Begini Penderitaan Siswa SDN 3 Pekantingan, Cirebon Belajar dalam Ruangan Sekat

Konten Media Partner
23 April 2024 18:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kegiatan belajar mengajar (KBM) siswa-siswi SDN 3 Pekantingan, Kabupaten Cirebon, 2 kelas disatukan dalam 1 ruangan yang hanya disekat rak buku. Foto: Tarjoni/Ciremaitoday
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan belajar mengajar (KBM) siswa-siswi SDN 3 Pekantingan, Kabupaten Cirebon, 2 kelas disatukan dalam 1 ruangan yang hanya disekat rak buku. Foto: Tarjoni/Ciremaitoday
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ciremaitoday.com, Cirebon-Kondisi memprihatinkan terjadi di SDN 3 Pekantingan, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon. Di mana siswa-siswi di sekolah tersebut terpaksa belajar dalam ruangan yang di sekat dan harus berbagi ruang dengan kelas lain.
ADVERTISEMENT
Hal ini disebabkan oleh rusak beratnya bangunan ruang kelas lainnya, sehingga tidak bisa dipakai. Fasbih, operator sekolah SDN 3 Pekantingan, menegaskan bahwa kondisi ini telah berlangsung cukup lama tanpa adanya perbaikan yang signifikan dari pemerintah daerah setempat.
“Kami terpaksa menggabungkan beberapa kelas dalam satu ruangan yang sempit akibat dari rusaknya beberapa ruang kelas lainnya. Ini sangat mengganggu proses belajar mengajar dan tentu saja tidak nyaman bagi siswa,” ujar Fasbih kepada wartawan, Selasa (23/4).
Ruang kelas sekarang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar (KBM), katanya, kelas 2 dan 3 djadi 1 ruangan dan kelas 4 dan 5 jadi 1 ruangan menggunakan ruang kelas yang di sekat tengah. Sementara untuk kelas 6, karena memiliki jumlah paling banyak mendapat 1 ruang kelas.
ADVERTISEMENT
Total siswa di SD N 3 Pekantingan adalah 62 siswa, dengan 7 guru yang mengajar. Menurutnya, jumlah siswa per kelasnya tidak merata.
Kelas 6 memiliki siswa sebanyak 21 orang, namun jumlah ini semakin menurun setiap tahunnya, seperti kelas 3 yang hanya berisikan 4 orang siswa. Pada tahun berikutnya, sekolah tersebut kembali mendapat siswa sebanyak 14 orang.
Mirisnya, hal ini sudah terjadi berlangsung lama. Kondisi ini menjadi cerminan dari ketidakpedulian pemerintah daerah dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang layak bagi anak-anak.
Dalam situasi darurat seperti ini, pemerintah daerah seharusnya lebih tanggap dan sigap dalam menangani permasalahan infrastruktur pendidikan.
Diharapkan juga agar pemerintah daerah segera mengambil langkah konkrit untuk memperbaiki bangunan ruang kelas yang rusak dan memberikan fasilitas pendidikan yang layak bagi siswa-siswi SDN 3 Pekantingan.
ADVERTISEMENT
Anak-anak adalah aset bangsa yang harus dilindungi dan diberikan akses terbaik dalam pendidikan. Jangan biarkan kondisi seperti ini terus berlanjut.
Operator Sekolah SDN 3 Pekantingan, Fasbih, saat menunjukkan WC bekas rumah dinas yang berada dilingkungan sekolah, yang sudah tidak layak digunakan. Foto: Tarjoni/Ciremaitoday
Tak Memiliki WC
Siswa-siswi SDN 3 Pekantingan, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon, juga terpaksa harus pulang ke rumah hanya untuk buang air besar (BAB) dan kecil saat sedang berada di sekolahnya.
Hal ini dikarenakan sekolah tempat mereka belajar tidak memiliki WC atau toilet. Parahnya, ketidaknyamanan ini dirasakan oleh siswa-siswi setiap harinya selama bertahun-tahun. Mereka harus menahan keinginan buang air hingga pulang ke rumah, yang bagi sebagian dari mereka berjarak cukup jauh.
Pihak sekolah pun mengakui bahwa sekolah memang belum memiliki WC. Namun, pihaknya sedang berupaya untuk memperbaiki situasi ini, meskipun usulan bantuan yang diajukan ke pemerintah hingga saat ini belum membuahkan hasil.
ADVERTISEMENT
“Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk segera membangun WC di sekolah kami agar para siswa bisa belajar dengan nyaman dan sehat,” kata Fasbih, Selasa (23/4).
Operator Sekolah, Fasbih, saat menunjukkan bangunan ruang kelas SDN 3 Pekantingan Kabupaten Cirebon yang rusak berat dan tampak lapuk termakan usia. Foto: Tarjoni/Ciremaitoday
Tak Dapat Bantuan Perbaikan Ruang Kelas
Fasbih, mengatakan, sekolah ini telah lama mengalami kerusakan namun tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Bangunan sekolah yang berdiri sejak tahun 1983 hanya mengalami satu kali revitalisasi pada tahun 2004.
Akibatnya, 2 ruang kelas di sekolah tersebut rusak parah dan tidak bisa digunakan. Bangunan bekas rumah dinas yang berada di lingkungan sekolah pun sempat diubah menjadi ruang guru dan ruang kepala sekolah, namun kini sudah tak terpakai, karena sudah lapuk termakan usia. Sedangkan bangunan perpustakaan hanya tersisa temboknya.
ADVERTISEMENT
“Untuk tahun-tahun sebelumnya tidak mengajukan karena kurang sosialisasi dari pemerintah, dan alasan tidak lolos mendapatkan bantuan kita belum tahu alasannya, karena dari dinas pun tidak memberikan penjelasan terkait pengajuan bantuan dana DAK yang tidak lolos,” ungkap Fasbih, Senin (22/4). (*)