Konten dari Pengguna

Kekerasan Psikologis: Tidak Tampak tapi Berbahaya untuk Hubunganmu

Cinta Setara
Promote Healthy, Happy Relationship for Indonesia's Young Adult through online education, offline event, P3K Support via email, and research.
17 Oktober 2019 11:51 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cinta Setara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Perihal cinta memang selalu menarik untuk dibahas, termasuk kekerasan dalam relasi romantis. Hubungan romantis tentu tidak luput dari yang namanya konflik. Konflik dalam hubungan memang merupakan hal yang wajar. Namun, rendahnya kemampuan dalam meregulasi emosi menjadikan konflik tidak terselesaikan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, pelampiasan emosi yang tidak tepat menyebabkan pacaran hanya menjadi ajang untuk menyakiti pasangan dengan melakukan perilaku kekerasan. Sayangnya, tidak semua orang sadar bahwa dirinya berada dalam hubungan berkekerasan. Merasa bahwa hubungannya baik-baik saja dan sudah biasa berada dalam rutinitas hubungan juga menjadi penyebab terjebaknya pasangan dalam lingkaran tersebut.
Laki-laki maupun perempuan dapat menjadi korban atau pelaku kekerasan dalam pacaran. Akan tetapi, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak menjadi korban dalam hubungan romantis. Oleh sebab itu, penting bagi perempuan untuk lebih peka terhadap situasi dalam hubungannya.
Kebanyakan dari kita menganggap hubungan yang dijalani termasuk kekerasan ketika pasangan telah melukai secara fisik seperti menampar, memukul, dan sebagainya. Padahal, faktanya tidak seperti itu. Sebesar 80% dari kasus kekerasan dalam relasi romantis merupakan kekerasan psikologis.
ADVERTISEMENT
Segala bentuk perilaku kekerasan nonfisik yang meliputi: merendahkan pasangan, menghina, mengancam, mengritik pasangan secara berlebihan, adanya kontrol berlebih seperti selalu ingin tahu keberadaan dan kegiatan pasangan, mengecek handphone pasangan, cemburu berlebihan, serta membatasi pasangan dalam bergaul merupakan bentuk dari kekerasan ini.
Bentuk dan bekas kekerasan psikologis yang tidak nyata membuat banyak orang tidak sadar bahwa ia telah terjebak didalamnya. Misalnya saja ketika sedang dalam masalah, tidak sedikit pasangan yang lebih memilih untuk mendiamkan pasangannya dalam waktu yang lama dan mengabaikan pasangan. Biasanya, hal seperti ini dilakukan dengan alasan berharap pasangan akan mengerti apa kesalahannya dan membuat pasangan menyesal.
Di sisi lain, pasangan anda akan bertanya-tanya apa kesalahan yang telah dilakukannya dan menyalahkan dirinya. Padahal, dalam hubungan romantis tidak begitu cara kerjanya. Perlu diingat juga bahwa tidak perlu memberikan serangan balik dengan mendiamkan pasangan. Hal ini hanya akan memperkeruh suasana dan hubungan anda.
ADVERTISEMENT
Ingat, kalian bukan dukun yang bisa saling menebak-nebak bagaimana perasaan dan keinginan anda. Hal ini hanya akan memperkeruh suasana dan hubungan anda. Jika dibiarkan terus menerus, kekerasan seperti ini akan menimbulkan dampak negatif dalam dirimu, pasangan, dan hubungan kalian. Kebayang kan, bagaimana perasaan dan kondisinya jika hal seperti ini terus terjadi?
Umumnya, dampak dari kekerasan psikologis diantaranya depresi, kurang motivasi, kebingungan, merasa tidak berharga, tidak memiliki harapan, self-blame, dan self- destructiveness. Memang benar jika kekerasan psikologis dikatakan sebagai jenis kekerasan yang paling menyakitkan karena akan menimbulkan luka psikologis yang lebih serius pada korban.
Lalu, bagaimana ya cara untuk keluar dari hubungan yang di dalamnya terdapat kekerasan psikologis? Tenang! Tips di bawah ini bisa kalian lakukan untuk keluar dari lingkaran setan tersebut:
ADVERTISEMENT
1. Evaluasi hubunganmu dan cobalah untuk lebih peka pada diri sendiri apakah terdapat bentuk kekerasan psikologis dalam hubunganmu.
2. Pikirkan kembali mengapa kamu memilih untuk bertahan dalam hubungan. Apa hal positif dan negatif yang kamu dapatkan jika masih bertahan dan keluar dari hubunganmu. Pertimbangkan!
3. Tanyakan pada dirimu, sampai kapan kamu mau menghabiskan waktu dalam hubungan yang berkekerasan ini.
4. Cobalah untuk berani berbicara. Utarakan perasaanmu pada pasangan. Sampaikan ketidaknyamananmu atas perilaku pasangan.
5. Ceritakan unek- unekmu pada orang yang kamu percaya agar kamu mendapat pandangan baru terkait hubunganmu.
6. Cari sumber kebahagiaan lain selain pasangan. Hal ini penting agar kamu merasa bahwa masih banyak loh orang yang mencintaimu dan kamu akan baik- baik saja tanpa pasanganmu.
ADVERTISEMENT
7. Jika semua cara sudah dilakukan namun tidak berhasil, berkonsultasilah dengan tenaga professional seperti psikolog. Semua rahasia tentu dijamin akan aman.
Bagi para perempuan di luar sana yang masih merasa tidak berdaya, ingatlah bahwa you have much power than you realize! Cobalah untuk berani dalam mengutarakan pada pasangan apa yang anda rasakan, apa yang membuat anda tidak nyaman, dan apa yang anda harapkan dalam situasi serta hubungan yang dijalani.
Semoga informasi yang sudah diberikan dapat bermanfaat dan membantu kalian untuk lebih sadar akan hubungan yang sehat. Sehingga, hubungan yang dijalani dapat menjadi wadah bagi anda dan pasangan untuk bertumbuh bersama!
Ditulis oleh Arlin Aulia Andayu Psikolog di Cinta Setara
ADVERTISEMENT
Sumber Referensi: Engel, Beverly. (2002). The emotionally abusive relationship: How to stop being abused and how to stop abusing. New Jersey: John willey and Sons,inc.