISEMENT
Tidak ada lagi penyemangatku untuk ke sekolah. Entah kapan atau di mana aku akan bertemu dengan dia lagi. Perlahan aku mulai melupakan tentang pria yang sudah kuidam-idamkan sejak masuk ke SMA, dia adalah penyelamat saat aku masih di masa orientasi. Pria berkulit putih yang tidak banyak bicara, sesekali tertawa karena guyonan teman-temannya, tidak galak apalagi sok tebar pesona. Dia menjadi apa adanya. Aku suka karena kelihatannya dia tidak maniak wanita.
Semakin padat jadwalku semakin aku lupa dengan ketidakhadirannya. Aku mulai sibuk dengan beragam penambahan materi, les, bahkan ujian yang bertubi-tubi sampai akhirnya Ujian Nasional dengan puluhan paket dalam satu kelas pun tiba. Usahaku berbulan-bulan akan ditentukan dengan ujian hari itu, lulus atau tidak? Aku tidak tahu. Tapi yang pasti ujian akan baru berakhir setelah aku tahu di mana akan melanjutkan ke jenjang universitas.
ADVERTISEMENT
Riuh suasana sekolah akan kurindukan sejak lulus dari SMA-ku. Tingkah konyol teman-teman, galaknya guru-guru, dan Ricky yang hanya menjadi kenangan indah terpendam saat menempuh pendidikan menengah atas itu. Aku sudah berada di universitas yang sama sekali tidak kuharapkan tetapi untung saja jurusannya sesuai dengan keahlianku, Sastra Indonesia. Aku suka sekali menulis, mengarang cerita, dan mengeksplorasi imajinasiku.
Tiga tahun berlalu, selama itu pula aku sudah berada di universitas yang tentu saja dengan lingkungan dan tekanan yang lebih berat dari SMA. Namun baru di tahun itu aku tahu kalau Ricky berada di universitas yang sama denganku, rasa bahagia begitu tak tertahankan di dalam hati. Sayang, fakultas kami yang berbeda dan terletak cukup jauh masih harus membatasi pemandanganku tentang dia yang selalu kurindukan. Lagi-lagi aku harus mengurungkan niat untuk melakukan rutinitasku seperti dulu, memandangi semua aktivitasnya.
ADVERTISEMENT
Sampai suatu hari, “Lo anak SMA Pelita ya?” sapa seseorang saat aku berada di salah satu halte fakultas. Kampusku sangat luas dengan tata letak fakultas yang bisa terbilang cukup jauh sehingga pihak manajem pun menyediakan kendaraan berupa bus kecil untuk mobilitas para mahasiswa. Lingkungan yang luas dan banyak pepohonan sebenarnya sangat membuatku nyaman berada di sekitar kampus, untuk sekadar merenung atau bahkan membuat tulisan yang biasanya aku publikasi di media sosial.
Aku menoleh ke arah sumber suara dan menemukan seorang pria berbaju putih oblong yang dilapis dengan kemeja kotak-kotak bergradasi warna biru lalu dipadukan celana jeans. Ia menggemblok tas kain berwarna cokelat dan mulai berjalan ke arahku, “ahh iyaaa gue lulusan situ” sahutku sambil berusaha mengingat kembali siapa pria itu. “Hahaha lo ga tau gue ya? Gue Firman temennya Ricky, pasti lo kenal” balasnya, seketika jantungku berdebar sangat kencang “Ricky?” Tanyaku pura-pura tidak mengingatnya, “iya Ricky, cowo yang waktu masa orientasi kamu kirimkan surat cinta hahaha” balasnya yang membuatku malu setengah mati.
ADVERTISEMENT
Aku lupa kalau pernah menuliskan surat cinta untuknya saat kami dalam masa orientasi. “Ahh masa?” Tanyaku pura-pura lupa, “haha iyaaa, surat cinta yang masuk akan dibacakan di depan kelas dan di depan panitia orientasi yang lain. Yaaahh salah satunya lo” jawabnya, “dari sekian banyak siswa kenapa punya gue yang lo inget?” Tanyaku, “ya karena cuma lo yang kreatif dengan membubuhkan puisi dan kata-kata berbunga sehingga setengah mati kami memikirkan apa maksud tulisan itu” sahutnya. “Hahaha jadi tidak ada yang tahu maksud dari surat itu?” Tanyaku, “yang tahu hanya Ricky, suratmu sukses membuat wajahnya memerah dibandingkan saat dia menerima surat cinta dari siswa lain” jawabnya.
Saat itu kami yang sedang menyeberang untuk menuju halte lain hanya bisa mengatupkan mulut rapat-rapat. Ricky? Tersanjung dengan surat yang kubuat saat itu? Pikirku, “heh lo kenapa?” Tanya Firman sambil wajahnya merunduk untuk menatapku, “engga” sahutku, “hahaha ga nyangka ya kalo tulisan lo bisa buat dia degdegan dibandingkan cewe lain?” Tanyanya lagi, “ya wajar sih, emang dia terlalu dingin sama cewe jadi kalau sampai dia seperti itu kemungkinan besar lo sudah berhasil mencuri perhatiannya” tambah Firman.
ADVERTISEMENT
“Btw dia masuk kampus sini kan, lo tau?” Tanyanya, “hmm engga tuh, emang iya? Fakultas apa?” Jawabku pura-pura tidak tahu, “hahaha dilihat dari wajahmu kayanya lo ga mungkin ga tahu” sahut Firman sambil terkekeh, “gue emang ga tau” balasku datar berusaha menutupi kecanggunganku. Aku tidak ingin Firman tahu kalau aku masih menyukai Ricky bahkan setelah lulus bertahun-tahun, “okee..oke meskipun gue ragu kalo lo ga tau ya, dia jurusan sosiologi” balasnya. Mulutku hanya membentuk huruf O tanpa mengeluarkan suara, “eh bro!” sapanya yang kemudian menyenggol lenganku dengan sikunya.
Aku yang terkejut hanya menoleh ke arahnya dan mengikuti ke mana dia pergi. Di halte yang akan kami datangi sudah ada Ricky, dia berdiri mengenakan kaos lengan pendek berwarna hitam yang kontras dengan warna rambutnya. Dia terlihat sedang memainkan ponsel sampai Firman berteriak menyapanya, barulah wajahnya terangkat dan memperlihatkan sisi maskulinnya yang selama ini aku rindukan. Jantungku mulai berdegup kencang, perlahan keringat mulai membasahi tengkuk belakang dan dahiku. Perutku mulas secara tiba-tiba. Aku canggung dan tak tahu harus pergi ke mana, tetap ke halte itu atau berjalan memutar?
ADVERTISEMENT
Saat merasa bingung, Firman justru memanggilku “eh looo, jangan bengong aja, sini!” sapanya. Ricky yang berada di sebelahnya terlihat bingung dan menyikut lengan temannya itu, mungkin dia bertanya siapa aku dan darimana ia bisa mengenalku tapi entahlah. Aku hanya berjalan menghampiri mereka dan berusaha untuk tidak merasakan apa pun, “ini Ricky masih ingatkan wajahnya?” Tanya Firman saat aku sampai di dekat mereka. “Ahhh iya” jawabku, Ricky mengulurkan tangan kanannya dan aku menyambut lengan itu dengan sigap masih berusaha menyembunyikan degup jantungku yang sangat kencang.
“Ricky” ucapnya, “Alena” sahutku. “Aaaah iya gue baru inget nama lo Alena” sergah Firman, “laah lo daritadi ga tahu namanya?” Tanya Ricky bingung, “engga hahaha gue cuma inget wajahnya saat dikuncir sembilan dan pakai name tag hahaha” jawabnya. Mendengar ucapan Firman, Ricky hanya mengerutkan dahi “maksudnya dia alumnus Pelita juga?” Tanyanya, “hahaha yaiyalaaah, surat dia yang bikin muka lo merah waktu itu!” jawab Firman sambil tertawa terbahak-bahak. Ucapannya sukses membuat suasana menjadi canggung di antara aku dan Ricky, kutebak dia sudah melupakan hal itu dan seketika semuanya jadi teringat kembali berkat Firman.
ADVERTISEMENT
“Ahh sorry, dia emang mulutnya sampah jangan didengarkan” sahut Ricky, “hmm okee” jawabku. Sore itu aku, Ricky, dan Firman pergi ke kantin terbesar yang ada di fakultas ekonomi karena letaknya berada di dekat danau. Di sana kami berbincang banyak hal meskipun berulang kali aku harus menelan ludah untuk menyembunyikan debaran jantungku dan sejak saat itu pertemananku dengan mereka terus berlanjut hingga suatu hari Ricky mengajakku keluar berdua. Saat makan di sebuah restoran ramen, karena kami sangat menyukai masakan Jepang, Ricky bercerita banyak hal padaku mulai dari masa kecilnya hingga waktu di mana ia membaca surat cintaku.
“Gue cukup beruntung dapat surat itu dari lo” ucapnya, “kenapa?” jawabku sambil memasukkan gulungan mie di sumpit ke dalam mulut, “karena tulisan lo hanya dimengerti oleh gue” sahutnya. Aku mengernyitkan dahi, “terus kenapa kalau cuma lo yang paham?” jawabku, “ya ga tau ngerasa spesial aja” sahutnya sambil merunduk ke makanannya. Rasanya saat itu aku ingin menjerit sekuat tenaga, “hahaha spesial? Udah kaya martabak aja haha” balasku, “memang kamu tidak benar-benar serius menuliskan surat itu?” tanyanya, “serius” sahutku datar, hatiku mulai gelisah dan rasanya aku akan segera terserang penyakit jantung saat itu juga.
ADVERTISEMENT
“Aku juga menganggap itu serius, cuma surat kamu yang terasa sampai ke hati dan bukan hanya bualan apalagi untuk memenuhi tugas” jawabnya. “Selama SMA” ucapku yang tiba-tiba terhenti karena ragu, “selama SMA aku selalu memerhatikanmu dari lantai dua dan butuh waktu lama untuk benar-benar terbiasa saat kamu sudah lulus” lanjutku. “Aku tahu” balasnya, jawaban Ricky sangat tidak terduga buatku karena kupikir selama ini aku sudah sukses menjadi pengagum rahasianya.
“Firman yang selalu memberitahuku kalau kamu selalu melihat ke arahku di mana pun aku ada dan dia yang pertama kali memberitahu kalau kamu juga kuliah di sini” jelasnya. Aku tidak menyangka kalau selama ini ada seseorang yang melihat ke arahku saat aku menguntit Ricky, “jadi?” Tanyanya, “apa?” jawabku balas bertanya, “apa kamu memang sesuka itu sama aku?” sahutnya. Pipiku rasanya sangat panas dan mulai memerah saat ucapan Ricky seolah menikam langsung ke hatiku, “kurasa” jawabku, “hahaha baru kali ini aku dibuat menunggu dengan anak kecil” balasnya, aku mulai memajukan bibirku kesal, “susah ya buat jujur dengan perasaan sendiri? Sampai-sampai aku harus merencanakan semuanya untuk bisa dekat denganmu” timpal Ricky.
ADVERTISEMENT
Momen itu Ricky menjelaskan kalau dia menyuruh Firman untuk mendekatiku lebih dulu, membuat aku nyaman dengan mereka hingga aku bisa menunjukkan perasaanku tanpa sadar tapi sayangnya aku tidak begitu. Kutahan hatiku kuat-kuat agar terlihat biasa saja di depan mereka, aku tekan rasa gembira itu karena takut Ricky akan pergi saat tahu perasaanku yang sebenarnya. Tetapi setelah semuanya jelas, kami mulai menjalin hubungan dengan serius dan itu membuatku benar-benar merasa sangat bahagia.
Hanya bertahan lima tahun kebahagiaan dan lika-liku percintaan itu kurasakan bersama Ricky hingga saat dia ingin meminangku, aku mulai mengenalkannya pada keluarga besar. Satu per satu keluargaku mulai mengenal dan merestui hubungan kami dan perlahan semua persiapan pernikahan pun sudah kami selesaikan dengan baik. Jantungku terus berdegup kencang saat membayangkan akan menikah dengan lelaki yang sudah kupuja dari SMA, tak pernah terbayang olehku kalau kami memiliki perasaan yang sama.
ADVERTISEMENT
Hingga saat satu bulan sebelum hari besar kami tiba, Firman datang padaku dan memberi kabar yang rasanya membuat duniaku runtuh saat itu juga. “Len, sorry kalau selama ini gue sembunyiin berita ini dari lo karena Ricky juga masih bimbang dan belum punya keputusan” ucap Firman membuka pembicaraan, “kenapa?” Tanyaku penasaran. Terlihat sekali Firman canggung menghadapi situasi seperti itu, “Len sebenernya ada satu hal yang harus lo tau, lo tau Tante Riska?” Tanyanya, “Tante Riska? Kakaknya ibu gue?” jawabku yang balik bertanya, “gue ga tau pastinya dia siapa lo tapi yang jelas dia adalah keluarga lo” sahut Firman. “Di gue ada sih yang namanya Tante Riska, lo ada fotonya?” Tanyaku, seketika Firman mengeluarkan ponsel dari sakunya dan memperlihatkan sebuah foto.
ADVERTISEMENT
Foto yang membuatku benar-benar merasa sakit hati. Aku melihat Ricky dengan tanteku sedang foto bersama dan saling merangkul mesra. “Ini apa?” Tanyaku dengan terbata-bata, air mata mulai keluar tanpa bisa kutahan lagi, “ini yang seharusnya gue kasih tau lo Len tapi Ricky larang karena dia belum membuat keputusan” jawabnya. “Setelah semuanya? Setelah lima tahun dan tinggal satu bulan lagi kita akan memulai hidup baru?” ucapku yang kini mulai menangis seutuhnya. Firman tak lagi bisa berkata-kata dan hanya membiarkan aku menangis di depan teras rumahku, “dia di mana sekarang?” Tanyaku setelah lima belas menit menangis dalam diam, “dia sudah tidak di Jakarta Len” jawabnya.
“Oh jadi selain pengkhianat dia juga pengecut” gumamku, tetapi Firman tidak menanggapi. Ayah yang baru saja pulang dari kantor tiba-tiba datang dan membuat kami terkejut “kamu kenapa Len? Firman?” Tanya ayah dengan dahi berkerut dan nada panik. “Pernikahanku batal Ayah” ucapku sambil membuang muka, “ada apa?” Tanyanya, “Tante Riska..Tante Riska merebut pacarku” jawabku yang lagi-lagi menangis. Sakit rasanya kalau masih mengucap kalimat itu, melontarkan kenyataan yang sebenarnya ingin aku sembunyikan.
ADVERTISEMENT
Tanpa banyak bicara ayah merebut ponsel Firman yang ada di tanganku dan melihat foto Ricky bermesraan dengan Tante Riska. Ayah memanggil ibu dan menghubungi semua keluarga untuk hadir di rumah, Firman tidak pernah beranjak dari sisiku, dia tetap mengikuti ke mana pun aku pergi. “Gue takut lo kehilangan akal sehat Len, sorry kalau terus ikutin lo dengan cara kaya gini” ucapnya saat melihatku merasa rishi dengan kehadirannya. Ketika semua keluarga berkumpul, ayah marah besar dan baru kali ini aku melihatnya berteriak sambil menangis tersedu-sedu.
Tante Riska tidak hadir, tentu saja dia sedang bersenang-senang bersama Ricky saat itu. Semua keluarga terdiam dan berulang kali menghubungi ponsel Tante Riska tapi tidak ada jawaban, dia sangat tahu apa yang sedang terjadi dan memilih menghindar dari keluarga. Ketika semuanya hening dan sibuk memikirkan tentang pernikahanku yang harus batal di saat semua undangan sudah tersebar akhirnya Firman buka suara. “Selama ini saya mencintai anak Bapak, saya tahu dia mencintai Ricky. Sahabat saya tapi saya juga tidak membenarkan perlakuannya pada Lena. Berulang kali saya ingin mengatakannya tapi Ricky menjegal langkah saya. Saya tidak mau harga diri Lena hilang di mata banyak orang, kalau Bapak dan Lena berkenan biarkan saya yang menikahi Lena. Saya rela tidak akan menyentuhnya sampai dia benar-benar mencintai saya atau bertemu dengan pria yang mencintainya dengan tulus. Selama itu, biarkan saya yang menjaga Lena” ucap Firman sambil menatap tegas ke arah ayahku.
ADVERTISEMENT
Semua terdiam, termasuk aku. Aku tidak menyangka kalimat itu keluar dari mulut Firman yang selama ini menemani aku dan Ricky ke manapun. Ayah dan keluarga mengembalikan semua keputusan itu padaku. Kutatap Firman dalam-dalam dan berusaha mengulang semua perlakuannya padaku, meski aku berpacaran dengan Ricky tapi dia selalu ada. “Jadi ini alasan lo engga mau pacaran dengan siapa pun?” Tanyaku dengan nada datar, perasaanku masih bercampur aduk. Sedih, marah, bingung, terkejut. Semua jadi satu. Firman hanya menjawab pertanyaanku dengan diam. “Ada waktu satu bulan untuk kalian saling mengenal lebih jauh satu sama lain dan kalau kamu tidak cocok dengan Firman, baru kita batalkan pernikahan ini” ucap ayah.
Semua keluarga setuju. Sejak saat itu Firman datang untuk menyembuhkan luka dan mengembalikan kepercayaan diriku lagi. “Jangan pikirkan ucapan gue, apa pun keputusan lo intinya cuma satu Len, gue ga pengen lo kenapa-napa” ucapnya tapi aku tidak membalas kalimatnya dengan apa pun. Tidak dengan senyuman ataupun kata-kata sampai hari itu tiba semua keluarga kembali berkumpul, tidak ada kabar apa pun dari Tante Riska atau Ricky. Sepertinya dia juga sudah diasingkan oleh keluargaku, “ini sudah satu bulan Len, bagaimana?” Tanya ayah dihadapan semua orang termasuk Firman, “kamu ingin pernikahan ini berlanjut dengan Firman atau dibatalkan? Semua pilihan terserah sama kamu” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Semua orang terdiam dan melihat ke arahku dengan iba. Meski aku hanya datar saat Firman mendekat tapi aku benar-benar bisa membaca semua gerakan tubuhnya, satu jam mereka menunggu dan aku hanya diam tanpa ada keputusan. “Yasudah sepertinya pernikahan ini memang harus dibatalkan” ucap ayah, “Firman maafkan Lena ya, mungkin dia tidak bisa memenuhi permintaan kamu untuk saat ini” tambahnya. “Aku mau” selakku saat ayah berbicara dengan Firman, semua mata kembali tertuju padaku, “aku mau menikah dengan Firman, dia sudah melihat saat bahagia maupun terpurukku tapi dia tidak pernah menyingkir dariku. Selama satu bulan rasanya aku hampir gila tapi Firman selalu berusaha mengingatkan aku tentang semua keceriaan atau hal konyol yang pernah kami lakukan tapi mungkin perasaan itu belum tumbuh sebesar perasaanku pada Ricky” ucapku.
ADVERTISEMENT
“Tidak masalah, kamu akan selalu memiliki cintaku lebih besar dari Ricky. Perasaanku yang akan selalu lebih besar sekalipun nanti kamu sudah mencintaiku” jawabnya. Firman memegang tanganku dengan sangat erat, beberapa keluarga ada yang menangis karena tidak menyangka kisah cintaku akan tragis seperti itu. Pernikahan kami berlangsung sesuai rencana sebelumnya meskipun saat pernikahan keluarga Ricky tiba-tiba datang dan terkejut melihatku menikahi Firman. Keluargaku dan keluarga Ricky terkejut karena Ricky tidak memberitahu keluargnya tetapi saat itu aku tidak lagi menangis. Aku merasa kisah percintaanku dengan Ricky sudah berakhir dan aku sudah dimiliki oleh orang lain yang lebih kupercaya.