Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten Media Partner
Cerita Tradisi Ritual Sebelum Tanam Padi di Majalengka
25 November 2021 15:03 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com, Majalengka - Musim hujan jadi momen yang ditungu-tunggu para petani. Sebab pada masa-masa inilah, harapan petani untuk bisa mengisi lumbung dengan gabah dan beras, atau minimalnya bahan makan baku dimulai, lewat aktivitas tandur atau tanam.
ADVERTISEMENT
Tandur menjadi proses paling penting dalam tahapan penggarapan sawah. Tandur merupakan tahapan setelah proses membajak dan menyemai padi menjadi benih dan biasanya dilakukan oleh sejumlah orang, tergantung luas lahan sawah yang akan dikelola itu.
Dalam tradisi tandur, ada hal unik yang ditemukan di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Tidak seperti pada umumnya yang hanya menandur, warga di Blok Wates, Desa Jatisura, Kecamatan Jatiwangi, memulai aktivitas tandur dengan sejumlah ritual.
Supranatural farming, demikian mereka menyebut tradisi tandur di blok tersebut. Dalam hal pelaksanaan, aktivitas tandur warga di blok ini memang tidak jauh berbeda dengan warga-warga petani lainnya. Namun, petani di Blok Wates ini memiliki ritual tersendiri.
Bagi warga Blok Wates, tandur padi adalah sebuah ikhtiar untuk mendapatkan hasil padi yang tidak sekadar bagus, tapi juga berkah. Berharap dapat keberkahan, itulah aktivitas tandur mereka diiringi dengan bermunajat kepada pemilih lahan sawah hakiki, Tuhan.
ADVERTISEMENT
Berdoa, bagi warga Blok Wates bukan hal yang baru. Mereka sudah terbiasa melakukannya setiap saat, tidak hanya saat Salat lima waktu saja.
"Membuat tradisi baru, bertani dengan ritual-ritual dan doa-doa. Kita ambil kebiasaan warga sini seperti salawatan, wiridan dan lain-lain," kata panitia Supranatural Farming, Ismal Muntaha, Rabu (24/11/2021).
Unsur-unsur penghambaan warga Wates kepada Tuhan tidak hanya dimulai saat memulai bercocok tanam saja. Sebelumnya, saat proses pembenihan padi, mereka juga memanjatkan doa, berharap Tuhan melimpahkan hasil panen nanti.
"Sebelumnya, bibit itu dibacain (surat) Yaasin dulu. Sekarang pas tandur diiringi selawat. Nanti pas panen juga ada zikir. Jadi bagaimana (membiasakan bahwa) bertanam itu sebagai bagian dari ibadah. Bagian ibadah kita (juga) menjaga tanah, merawat tanah, memakmurkan tanah," jelas Ismal.
ADVERTISEMENT
"Di sini kita organik. Harapannya selain lebih bagus, juga sehat dan berkah. Karena didoain. Ini padinya (jenis) Pandanwangi," lanjut Ismal.
Dengan pendekatan tersebut, ke depan diharapkan akan semakin tumbuh kasih sayang antar sesama. Menikmati hasil panen bersama, jadi salah satu bukti kecintaan terhadap sesama, dari kegiatan Supranatural Farming itu.
"Ini lahannya (berbentuk) segitiga, ditanami oleh masyarakat. Kita merawat tanah dengan penuh kecintaan. Jadi segitiga cinta," jelas dia.
"Luas lahan ini sekitar 70 bata (1 bata=14 meter). Panen nanti, kami nikmati bareng-bareng dan sebagian dijual untuk kas kampung Wates ini," lanjut Ismal yang juga penggiat seni dari Jatiwangi art Factory (JaF) itu.
Selain bermuatan nilai-nilai religius, kegiatan tersebut juga diisi dengan budaya nenek moyang. Kehadiran simbol Dewi Sri adalah salah satu kearifan lokal kalangan petani, yang dijaga dan dihadirkan dalam acara itu.
ADVERTISEMENT
Sosok Dewi Sri yang diperagakan gadis kampung setempat, didaulat untuk membawa benih padi dari pemukiman warga menuju lahan sawah. Dalam kesempatan itu, Sang Dewi Sri pun menaburkan bunga, sebagai penanda dimulainya para petani tandur.
"Kita hadirkan Dewi Sri, terkait lagi dengan kultural petani zaman dulu. Dewi Sri ini mentransformasikan kecintaan kepada kampungnya," ucap dia.***