Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
DKPP Jabar Genjot Produktivitas Sapi Perah Pasca PMK Lewat Delman Sarah
31 Desember 2023 15:15 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com, Bandung-Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) memberi dampak berat bagi para peternak karena menyebabkan produktivitas sapi perah menurun drastis. Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Provinsi Jabar pun berharap dapat menggenjot produktivitas melalui Model Pemeliharaan Sapi Perah (Delman Sarah).
ADVERTISEMENT
Adapun dari 42.186 ekor sapi perah di Jabar tertular PMK, 8.472 di antaranya mati. Hal itu berujung pada menurunnya produksi susu. Pada tahun 2022 lalu, ditargetkan 409.032 ton dapat diproduksi, tapi hanya sanggup terealisasi 264.634 ton.
Bila tidak segera ditangani, dikhawatirkan ketersediaan susu sebagai sumber protein menjadi terganggu.
DKPP Jawa Barat mencoba untuk mengoptimalisasi peran UPTD sapi perah, yakni Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Pakan Ternak (BPTSPHPT) Cikole pada produktivitas susu dan UPTD Balai Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah (BPPIBTSP) Bunikasih, guna menghasilkan sumber bibit berkualitas dari sapi impor yang didatangkan.
Kepala Bidang (Kabid) Produksi Peternakan DKPP Jabar Siti Rochani mengatakan, krisis sapi perah yang terjadi saat ini imbas dari PMK, harus disiasati secara terukur. Supaya, sapi perah impor yang didatangkan untuk mengakselerasi Delman Sarah dapat memberi dampak signifikan dalam menggenjot produktivitas susu.
ADVERTISEMENT
Selain tentunya diharapkan dapat menjadi role model dan kemudian direplikasi kabupaten/kota, untuk ditindaklanjuti agar terjadi pemerataan jumlah sapi produktif.
Sekaligus perlahan mengganti sapi perah yang telah terpapar PMK, lantaran produktivitasnya menurun dampak dari penyakit tersebut. Guna memastikan produktivitas susu di Jawa Barat kembali normal.
“Delman Sarah ini mendukung pemulihan pasca wabah PMK, khususnya melalui penambahan populasi. Terdapat dua UPTD di DKPP yang bergerak di sapi perah, yaitu di Bunikasih untuk pembesaran dan Cikole untuk produksi susu," ujar Hani dalam keterangan yang diterima pada Minggu (31/12).
Ke depannya peran kedua UPTD ini akan dioptimalkan sebagai role model dan kita coba supaya ini bisa direplikasi di kabupaten/kota melalui wadah koperasi persusuan,” sambungnya.
ADVERTISEMENT
Hani melanjutkan, 127 sapi impor yang didatangkan pada November 2023 lalu untuk Delman Sarah ini, dikembangkan oleh balai agar betul-betul siap baik dalam penyesuaian iklim, maupun pakan agar produktivitasnya tidak menurun. Supaya pedet yang dihasilkan oleh sapi impor tersebut juga telah siap beradaptasi di Jawa Barat.
Skema ini, sambung dia, juga dilakukan untuk menyiasati kecenderungan peternak yang kerap menjual pedet atau bibit ke luar Jawa Barat dan kemudian oleh mereka dibeli kembali saat sudah produktif. Hal ini diakuinya sangat disayangkan, karena sejatinya peternak dapat memelihara sendiri dari bibit untuk menambah kuantitas sapi perah produktif.
“Pedet tidak pernah dipelihara. 90 persen dijual. Nanti setelah produktif, dibeli lagi. Padahal bisa jadi sapi yang dibeli, eta-eta keneh (bibit sapi perah yang dulunya dijual). Sekarang diusahakan agar pedet tidak keluar. Kita ada balai khusus yang menjaring pedet. Termasuk kita mengharapkan GKSI misalnya, untuk punya pembibitan jadi populasi dapat meningkat,” katanya.
ADVERTISEMENT
Di mana harapannya, upaya DKPP Jabar melalui Delman Sarah mendatangkan sapi impor yang menjadi indukan dapat memperbaiki mutu genetik, melahirkan sapi perah berkualitas bagi peternak di Jawa Barat. Serta tentunya berujung pemerataan populasi sapi perah berkualitas, melalui replikasi kabupaten/kota.
Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Dedi Setiadi, menyambut baik skema dari DKPP Jabar, di mana harapannya dapat meningkatkan produktivitas susu oleh peternak. Sebab kata dia, dampak dari PMK sangat dirasakan oleh mereka karena produktivitas susu yang dihasilkan menurun drastis.
Termasuk pembagian pakan berkualitas secara gratis oleh DKPP Jabar kata dia, juga sangat membantu peternak dalam meningkatkan kualitas sapi perah guna menggenjot produktivitas menghasilkan susu.
“Itu sangat diperlukan sekali bagi kami karena produksi kita memang belum pulih, walaupun sudah ada perbaikan ketika PMK terjadi. Harus diakui, produksi kita masih sangat jauh. Cuma 20 persen, sisanya kita masih impor susu,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Sementara Wakil Dekan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Andre Rivianda Daud, mengaku sepakat dengan DKPP Jabar, yang mendatangkan sapi impor dan kemudian dikelola melalui Delman Sarah guna menggenjot produktivitas sapi perah untuk menghasilkan susu.
Sebab kata dia, bila ingin meningkatkan produktivitas sudah seharusnya sapi yang ada saat ini diganti dengan bibit sehat dari luar. Di mana betul-betul bebas dari penyakit, khususnya PMK. Mengingat PMK memberi implikasi pada produktivitas sapi yang pernah tertular, walaupun telah sembuh.
“Saya kira sangat visible, memang harus diganti. Untuk mengatasi PMK ini sangat dibutuhkan sapi sehat yang fresh, belum pernah terkena penyakit. Solusinya memang impor. Kalau dari dalam negeri, pasti yang didapat sapi sakit lagi," katanya.
Soalnya kena semua (PMK), kalau kita bicara di Jawa ini. Kalau dari Sumatera atau Kalimantan, jumlahnya tidak banyak. Solusinya memang impor. Itu juga memang harus disiapkan, beradaptasi. Aklimatisasi,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Hanya saja diakuinya, selain mempertimbangkan soal pengadaan bibit sapi perah kata Andre, pemerintah terutama Pemprov Jabar melalui DKPP juga harus memikirkan bagaimana menyiasati supaya pakan terjamin untuk selalu tersedia. Salah satu caranya adalah dengan kolaborasi bersama stakeholders, guna memastikan ketersediaan pakan.(*)
“Sapi hanya instrumen. Tapi bagaimana ada supporting dari pemerintah. Bagaimana penyediaan lahan pakan juga harus dipikirkan. Ada dedicated lahan yang bisa diakses. Teknologi sudah terkuasai semua, tapi lahan untuk pakan yang kurang. Ini bisa melalui kolaborasi, dengan koperasi misalnya untuk memastikan ketersediaan pakan,” pungkasnya.